Perayaan Imlek
TRIBUN TRAVEL Klenteng Toa Pek Kong, Saksi Gelombang Awal Komunitas Tionghoa di Tarakan
Klenteng Toa Pek Kong, saksi gelombang awal Komunitas Tionghoa di Kota Tarakan
Menulusuri jejak awal kehadiran komunitas Tionghoa di Tarakan, rasanya kurang pas jika tak membahas Kelenteng Toa pek Kong yang terletak di Jl Teuku Umar.
Kelenteng yang dibangun tahun 1906 ini menjadi saksi kehadiran komunitas Tionghoa awal.
Berdasarkan catatan sejarah Roedy Haryo Widjono AMZ, Direktur Nomaden Institute Cross Cultural Studies yang dilansir dari akurasi.id,
gelombang pertama komunitas Tionghoa di Kalimntan Timur itu tiba pada abad ke-19 tepatnya antara tahun 1871-1908.

Mereka berasal dari suku bangsa Kim Moy yang semula bermukim di wilayah kepulauan Provinsi Fujian hingga mereka tiba di wilayah Kalimantan dan bermukim di Balikpapan, Berau, Tenggarong, Tarakan kemudian ke Samarinda.
Kedatangan komunitas Tionghoa ini awalnya sebagai pekerja di perusahaan minyak milik Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).
Selanjutnya mulai mencoba peruntungan di berbagai pekerjaan lain termasuk berniaga.
“Atas inisiasi komunitaslah maka didirikanlah Kelenteng Toa Pek Kong pada tahun 1906,” ucap penjaga kelenteng Toa Pek Kong, Suwarno (73), saat ditemui, Jumat (18/1/2020).
Hingga kini Kelenteng pertama di Tarakan ini sudah menginjak usai 114 tahun, berbagai perbaikan telah dilakukan.
Suwarno menjelaskan Kelenteng telah direnovasi sebanyak dua kali, tetapi tidak mengubah bentuk aslinya.
Renovasi pertama yakni pada 1985 dan yang kedua pada tahun 2007 lalu.
“Bentuknya tetap sama Cuma yang berubah bagian atap ditinggikan lagi dan banguna dimundurkan waktu pelebaran jalan,” ucap Suwarno sambil memperlihatkan foto Kelenteng dalam bentuk aslinya.
Di dalam kelenteng juga masih terdapat berbagai interior peninggalan bangunan awal.
Seperti papan nama, sejumlah tiang kayu dan juga patung-patung Dewa.
Terdapat tiga patung dewa di Klenteng tersebut, yakni Dewa Kwan Kong, Dewi Kwan Im, serta dewa utama yakni Dewa Toa Pekong.