Virus Corona

Soal Corona, Aliansi BEM Jakarta Nilai Banyak Langkah Anies Tak Tepat Termasuk Hotel untuk Tim Medis

Sejumlah kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mereka nilai kurang tepat bahkan cenderung bernuansa politis ketimbang solutif.

Editor: Doan Pardede
Tangkapan layar YouTube
KEBIJAKAN ANIES DIKRITIK - Gubernur Anies Baswedan bersama Forkopimda wawancara formal terkait update media Covid-19, Sabtu (28/2/2020). 

Di sisi lain, muncul sikap keberatan sebagian masyarakat yang menganggap lockdown akan mematikan penghidupan orang banyak, terutama mereka yang bekerja di sektor informal dan tidak memiliki uang tabungan.

Jika berada di dalam rumah, mereka tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, termasuk menafkahi keluarga.

Menyikapi hal ini, aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Jakarta Bersuara menyampaikan pandangannya.

Mereka menyoroti dan memberikan kritik atas kinerja Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta, dalam menghadapi penyebaran wabah covid-19 di DKI Jakarta

Ronaldo Zulfikar, mewakili aliansi mengungkapkan, pihaknya mempertanyakan niat Anies Baswedan untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown.

"Yang kami pertanyakan sudah sejauh mana kesiapan Pemprov hingga akan melakukan lockdown. Apakah sudah dilakukan dengan langkah-langkah matang, seperti melakukan kajian dari berbagai aspek, sosialisasi menyeluruh hingga masyarakat paling bawah dan hal lain yang semestinya harus dipikirkan dengan matang," ujar Zulfikar, aktivis mahasiswa dari UHAMKA.

Jangan politisasi

Ginka, aktivis dari Universitas Esa Unggul menambahkan, lockdown sejatinya bukan satu-satunya opsi dalam penanganan pandemi Corona.

Menurutnya, semua bergantung pada sistem pengendalian penyebaran virus. Selama sistem yang dipakai dapat menekan laju penyebaran, maka kita dapat bernafas lega.

Pertanyaan yang muncul ialah tipe kebijakan mana yang cocok diterapkan di Indonesia?

Ginka mencontohkan, kasus Korea Selatan, lockdown tidak diperlukan karena aksi preventif mereka terbukti ampuh.

Walaupun masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa, fasilitas medis siap melaksanakan tes massal hingga belasan ribu dalam sehari sehingga mereka yang terjangkit lebih mungkin diketahui keberadaannya dan dapat segera dikarantina guna mencegah penyebaran lebih lanjut.

Komunikasi terbuka juga dilancarkan dengan gencar mulai dari pemberitahuan kasus baru beserta keterangan lokasinya, update tata cara penanganan, hingga sistem yang melacak mereka yang terinfeksi.

Upaya-upaya tersebut diperkuat dengan birokrasi pengadaan fasilitas kesehatan yang cepat dan terdesentralisasi sehingga penanganan dapat dilakukan dengan cepat.

"Sekarang di Indonesia suda ada WFH (Work From Home), bagi sebagian pegawai itu efektif. Namun, bagi pekerja harian, mereka yang harus mencari uang hari ini untuk makan hari ini, itu yang patut kita perhatikan," ujar Ginka.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved