Tentang LGBT Terkuak di Rutan Perempuan: Bukan Fenomena Baru hingga Penolakan Kejagung di CPNS 2019
Aksi terbongkar saat seorang tahanan yang baru masuk melaporkan perlakuan menyimpang seorang tahanan kepada petugas.
TRIBUNKALTIM.CO - Fenomena perilaku seksual menyimpang di kamar penjara sudah jadi rahasia umum sekalipun tembok-tembok penjara begitu rapat.
Tak terkecuali di Rumah Tahanan (rutan) Kelas IIa, Bandung, yang baru dioperasikan lima bulan lalu.
Aksi terbongkar saat seorang tahanan yang baru masuk melaporkan perlakuan menyimpang seorang tahanan kepada petugas.
Pihak rutan, yang segera menindaklanjuti laporan, kemudian memisahkan keduanya.
• RKUHP Larang Orang Kumpul Kebo Tapi LGBT Tidak? Begini Penjelasan Menkumham Yasonna Laoly
• Film Kucumbu Tubuh Indahku Disebut Kampanyekan LGBT dan Dikecam, Garin Nugroho: Saya Kecewa
• Perilaku LGBT Sempat Terendus P2TP2A Kaltara, Ini Pernyataan Menag Lukman Hakim Saifuddin
• Pernah Gerebek Pesta Seks Gay Tapi Orangnya Bebas, Polisi Dorong Terbitkan Perda LGBT di Balikpapan
Informasi adanya perilaku seksual menyimpang yang dilakukan tahanan kepada tahanan lainnya di rutan khusus perempuan ini diakui Linasih (48), orang tua salah seorang tahanan yang menjadi korban pelecehan seksual sesama tahanan.
Linasih mengatakan, peristiwa itu menimpa anaknya, Va (22), pada awal Januari lalu.
"Anak saya bercerita sambil menangis. Katanya, malam-malam digerayangi sama teman satu kamarnya yang perempuan. Saya khawatir dengan kondisi anak saya," ujar Linasih saat dihubungi Tribun melalui pesawat telepon, beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi.
Selain khawatir dengan keselamatan anaknya, kata Liasih, ia juga sangat khawatir perilaku lesbian itu menular kepada anaknya jika penyimpangan perilaku seksual itu terus menimpa anaknya.
"Saya bilang sama dia, laporkan saja perbuatan si pelakunya ke petugas. Jangan berantem atau ngelawan," kata Linasih mengulang ucapannya kepada anaknya ketika itu.
Laporan anaknya, kata Linasih, rupanya langsung direspons oleh petugas. Pelaku langsung ditindak dan ditempatkan di sel isolasi selama sepekan, sedangkan Va dipindah ke salah satu lembaga pemasyarakatan di Jawa Barat.
Pengadilan di DKI Jakarta menyatakan Va bersalah karena melakukan tindak pidana penipuan. Va dihukum dua tahun penjara.
• Usai Bunuh Ibu Kandungnya, Seorang Pria di Berau Malah Nongkrong Bareng Tetangganya
• BREAKING NEWS Ayah Berbuat Amoral ke Anak Tirinya, Saat Beraksi Si Ibu Kandung pun Ikut Pegangi

Baru Beroperasi
rutan Perempuan Kelas IIa Bandung dibangun persis di sebelah timur Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.
Menempati lahan seluas 11.830 meter persegi, pembangunan rutan menelan dana Rp 25 miliar.
rutan ini dioperasikan pada Oktober 2019.
rutan perempuan ini memiliki 16 kamar tahanan dengan kapasitas maksimal 224 tahanan.
Ini berarti satu kamar dihuni maksimal 14 tahanan.
Selain sel tahanan, rutan juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk rumah dinas dan rumah ibadah.
Para tahanan diawasi oleh 48 petugas.
Per 3 Februari 2020, jumlah warga binaan di rutan ini baru 124 orang, masih jauh dari kapasitas maksimalnya.
Sebanyak 124 warga binaan terdiri atas 54 tahanan dan 70 narapidana.
Kata Kepala rutan
Sementara itu, Kepala rutan Perempuan Kelas IIa Bandung, Dr Lilis Yuaningsih sudah angkat bicara terkait adanya pelecehan seksual tersebut.
Ia mengatakan, pelecehan itu baru percobaan untuk penyimpangan seksual.
