Virus Corona
Jokowi Blak-blakan Tidak Mau Lockdown Indonesia Karena Virus Corona, Sebut Ganggu Perekonomian
Jokowi lebih memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) ketimbang lockdown atasi Virus Corona alias covid-19 di Indonesia.
TRIBUNKALTIM.CO - Presiden RI Joko Widodo ( Jokowi ) blak-blakan tak mau lockdown Indonesia karena wabah Virus Corona.
Alasannya karena tak ingin perekonomian terhenti total.
Jokowi lebih memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) ketimbang lockdown atasi Virus Corona alias covid-19 di Indonesia.
Desakan terhadap Presiden Jokowi untuk memberlakukan lockdown di Indonesia demi mencegah penyebaran Virus Corona sempat mencuat beberapa waktu lalu.
Namun akhirnya Presiden Jokowi bersikap tak memilih lockdown, melainkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Meskipun jumlah kasus positif covid-19 di Indonesia tiap harinya bertambah, Presiden Jokowi tak mau menerapkan lockdown.
• Larangan Lockdown Berbuntut Panjang, Bupati Ini Minta Luhut Tak Bicara Sembarangan: Ini Rakyat Kami
• Jokowi Ungkap Motif Sebenarnya Pilih PSBB Dibanding Karantina Wilayah, Lockdown Itu Apa Sih?
• Anies Baswedan Curhat Kewenangannya Terbatas Cegah Virus Corona di Jakarta, Tak Boleh Lockdown
Kini Presiden Jokowi akhirnya blak-blakan soal alasan tak memilih lockdown sebagai upaya mencegah penyebaran Virus Corona.
Menurut Jokowi, lockdown tak menjadi pilihan karena akan mengganggu perekonomian.
Hal itu disampaikan Jokowi usai meninjau pembangunan rumah sakit darurat covid-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020) kemarin.
" Lockdown itu apa sih? Orang enggak boleh keluar rumah, transprotasi harus semua berhenti baik itu bus, kendaraan pribadi, sepeda mobil, kereta api, pesawat berhenti semuanya. Kegiatan-kegiatan kantor semua dihentikan. Kan kita tidak mengambil jalan yang itu," kata Jokowi melansir Kompas.com.
"Kita ingin tetap aktivitas ekonomi ada, tapi masyarakat kita semua harus jaga jarak aman, social distancing, physical distancing itu yang paling penting," sambungnya.
Itu sebabnya Presiden Jokowi lebih memilih PSBB ketimbang lockdown.
Dengan skema PSBB ini, aktivitas perekonomian tetap berjalan, namun tetap ada sejumlah pembatasan demi mencegah penyebaran covid-19.
Misalnya penerapan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah di daerah yang rawan.
Masyarakat yang terpaksa keluar rumah juga diingatkan untuk displin menjaga jarak satu sama lain.
Selain itu masyarakat juga diingatkan untuk selalu menjaga kebersihan.
"Jadi kalau kita semua disiplin melakukan itu, jaga jarak aman, cuci tangan tiap habis kegiatan, jangan pegang hidung mulut atau mata, kurangi itu, kunci tangan kita, sehingga penularannya betul-betul bisa dicegah," ucap Jokowi.
Catatan Kompas.com, ini adalah pertama kalinya Presiden Jokowi buka-bukaan soal alasan dirinya enggan menerapkan lockdown atau karantina wilayah.
Sebelumnya, dalam sejumlah kesempatan Jokowi juga sempat menegaskan bahwa Pemerintah tak akan mengambil jalan lockdown.
Namun, Jokowi tak pernah mengungkapkan alasan yang gamblang atas pilihannya itu.
• Jika Jakarta Lockdown Cegah Virus Corona, Pemain Persija Ini Ungkap Situasi Bakal Semakin Parah
Misalnya pada jumpa pers di Istana Bogor, Senin (16/3/2020), Jokowi menegaskan bahwa kebijakan lockdown hanya boleh diambil oleh Pemerintah pusat.
Ia melarang Pemda mengambil kebijakan itu.
"Kebijakan lockdown baik di tingkat nasional dan tingkat daerah adalah kebijakan Pemerintah pusat.
Kebijakan ini tak boleh diambil oleh Pemda. Dan tak ada kita berpikiran untuk kebijakan lockdown," kata Jokowi tanpa merinci lebih jauh alasan melarang lockdown.
Selanjutnya, saat rapat dengan gubernur seluruh Indonesia lewat video conference, Selasa (24/3/2020), Jokowi juga kembali menyinggung soal lockdown.
Presiden Jokowi menyebut, ia kerap mendapat pertanyaan kenapa tak melakukan lockdown seperti negara-negara lain.
Lagi-lagi Jokowi tak mengungkap alasan yang gamblang.
Ia hanya menegaskan, setiap negara memiliki karakter dan budaya yang berbeda-beda.
"Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, memiliki budaya yang berbeda, memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda.
