Virus Corona
Jokowi Pangkas Anggaran Kementerian, Institusi Prabowo Berkurang 8 Triliun Demi Atasi Virus Corona
Presiden Jokowi pangkas anggaran Kementerian, institusi Prabowo KementeriaN Pertahanan berkurang Rp 8 Triliun demi mengatasi Virus Corona, covid-19
TRIBUNKALTIM.CO - Resmi, Presiden Jokowi pangkas anggaran Kementerian, institusi Prabowo Kementerian Pertahanan berkurang Rp 8 Triliun demi mengatasi Virus Corona, covid-19.
Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) tak main-main dalam menangani Virus Corona di Indonesia.
Saat ini jumlah kasus positif covid-19 di Indonesia mencapai 4.241 dengan korban meninggal dunia sebanyak 373 orang.
Presiden Jokowi lantasmemangkas anggaran Kementerian dan lembaga demi penanganan pandemi covid-19.
Nantinya anggaran yang dipangkas itu kemudian akan difokuskan ke Kementerian Kesehatan demi mengatasi Virus Corona.
Adapun yang terimbas pemotongan anggaran ini termasuk Kementerian Pertahanan, KPK, Kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung.
• Anak Buah Jokowi Bebaskan Napi, Ahli Kritik Kebijakan Yasonna, Begitu Bebas, Ada yang Bikin Onar
• Siapkan Simulasi Perubahan Anggaran 2020, Gubernur Isran: Pendapatan Kaltim Turun 25 Persen
• Langkah Senyap Prabowo Bantu Presiden Jokowi Perang Melawan Virus Corona di Indonesia
Diketahui anggaran untuk institusi Prabowo Subianto, Kementerian Pertahanan harus dipangkas Rp 8 triliun.
Sementara itu, Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 tahun 2020 mengenai Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2020 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa
"Untuk melaksanakan kebijakan dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( covid-19 ) dan atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan dilakukan perubahan terhadap postur dan rincian APBN Tahun Anggaran 2020."
Berdasarkan Perpres Nomor 54/2020 yang diakses di Jakarta pada Minggu (12/4/2019) itu, Pasal 1 Ayat 3 dan Ayat 4 mengatur bahwa anggaran pendapatan negara diperkirakan sebesar Rp 1,760 triliun, sedangkan anggaran belanja negara diperkirakan sebesar Rp 2,613 triliun
Anggaran kementerian dan lembaga yang dipotong sebagai berikut:
1. MPR dari semula Rp 603,67 miliar menjadi Rp 576,129 (berkurang Rp 27,531 miliar)
2. DPR dari semulai Rp 5,11 triliun menjadi Rp 4,897 triliun (berkurang Rp 220,911 miliar)
3. Mahkamah Agung dari semula Rp10,597 triliun menjadi Rp10,144 triliun (berkurang Rp 453,518 miliar).
4. Kejaksaan RI dari semula Rp 7,072 triliun menjadi Rp 6,031 triliun (berkurang Rp 1,041 triliun)
5. Kementerian Pertahanan dari semula Rp131,182 triliun menjadi Rp 122,447 triliun (berkurang Rp 8,734 triliun)
6. Kementerian Keuangan dari semula Rp 43,511 triliun menjadi Rp 40,934 triliun (berkurang Rp 2,576 triliun)
7. Kementerian Pertanian dari semula Rp 21,055 triliun menjadi Rp 17,442 triliun (berkurang Rp 3,612 triliun).
8. Kementerian Perhubungan dari semula Rp 43,111 triliun menjadi Rp 36,984 triliun (berkurang Rp 6,127 triliun).
9. Kementerian Sosial dari semula Rp 62,767 triliun menjadi Rp 60,686 triliun (Rp 2,08 triliun)
10. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dari semula Rp 120,217 triliun menjadi Rp 95,683 triliun (berkurang Rp 24,533 triliun)
• Virus Corona, SBY Respon Telegram Kapolri Idham Azis Soal Hina Presiden, Ungkap Ketakutan Jokowi
11. Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional dari Rp 42,166 triliun menjadi Rp 2,472 triliun (berkurang Rp 39,694 triliun)
12. Kementerian Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah dari semula Rp 972,337 miliar menjadi Rp 743,245 miliar (berkurang Rp 229,091 miliar).
13. Badan Intelijen Negara dari semula Rp 7,427 triliun menjadi Rp 5,592 triliun (berkurang Rp 1,835 triliun).
14. Kepolisian Republik Indonesia dari semula Rp 104,697 triliun menjadi Rp 96,119 triliun (berkurang Rp 8,577 triliun).
15. Komisi Pemilihan Umum dari semula Rp 2,159 triliun menjadi Rp1,879 triliun (berkurang Rp 279,6 miliar)
16. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dari semula Rp 2,039 triliun menjadi Rp 1,636 triliun (berkurang Rp 403,56 miliar).
17. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari semula Rp 922,575 miliar menjadi Rp 859,975 (berkurang Rp 62,6 miliar).
18. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dari semula Rp 700,646 miliar menjadi Rp 679,814 (berkurang Rp 20,832 miliar)
19. Badan Pengawas Pemilihan umum dari semula Rp 2,953 triliun menjadi Rp 1,573 triliun (berkurang Rp1,379 triliun)
20. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dari semula Rp 216,998 miliar menjadi Rp 193,123 (berkurang Rp 23,874 miliar).
Sebaliknya, yang bertambah adalah:
1. Kementerian Kesehatan dari Rp 57,399 triliun menjadi Rp 76,545 triliun (bertambah Rp 19,145 triliun)
2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari Rp 36,301 triliun menjadi Rp 70,718 triliun (bertambah Rp 34,416 triliun)
3. Belanja Pemerintah pusat dari Rp1.683 triliun menjadi Rp1.851 triliun (bertambah Rp 167,623 triliun)
Sementara itu, yang tetap adalah:
Badan Ekonomi Kreatif anggarannya tetap Rp 889,661 miliar
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1), anggaran belanja Pemerintah pusat diutamakan penggunaannya dalam rangka penanganan pandemi covid-19 dan atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada belanja:
a. kesehatan;
b. jaring pengaman sosial;
c. pemulihan perekonomian.
• Sebulan Corona di Indonesia, 1.506.713 Pekerja Dirumahkan dan Kena PHK, Respons Jokowi?
Diminta transparan soal anggaran covid-19
Pemerintah diminta lebih transparan dalam hal penggunaan anggaran penanganan covid-19.
Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Wana Alamsyah menuturkan, seharusnya secara berkala Pemerintah menyampaikan jumlah anggaran yang sudah digunakan selama penanganan.
"Seharusnya tugas juru bicara bukan hanya menyampaikan berapa banyak pasien bertambah, sembuh, atau meninggal tetapi juga harus menyampaikan berapa besar uang yang sudah digunakan untuk penanggulangan ini (covid-19)," ujar Wana dalam sebuah diskusi online, Kamis (9/4/2020).
Wana berharap Pemerintah tidak gagal dalam menentukan prioritas penanganan covid-19 di Tanah Air yang malah akan menimbulkan celah korupsi.
Sebab, kata dia, beberapa informasi menyebutkan bahwa Pemerintah telah membeli alat rapid test dengan nilai yang lebih tinggi dari harga aslinya.
Sementara rapid test yang telah dibeli melalui PT RNI sebanyak 500.000 buah, hingga saat ini masih dipertanyakan efektivitasnya.
"Karena uji massal bukan hanya melihat positif-negatif tapi harus melihat virus itu corona atau bukan.
Ternyata rapid test akurasinya hanya 30 persen dibandingkan PCR yang 90 persen," kata dia.
Apalagi, kata Wana, di beberapa negara seperti Ceko, Spanyol, Jerman, Belanda telah mengembalikan rapid test dari China.
Dengan demikian, menurutnya, rapid test bukan prioritas dalam konteks menanggulangi covid-19, melainkan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk uji massal.
Apalagi terkait uji spesimen, tes massal di Indonesia sangat rendah dibandingkan Singapura atau Malaysia sehingga menjadi dapat menjadi masalah tersendiri.
"Rasanya Pemerintah kehilangan prioritas karena sejak awal pandemi muncul, statement pejabat antisains dan cenderung menyepelekan," kata dia.
Dari sisi anggaran, Pemerintah telah menganggarkan Rp 405,1 triliun yang terbagi dalam empat kategori penanggulangan covid-19.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dari bidang kesehatan dianggarkan Rp 75 triliun; Perluasan Jaring Pengaman Sosial Rp 110 triliun;
• Selain PNS, TNI dan Polri, Jokowi Larang Perantauan di Daerah Ini Mudik Saat Ramadhan dan Idul Fitri
Dukungan industri (insentif perpajakan dan stimulus KUR) Rp 70,1 triliun; dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun.
"Dari anggaran besar ini, bagaimana upaya Pemerintah mengajak masyarakat untuk mengawasi kerja-kerjanya?" kata dia.
"Kalau kita lihat beberapa hari ke belakang, Pemerintah tidak serius membuka paritisipasi masyarakat tapi malah mencoba mengkriminalisasikan mereka yang kritik Pemerintah.
Padahal dalam kondisi pandemi seperti ini, seharusnya Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat agar terjadi check and balance," ucap Wana.
(*)
IKUTI >> Update Virus Corona