"Kemarin itu ada. Itu percobaan karena tidak ada respons dari pihak yang satunya. Baru percobaan untuk penyimpangan seksual. Setelah si yang tidak terima melapor, hari itu juga langsung diambil tindakan," ujar Lilis saat ditemui di sela pelaksanaan ujian CPNS Kemenkum HAM, di Jalan Pangaritan, Bandung, Senin (3/2/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan, tindakan penyelamatan dilakukan agar pelapor nyaman.
Terduga kemudian diproses, dimintai keterangan, dan menjalani sidang TPP atau Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Sementara itu, Lilis membenarkan, pelapor yang merasa dirugikan dipindahkan.
"(Setelah itu pelaku) baru masuk sel isolasi seminggu. Putusan masuk sel itu rekomendasi dari sidang TPP," ujarnya.
Lilis mengatakan, pihaknya langsung merespons lantaran pada dasarnya rutan punya kewajiban untuk pembinaan dan memberikan edukasi supaya hal itu tidak terjadi.
Pihaknya juga melakukan tindakan preventif berbekal ciri-ciri umum lesbian.
Dia berujar, biasanya perempuan lesbian memiliki rambut seperti pria, tak pakai anting.
"Itu ada kecenderungan (lesbian) meski tidak serta-merta dia punya perilaku seks menyimpang. Itu secara umum," ujar Lilis.
Saat melihat warga binaan tersebut, pihaknya langsung mengingatkan, menyuruh warga binaan bersikap layaknya perempuan.
Selama menjabat kepala rutan, kata Lilis, ia belum menemukan perilaku seks menyimpang antarsesama warga rutan yang didasari suka sama suka.
"Sejauh ini tidak ada karena kami batasi ruang geraknya supaya tidak terjadi seperti itu. Kemarin memang ada percobaan, tapi pihak yang satunya tidak terima dan laporan. Laporannya kami tindak lanjuti, kami pisahkan keduanya dan si pelaku percobaannya dimasukkan ke sel isolasi dan masuk register F," ucap Lilis.
Fenomena Lama
Fenomena seks menyimpang di rutan dan lapas-lapas, termasuk di Jabar, sebenarnya bukan sesuatu yang baru.
Beberapa waktu lalu, hal ini bahkan sempat pula diakui Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jabar, Liberti Sitinjak.
Saat itu, ia mengatakan, kondisi lapas dan rutan yang kelebihan kapasitas menjadi penyebabnya.
• Dianggap Ilegal, Pemerintah Tanzania Berburu Pelaku LGBT
• Unggah Foto Tak Senonoh di Media Sosial, 10 Wanita Diduga LGBT Diamankan Satpol PP Kota Padang
"Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya, muncul homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti dalam acara penguatan pelaksanaan tugas pelayanan, penegakan hukum dan HAM bagi pegawai Kanwil Kemenkumham Jabar di Sport Arcamanik, pertengahan tahun lalu.
Meski demikian, Liberti menolak mengungkap persentase napi dan tahanan yang menderita penyimpangan seksual, serta di lapas dan rutan mana saja hal itu terjadi.
"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimanapun, seseorang yang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada, tapi tidak etis saya buka," ujar Sitinjak.
Ditemui pada acara yang sama, seorang petugas salah satu lapas di Kota Bandung, mengaku pernah memergoki aktivitas menyimpang itu. "Pernah melihat perilaku homoseks seperti itu. Saya kebetulan lihat laki-laki sama laki-laki," ujar seorang petugas lapas itu.
Biasanya, kata dia, perilaku itu terjadi di kamar tahanan saat siang hari. Kalau malam hari, umumnya napi sudah berada di dalam kamar.
"Siang hari, saat saya kontrol, saya lihat dua napi berduaan di kamar, di pojokan dekat toilet. Perbuatannya, intinya, tidak normal. Saya enggak sengaja melihat dan saya langsung tegur," ujarnya.
Takut terjadi sesuatu pada Jaksa & napi, Kejaksaan Agung (Kejagung) keukeuh tetap tolak LGBT di CPNS 2019, Kemendag mundur.
Berbagai komentar seputar Kejagung menolak pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) untuk mengikuti seleksi CPNS 2019 berdatangan.
Anggota Komisi II dari Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid menilai bahwa Kejaksaan Agung pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan terhadap pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) untuk mengikuti seleksi CPNS 2019 di Kejagung.
