Lampu Kuning Alvara untuk Jokowi, Kepuasan Publik Turun, BPJS, Korupsi, Pembatasan Internet Disorot
Untuk pertama kalinya sejak 2018, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi berada di bawah 70 persen.
TRIBUNKALTIM.CO - Kepuasan publik menurun, Alvara Research Center memberikan lampu kuning ke Presiden Jokowi, BPJS Kesehatan, Korupsi, pembatasan internet disorot
Berdasarkan hasil Survei Alvara Research Center, kepuasan publik terhadap kepemimpinan Joko Widodo ( Jokowi) pada periode kedua menurun dalam kurun waktu 100 hari sejak pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin.
CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, dibandingkan kepuasan publik pada survei periode sebelumnya, untuk pertama kalinya sejak 2018, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi berada di bawah 70 persen.
Penurunan tingkat kepuasan publik tersebut menjadi lampu kuning bagi Jokowi.
• Resmi, Iuran BPJS Kesehatan Naik Sesuai Usulan Sri Mulyani, Diteken Jokowi, dr Terawan Diapresiasi
• Polemik Gerindra, Beda Pendapat Dahnil Anzar & Prabowo Subianto Soal Gaji Menteri Pertahanan
• Profil dr Terawan Agus Putranto, Wajah Baru Menteri Jokowi, Kontroversi Cuci Otak hingga Dipecat IDI
• Jadi Pembantu Jokowi - Maruf Amin, Alasan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto Tak Mau Terima Gaji
"Penurunan tersebut menunjukkan ekspektasi publik yang begitu tinggi belum bisa dipenuhi pemerintah dalam 100 hari pemerintahan yang baru, sehingga menjadi lampu kuning bagi pemerintah untuk lebih memacu kinerjanya di berbagai sektor strategis," kata Hasanuddin dikutip dari rilis yang diterima, Rabu (12/2/2020).
Hasil survei Alvara menunjukkan, tingkat kepuasan publik pada Januari 2020 sebesar 69,4 persen.
Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan tingkat kepuasan publik periode pertama pemerintahan Jokowi pada Januari 2015 sebesar 77,2 persen.
Dari survei tersebut, ada 7 aspek yang memiliki kepuasan tertinggi pada Januari 2020, antara lain transportasi publik sebesar 84,8 persen, pendidikan 84,4 persen, telekomunikasi dan internet 83 persen.
Kemudian, pembangunan infrastruktur 80,9 persen, layanan lependudukan 78,5 persen, kesehatan 77,6 persen, dan kebebasan berpendapat 74,7 persen.
"Walaupun angkanya menurun dibandingkan akhir periode pertama, yaitu Agustus 2019, secara peringkat terjadi perubahan pada 3 besar aspek kepuasan tertinggi di 100 hari awal periode kedua," ucap dia.
Aspek kepuasan terhadap transportasi publik naik menjadi peringkat 1 dari sebelumnya 2 pada Agustus 2019, pendidikan naik ke peringkat 2 dari 3, sedangkan telekomunikasi dan internet turun dari peringkat 1 ke 3.
• Jadi Polemik Antara Indonesia dan China Ternyata Natuna Menyimpan Harta Karun yang Luar Biasa
• Daftar Harta Kekayaan Dirut Baru PLN, Zulkifli Zaini dari Laporan KPK 6 Tahun Lalu Capai Rp 100 M
“Kesehatan, telekomunikasi dan internet, dan kebebasan berpendapat adalah aspek yang mengalami penurunan terbesar bila dibanding tingkat kepuasan pada aspek yang memiliki kepuasan tertinggi pada pengukuran Agustus 2019," kata dia.
Dari hasil survei, naiknya iuran BPJS dan pembatasan akses internet beberapa waktu lalu juga berpengaruh terhadap penurunan tingkat kepuasan publik.
Sementara itu, tujuh aspek lainnya yang memiliki tingkat kepuasan publik terendah pada Januari 2020 antara lain, peningkatan ekonomi keluarga 64,7 persen, penegakan hukum 63,6 persen, kesejahteraan tenaga kerja 62,2 persen, dan pemberantasan Korupsi 61,5 persen.
Kemudian, kemudahan lapangan kerja 60,8 persen, stabilitas harga bahan pokok 56,2 persen, dan pengentasan kemiskinan 51,9 persen.
"Dari aspek dengan tingkat kepuasan publik yang paling rendah Januari 2020 ini, pemberantasan Korupsi, penegakan hukum, dan pengentasan kemiskinan merupakan aspek yang mengalami penurunan cukup besar dibandingkan Agustus 2019," kata dia.
Ia mencontohkan aspek pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan survei tersebut, soal revisi UU KPK, hanya diketahui 46,8 persen responden dan sebagian besar atau 61,3 persen menjawab tak setuju atas revisi itu.
• Harta Istri Pendiri Gudang Garam Lenyap Rp 36,4 Triliun, Ini Penyebabnya
• Polisi Tak Bisa Narsis di Media Sosial dan Pamer Harta Kekayaan, Ini Sanksi Berat Kapolri Idham Aziz
Revisi UU KPK menjadi salah satu penyebab merosotnya kepuasan publik terhadap pemberantasan Korupsi pada 100 hari periode kedua pemerintahan Jokowi.
"Sehingga Jokowi perlu melakukan langkah strategis memperkuat eksistensi KPK agar usaha pemberantasan Korupsi tidak makin terperosok di mata publik," ucap dia.