Oleh karena itu kita tidak memilih jalan itu (lockdown)," kata Jokowi.
• Kepastian Karantina Wilayah Diputuskan Oleh Jokowi Pekan Ini, Luhut: Kita Tak Kenal Istilah Lockdown
Terbitkan PP PSBB
Presiden Jokowi menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Skema PSBB ini juga sebenarnya diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
Bedanya, pembatasan dengan skema PSBB tidak seketat karantina wilayah.
Pemerintah juga tidak harus menanggung kebutuhan hidup warga selama PSBB diberlakukan.
Dengan terbitnya PP PSBB ini, Presiden Jokowi pun meminta kepala daerah untuk satu visi menangani pandemi Virus Corona.
Sebab, sudah ada payung hukum yang jelas bagi Pemerintah daerah untuk bertindak.
"Jangan membuat acara sendiri-sendiri sehingga kita dalam Pemerintahan juga berada dalam satu garis visi yang sama," kata Jokowi.
Dengan PP yang baru diteken ini, setiap kepala daerah bisa melakukan penerapan PSBB jika menganggap daerahnya sudah rawan penyebaran covid-19.
Namun, PSBB tersebut tetap harus diusulkan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan.
• Tolak Karantina Wilayah dan Lockdown, Jokowi Pilih Opsi Ini Hadapi Virus Corona, Polisi Ada di Depan
Jokowi juga kembali menekankan, dengan terbitnya aturan ini, Pemda dilarang melakukan lockdown atau karantina wilayah.
"Bahwa ada pembatasan sosial, pembatasan lalu lintas itu pembatasan wajar karena Pemerintah daerah ingin mengontrol daerahnya masing-masing.
Tapi sekali lagi, tidak dalam keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan gede, atau (istilah) yang sering dipakai lockdown," kata dia.
Kasus Virus Corona bertambah
Juru bicara Pemerintah untuk penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, menyatakan bahwa pasien covid-19 di Indonesia masih bertambah.
Hingga Rabu (1/4/2020) pukul 12.00 WIB, secara total terdapat 1.677 kasus covid-19 di Tanah Air.
Jumlah ini bertambah 149 pasien dalam periode 24 jam terakhir.
Hal ini diungkapkan Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Rabu sore.
"Untuk kasus konfirmasi positif ada penambahan 149 orang, sehingga sekarang menjadi 1.677," ujar Achmad Yurianto.
Selain itu, Yuri juga memaparkan bahwa dalam periode yang sama terdapat penambahan jumlah pasien covid-19 yang sembuh sebanyak 22 orang.
Total ada 103 pasien yang dua kali hasil tesnya dinyatakan negatif, setelah sebelumnya sempat dinyatakan positif Virus Corona.
Kemudian, terdapat penambahan 21 pasien covid-19 yang meninggal dunia.
Secara keseluruhan, jumlah pasien yang meninggal setelah mengidap covid-19 ada 157 orang.
"Ini memberi bukti kepada kita bahwa penularan di luar masih terjadi, kontak dekat masih diabaikan, kemudian cuci tangan masih belum dijalankan dengan baik," kata Achmad Yurianto.
Berdasarkan data Pemerintah, penambahan 149 kasus positif covid-19 terjadi di 13 provinsi.
Akan tetapi, tidak ada provinsi baru yang mencatat kasus perdana covid-19.
Dengan demikian, hingga saat ini kasus covid-32 ada di 32 provinsi.
Penambahan tertinggi terlihat ada di DKI Jakarta, yaitu 62 kasus baru.
Penambahan ini membuat kasus covid-19 di Ibu Kota tercatat ada 808.
Kemudian, penambahan tertinggi berikutnya terdapat di Jawa Barat dengan 21 kasus baru, serta Sulawesi Selatan dengan 15 kasus baru.
Tiga provinsi di Pulau Jawa, yaitu Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga mencatat penambahan kasus tinggi, yaitu masing-masing 11 kasus baru.
• Paling Pertama Nyatakan KLB, Kota Asal Jokowi Kini Resmi Bebas Virus Corona, Ini Cara Sederhananya
Berikut penyebaran penambahan kasus baru dalam 24 jam terakhir: Data penambahan pasien covid-19:
1. DKI Jakarta: 62 kasus baru
2. Jawa Barat: 21 kasus baru
3. Sulawesi Selatan: 15 kasus baru
4. Banten: 11 kasus baru
5. Jawa Tengah: 11 kasus baru
6. Jawa Timur: 11 kasus baru
7. Bali: 6 kasus baru
8. DI Yogyakarta: 5 kasus baru
9. NTB: 2 kasus baru
10. Sumatera Utara: 2 kasus baru
11. Kalimantan Barat: 1 kasus baru
12. Kalimantan Timur: 1 kasus baru
13. Sulawesi Utara: 1 kasus baru
(*)
IKUTI >> Update virus Corona