Dalam membuat kebijakan, Kejagung harus berpegang pada pedoman pada peraturan penerimaan CPNS.
“Kejaksaaan Agung pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan LGBT jadi PNS/ASN. Dasar berupa Permen, Perpes, PP, UU, sampai kepada nilai dan semangat UUD dan Pancasila dalam memandang LGBT,” kata Sodik dalam keterangan tertulisnya, Rabu, (27/11/2019).
Menurutnya dalam negara pancasila, LGBT mendapatkan semua hak sebagai warga negara Indonesia. Yang tidak boleh dilakukan kaum LGBT hanya menyebarkan pahamnya.
“Satu satunya hak yang tidak mereka peroleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan perilaku nya bersama dan kepada masyarakat umum karena hal tersebut tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai Pancasila khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” katanya.
Menurutnya semua warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Salah satu kewajiban dasar kaum LGBT adalah menghormati dan mengikuti hukum serta norma Pancasila.
Tim medis dan psikolog akan bertugas mendeteksi pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) yang mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil ( CPNS) 2019 di Kejaksaan Agung.
Sebagai informasi, Kejagung melarang pelamar LGBT untuk mengikuti CPNS 2019 di institusi tersebut.
Alasan Kejagung terungkap
"Kita punya tim medis dan tim psikolog. Nanti untuk urusan itu kita serahkan kepada tim medis dan psikolog kita," ungkap Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri kepada Kompas.com, Selasa (26/11/2019).
Mukri menjelaskan, ketentuan itu dibuat karena diduga berpotensi mengganggu kinerja calon Jaksa tersebut.
Menurut dia, seorang Jaksa memiliki kewenangan penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.
Kejagung khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan apabila jaksa memiliki, seperti yang dituturkan Mukri, yaitu kelainan.
"Di setiap hari-harinya dia bergelut dengan para tahanan, para terpidana, yang notabene berada dalam kekuasaannya. Ketika seorang jaksa mempunyai kelainan, kemungkinan akan terjadi hal yang tidak diinginkan," katanya.
Menurut dia, telah ada aturan internal terkait ketentuan larangan LGBT.
Selain itu, Mukri mengatakan, landasan hukum lain yang menjadi acuan adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019.
Di bagian lampiran nomor J poin 4 disebutkan bahwa instansi diperbolehkan menambah syarat sesuai karakteristik jabatan.
"Instansi dapat menetapkan persyaratan tambahan sesuai dengan karakteristik jabatan dan kebutuhan masing-masing jabatan, kecuali persyaratan akreditasi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada angka 3," seperti dikutip dari peraturan tersebut.
Kemudian, Kejaksaan Agung juga melihat ketentuan tersebut dari segi norma yang berlaku di Indonesia.
"Kita lihat dari sisi norma agama, semua agama di Indonesia ini belum ada yang menerima terkait dengan LGBT," ujar Mukri.
Polemik Dilarangnya Peserta LGBT Ikut Tes CPNS 2019
Ombudsman RI mengungkap adanya dugaan praktik diskriminasi dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil ( CPNS) 2019.
Salah satunya, yaitu larangan bagi peserta dengan orientasi seksual lesbian, gay, biseksual dan transgender ( LGBT) untuk mengikuti seleksi tersebut.
Temuan itu didapatkan dari laporan masyarakat yang masuk melalui layanan pengaduan yang dibuka Ombudsman.
Larangan itu diketahui menjadi salah satu syarat yang ditentukan Kejaksaan Agung dan Kementerian Perdagangan.
Belakangan, Kemendag telah menghapus syarat tersebut.
Sedangkan Kejaksaan Agung masih mempertahankan persyaratan itu.
Kompas.com pun menelusuri persyaratan yang diwajibkan itu melalui laman rekrutmen.kejaksaan.go.id.
Hasilnya, persyaratan itu berlaku untuk seluruh formasi, baik itu umum, cumlaude, putri/putri Papua dan Papua Barat, serta disabilitas.
Adapun secara lengkap persyaratan itu berbunyi:
"Tidak buta warna baik parsial maupun total, tidak cacat fisik, tidak cacat mental, termasuk kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender), tidak bertato, tidak bertindik (khusus untuk laki-laki) dan mempunyai postur badan ideal dengan standar Body Mass Index (BMI) antara 18-25 dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat dengan tinggi badan untuk laki-laki minimal 160 (seratus enam puluh) centimeter dan perempuan 155 (seratus lima puluh lima) centimeter".
Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Kejagung Mukri menilai hal itu sebagai sesuatu yang wajar.
Meski demikian, ia enggan berkomentar soal potensi diskriminasi yang timbul atas larangan tersebut.
"Artinya, kita kan pengin yang normal-normal, yang wajar-wajar saja. Kita tidak mau yang aneh-aneh supaya mengarahkannya, supaya tidak ada yang... ya begitulah," tutur Mukri di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019).
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo setuju dengan larangan tersebut.
Menurut dia, tidak ada persoalan dalam aturan tersebut.
Ia pun menilai, apa yang dilakukan Kejaksaan Agung hanya bertujuan agar instansi ini bisa mendapatkan pegawai terbaik pada saat proses seleksi dilaksanakan.
"Saya setuju dengan Kejaksaan. Enggak ada masalah," kata Tjahjo usai menghadiri ‘Penyampaian Hasil Evaluasi dan Penghargaan Pelayanan Publik Wilayah II Tahun 2019’di bilangan Pecenongan, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).
Diskriminatif
Larangan pelamar LGBT untuk mengikuti proses seleksi CPNS berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Menurut Direktur Riset Setara Institute, Halili, larangan itu merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap calon pelamar yang memiliki perbedaan orientasi seksual.
"Itu diskriminatif, kan orientasi seksual, identitas personal seseorang kan mestinya tidak bisa menghalangi,” kata Halili usai menghadiri sebuah acara di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Selain itu, tidak ada dasar hukum yang melarang LGBT untuk mengikuti tes CPNS.
Bila hal ini terus didiamkan, maka persoalan akan semakin berlarut-larut.
"Kalau kita misalnya akhirnya harus melihat orang dari sisi orientasi seksualnya, apa dasar hukum paling legal, paling formal, paling tepat, untuk mengidentifikasi orientasi seksual itu, kan tidak ada," ujar Halili.
"Jadi rekrutmen itu harus inklusif, jangan ada restriksi berdasarkan latar belakang primordial seseorang," kata dia.
Sementara itu, menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, sepanjang tidak melakukan pelanggaran hukum, tidak ada persoalan seorang LGBT melamar sebagai CPNS.
Di Amerika Serikat, ia mencontohkan, LGBT hanya dilarang masuk militer.
Sementara untuk posisi pelayanan seperti aparatur sipil negara (ASN), tidak ada larangan.
"Untuk jabatan yang umum, seperti jabatan aparatur sipil negara ya, yang tidak terkarakteristik tertentu, ya enggak usah dilarang karena status orang," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jumat (22/11/2019).
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan, setiap warga negara memiliki hak, kedudukan dan tanggung jawab yang sama di dalam memperoleh kepastian hukum.
Oleh karena itu, ia meminta, tidak ada kementerian/lembaga negara yang membuat kebijakan yang justru membedakan kelompok tertentu.
"Maka mari kita tidak boleh mengkotak-ngotakkan atas berdasarkan berbagai pembeda dan hal yang menciptakan diskriminasi," kata Hasto di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (23/11/2019).
Ia menambahkan, seharusnya yang menjadi ukuran seseorang bisa atau tidak menjadi seorang CPNS dilihat dari profesionalitas, kompetensi, komitmen, integritas, serta komitmennya dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
"Konstitusi telah mengatur dan kita punya benteng Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa dari sila ketiga Pancasila itu bersifat wajib," kata dia.
"Tidak boleh ada perbedaan warga negara atas dasar suku, agama, status sosial, jenis kelamin dan sebagainya," sambung Tjahjo.
• Soal Hidup Bersama, Hotman Paris Sebut Banyak Bakal Dihukum Bila RKUHP Sah, Juga Soroti Nikah Siri
• Selain RKUHP, Isi Sejumlah RUU Ini Juga Dinilai Kontroversial, Pertanahan hingga Ketenagakerjaan
• Aliansi Kaltim Melawan Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP, Kembali Gelar Aksi dan Gunakan Pakaian Hitam
• Mahasiswa Balikpapan Bantah Aksi Tolak RKUHP di Kantor DPRD Ditunggangi Sekelompok Orang
(Laporan berita eksklusif Tribun Jabar Mega Nugraha)