Gunung Anak Krakatau Erupsi, Mengingat Momen Letusan 'Sang Ibu' yang Lebih Dahsyat dari Bom Atom
Sebelum muncul Anak Krakatau, sang 'ibu' Krakatau pernah memuntahkan isi perutnya dengan sangat dahsyat,
Le Sueur menuliskan kesaksian meletusnya Gunung Krakatau dalam sebuah surat tertanggal 31 Agustus 1883 yang dikirimkan ke atasannya.
Awalnya Le Sueur mendengar suara dentuman yang begitu keras.
Ia mengira dentuman tersebut berasal dari meriam kapal, tak ada sedikit pun prasangka dentuman itu berasal dari Gunung Krakatau.
"Pada hari Minggu sore, menjelang pukul empat, sewaktu saya sedang membaca di serambi belakang rumah saya, tiba-tiba saja terdengar beberapa dentuman yang menyerupai letusan meriam," tulisnya dalam surat.
Tak lama setelah kejadian tersebut, air laut mulai naik dan beberapa kampung di pantai sudah tergenang.
Masyarakat terlihat panik, Le Sueur mencoba menenangkan mereka.
Mereka mulai memanggil-manggil nama Allah.
"Saya menyuruh membawa wanita dan anak-anak ke tempat-tempat yang letaknya lebih tinggi. Air surut lagi dengan cepat, tetapi mulai hujan abu," katanya.
Lalu, sekitar pukul empat pagi, Le Sueur dibangunkan oleh warga kampung yang memberitahu bahwa di kaki langit terlihat cahaya kemerah-merahan.
Pemandangan yang tak biasa terjadi itu membuat Le Sueur khawatir.
Ia memutuskan untuk memeriksa ke bibir pantai sekitar pukul enam pagi pada hari Senin.
Ada hal yang ganjil, yakni permukaan air laut jauh lebih rendah dari biasanya.
Batu karang yang biasanya tak tampak kini menjadi kering.
Le Sueur mendengar guruh sambung-menyambung sehingga ia khawatir akan ada bencana yang lebih mengerikan akan datang.
Setelah sampai di rumah, Le Sueur memanggil Van Zuylen, pembantunya, untuk menulis rancangan surat kepada residen tentang apa yang terjadi.