Breaking News

Virus Corona

Ahli Perancis Sebut Gejala Baru Virus Corona, Tanpa Demam dan Batuk, Perhatikan Bagian Kulit

Penderita diketahui tak lagi mengalami demam ataupun batuk.Namun ada perubahan pada bagian kulit

Freepik.com
Ilustrasi Ahli Perancis Sebut Gejala Baru Virus Corona, Tanpa Demam dan Batuk, Perhatikan Bagian Kulit 

TRIBUNKALTIM.CO - Gejala baru dari serangan virus Corona ataui covid-19 diungkapkan oleh ahli dari Perancis.

Penderita diketahui tak lagi mengalami demam ataupun batuk.

Namun ada perubahan pada bagian kulit yang patut menjadi perhatian

Ahli Perancis baru-baru ini mengatakan bahwa virus corona SARS-CoV-2 dapat menyebabkan gejala dermatologis, seperti pseudo-frostbite (radang dingin semu), kulit kemerahan yang kadang menyakitkan, dan gatal-gatal.

Menurut persatuan dokter spesialis kulit dan penyakit kelamin Perancis (SNDV), gejala dermatologis itu memengaruhi tubuh di luar sistem pernapasan dan kemungkinan terkait dengan infeksi virus corona baru penyebab Covid-19.

Banyaknya pasien Covid-19 yang melaporkan gejala di atas semakin menguatkan bahwa hal ini berhubungan dengan infeksi virus corona.

 Kabar Gembira, WHO Umumkan 3 Vaksin Corona Telah Diujicoba ke Manusia, Bagaimana Hasilnya?

 Anak Buah Idham Azis Beber Peran 3 Orang yang Menolak Pemakaman Jenazah Korban Covid-19 di Banyumas

 Jokowi Dapat Ancaman dari BEM Seluruh Indonesia, Bakal Lancarkan Aksi Andai Presiden Tak Lakukan Ini

"Gejala dermatologis dapat muncul tanpa disertai gejala pernapasan," ungkap SNDV dalam siaran persnya, seperti dilansir The Jerusalem Post, Minggu (12/4/2020).

Sekitar 400 pakar kulit di Perancis telah mendiskusikan gejala baru ini melalui grup WhatsApp khusus.

Mereka menyoroti lesi kulit yang mungkin terkait dengan tanda Covid-19 lainnya, seperti masalah pernapasan.

Untuk diketahui, lesi kulit adalah jaringan kulit yang tumbuh abnormal, baik di permukaan maupun di bawah permukaan kulit.

Dari diskusi itu diketahui bahwa tidak semua pasien Covid-19 mengalami komplikasi dan banyak juga yang tidak mengalami gangguan pernapasan sama sekali, sementara sistem kekebalan tubuh melawan virus.

Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pasien Covid-19 yang tidak merasakan gejala apa pun masih dapat menginfeksi orang lain.

Oleh sebab itu, di rumah saja adalah cara tepat untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona baru.

"Analisis dari banyak kasus yang dilaporkan ke SNDV menunjukkan bahwa manifestasi kulit ini dapat dikaitkan dengan Covid-19. Kami memperingatkan masyarakat dan tenaga medis untuk mendeteksi pasien yang berpotensi menularkan virus secepat mungkin," kata SNDV dalam siaran pers yang dilansir New York Times.

Aneka gejala baru virus corona

Kendati demikian, beberapa gejala baru telah ditemukan selama sebulan terakhir yang mungkin terkait dengan virus corona baru.

Beberapa gejala muncul tanpa disertai gejala pernapasan.

Pada akhir Maret, British Rhinological Society dan American Academy of Otolaryngology melaporkan bukti anekdotal yang menunjukkan bahwa hilangnya indera penciuman dan pengecap menjadi gejala Covid-19.

New York Times pun memberitakan, laporan dari berbagai negara telah mengindikasikan bahwa sejumlah besar pasien Covid-19 mengalami anosmia (gangguan pada indera penciuman), kehilangan indera penciuman, dan ageusia (masih bisa merasakan makanan, tapi kepekaannya berkurang).

Para profesional medis belum mengetahui pasti apa yang menyebabkan gangguan pada indera penciuman dan perasa pada pasien Covid-19.

Beberapa virus mungkin menghancurkan sel atau reseptor sel di hidung, sementara yang lain menginfeksi otak melalui saraf sensor penciuman.

Kemampuan menginfeksi otak dapat menjelaskan beberapa kasus gangguan pernapasan pada pasien Covid-19. Bukti menunjukkan bahwa virus corona dapat menyerang sistem saraf pusat.