Inilah 2 Menteri Jokowi Terburuk dan Tergaduh Versi Indonesia Political Opinion (IPO)
Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah dalam paparan diskusi bertajuk '100 Hari Kabinet Jokowi Ma'ruf Amin' di Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (8/2/2020) mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tercatat memiliki kinerja terburuk selama 100 hari pertama kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hal ini berdasarkan hasil survei persepsi publik yang dilakukan IPO pada 10-31 Januari 2020.
"Responden memberikan pendapat soal kinerja kementerian yang dianggap buruk dalam kurun waktu 100 hari pertama kabinet. Hasilnya Kemenag menduduki posisi pertama, kemudian disusul Kemenkumham di posisi kedua, " ujar Dedi
Menurut 27,5 persen responden, Kemenag memiliki kinerja yang buruk.
Kemudian, untuk kategori yang sama, sebanyak 25 persen responden menyatakan kinerja Kemenkumham buruk.
Selain itu, ada tiga kementerian lain yang masuk dalam lima besar kinerja terburuk, yakni Kementerian Sosial (Kemensos) yang mendapatkan atensi 23, 6 persen responden, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang meraih atensi 23 persen dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 21 persen.
Selanjutnya disusul secara berturut-turut Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dengan 20 persen, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) dengan 17 persen, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dengan 16,5 persen.
Kemudian, Kementerian Desa Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDTT) dengan 16 persen dan Kementerian Koperasi dan UKM dengan 15,9 persen.
Dedi mengungkapkan ada indikator tertentu yang menyebabkan masyarakat memberikan penilaian tersebut.
"Yakni 31 persen dipengaruhi isu Korupsi terhadap kementerian yang bersangkutan dan 11 persen karena menteri dianggap orang partai serta 8 persen karena kegaduhan (oleh menteri atau kebijakannya)," kata dia.
Alasan lain, yakni menteri yang memimpin kementerian tersebut sering tidak konsisten dalam memberikan informasi.
"Artinya menterinya tidak konsisten dengan statement sehingga itu dianggap hanya sebagai komoditas politik semata. Sehingga tidak produktif kinerjanya," tambah Dedi.
Adapun survei ini menggunakan teknik wellbeing purposive sampling (WPS) terhadap 1.600 responden.
Validitas data dengan metode ini berada dalam rentang minimim 94 persen dan maksimum dan maksimum 97 persen.
IPO sendiri adalah lembaga survei yang bergerak di bidang media, demokrasi dan isu gender sejak 2017 lalu.
Masyarakat Ingin Sejumlah Menteri Jokowi Ini Diganti
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan lembaganya, ada sejumlah nama menteri yang dinilai masyarakat pantas diganti.
Nama Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly dan Menteri Agama ( Menag) Fachrul Razi menjadi yang paling banyak disorot responden.
"Kalau publik menyebut ada menteri yang perlu diganti, maka siapa yang dianggap layak (diganti)? Perlu saya sampaikan, yang pertama nama yang muncul adalah Menkumham Yasonna Laoly yang mendapat atensi 36 persen responden," ujar Dedi.
Kemudian, 32 persen responden menilai Menag Fachrul Razi perlu diganti.
Lalu, 29 persen responden menganggap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate juga perlu diganti.
Dua nama lain yang juga mendapat atensi responden untuk diganti yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (24 persen) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim (22 persen).
Dedi menuturkan, munculnya nama-nama ini merujuk kepada respons 42 persen responden yang menyatakan perlu ada perombakan kabinet Jokowi-Ma'ruf.
"Ini cukup mengejutkan, sebab meski baru 100 hari, sebanyak 42 persen publik menyatakan pergantian menteri itu perlu. Kemudian, 36 persen sebut tidak diperlukan dan 22 persen tidak menjawab," ucap Dedi.
Dia mengatakan, nama-nama menteri yang diminta untuk diganti ini selaras dengan hasil survei kategori menteri yang tidak disukai masyarakat.
"Kalau Yasonna dan Fachrul Razi selaras, sebab kami juga punya data soal menteri mana yang tidak disukai dalam tiga bulan terakhir, ternyata Yasonna memang masuk. Kemudian Kemenag juga masuk dalam kategori kinerja buruk menurut responden," kata Dedi.
Berdasarkan survei IPO, responden juga memberikan pendapat soal kinerja kementerian yang dianggap buruk dalam kurun waktu 100 hari pertama kinerja kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.
Kementerian tersebut yakni Kemenag 27,5 persen, Kemenkumham 25 persen, Kemensos 23,6 persen, Kemenpora 23 persen, Kementerian Kelautan dan Perikanan 21 persen dan Kemenaker 20 persen.
survei ini menggunakan teknik wellbeing purposive sampling (WPS) terhadap 1.600 responden.
Validitas dengan metode ini dalam rentang minimim 94 persen dan maksimum dan maksimum 97 persen.
• Daftar Harta Kekayaan Andre Rosiade yang Viral Setelah Bongkar Prostitusi Online, Punya 7 Mobil
• Erick Thohir, Nadiem Makarim, dan Wishnutama Melaporkan Harta Kekayaan, Apa Sajakah Aset Mereka?
• TERUNGKAP, Harta Kekayaan Menteri yang Pernah Main Lenong Jadi Pedagang Bakso Ini Capai Rp 2,3 T
• Komjen Gatot Eddy Pramono Resmi Jadi Wakapolri, Profil Mantan Kapolda Metro Jaya & Harta Kekayaannya
(*)