Times melaporkan, beberapa pasien Covid-19 juga mengalami masalah neurologis, termasuk kebingungan, stroke, dan kejang.

Beberapa pasien juga melaporkan acroparesthesia, kesemutan, atau mati rasa di area tangan dan kaki.

Sementara pasien yang lain mengalami serangan jantung serius, tetapi tanpa penyumbatan pembuluh darah.

Menurut Forbes, banyak gejala baru yang mungkin merupakan tanda virus corona.

Namun sayangnya, hal ini belum dapat ditangani lebih jauh karena semua dokter di seluruh dunia sibuk menangani pasien Covid-19 yang terus berdatangan.

 Peneliti Ungkap Puncak Penyebaran Corona di Indonesia Bisa Datang Lebih Cepat Dengan Syarat Ini

Waspada gelombang kedua virus Corona

Menurut Epidemiolog, ada ada gelombang kedua Virus Corona yang diprediksi menyerang penduduk yang belum terpapar, Indonesia harus bersiap menghadapinya, berikut penjelasan lengkapnya.

Saat ini, dunia masih menghadapi pandemi covid-19 yang belum diketahui akhirnya dan kini juga perlu diwaspadai akan datangnya gelombang kedua Virus Corona.

Sebenarnya seperti apa gelombang kedua Virus Corona dan apa perbedaannya dengan sebelumnya?

Sejumlah ahli mengatakan Indonesia harus bersiap dengan kedatangan gelombang kedua Virus Corona.

Salah satu peneliti yang mengungkap tentang gelombang kedua Virus Corona adalah Epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.

Sejumlah negara Asia, sebelumnya juga telah mewaspadai datangnya gelombang kedua Virus Corona ini.

Menurut Dicky, pandemi covid-19 berpotensi memiliki beberapa gelombang serangan wabah, termasuk di Indonesia.

Lantas, apa itu gelombang kedua Virus Corona?
Dicky mengatakan, gelombang kedua Virus Corona adalah bila suatu wilayah telah mencapai puncak terkena Virus Corona, kemudian terjadi penurunan, setelah fase penurunan jumlah kasus tersebut terjadi lonjakan kasus lagi.

Adapun puncak kasus, kata Dicky, biasanya dihitung dengan attack rate di angka 3-10 persen penduduk merujuk data di Wuhan.

"Gelombang kedua biasanya menyerang hingga 90 persen penduduk yang belum terpapar tadi," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/4/2020).

Dicky mengungkapkan, gelombang kedua mempunyai masa jeda yang relatif jauh dengan puncak gelombang pertama, bisa memakan waktu sebulan atau lebih.

Seperti halnya di China, gelombang kedua terjadi karena adanya orang dari luar wilayah atau negara yang membawa virus dan menularkan kembali ke populasi yang lainnya.

"Dalam kasus China diduga pembawanya adalah penduduk China yang kembali ke negaranya," ujar Dicky.

 Jokowi Beber 34 Daerah Ini Masih Cuek Virus Corona, Sri Mulyani dan Tito Karnavian akan Potong APBD

Pelacakan kasus kontak

Sedangkan untuk di Indonesia, ia menyarankan untuk fokus pada kondisi saat ini dengan intensifikasi dan ekstensifikasi test, pelacakan kasus kontak, perawatan dan isolasi.

Dalam proyeksinya, puncak kurva di Indonesia akan terjadi di awal Mei, dengan asumsi intervensi yang masih sama dengan saat ini.

"Awal atau akhir setiap gelombang tak bisa diprediksi tepat namun dapat diperkirakan, walau kadang sedikit tricky.

Misalnya DKI melakukan PSBB ketat selama sebulan, dan terjadi penurunan angka kasus baru, dan memutuskan untk membuka atau meniadakan PSBB, pada kondisi tersebut bisa saja disebut gelombang pertama," kata Dicky.

Saat Larangan Bepergian Dicabut

Setiap wilayah berpotensi alami gelombang kedua

Menurut Dicky, selama solusi belum ada yaitu obat dan vaksin atau herd imunity terjadi, maka setiap wilayah akan berpotensi mengalami gelombang kedua atau ketiga.

Hal ini, imbuh Dicky, sama halnya seperti perjalanan panjang manusia saat pandemi flu pada 1918-1920.

Dicky mengungkapkan, pandemi covid-19 ini harus dipahami secara utuh.

"Saya melihat pemerintah pusat atau daerah belum memahami ini. Terlihat dari pendekatan strategi masih belum menyentuh strategi utama pandemi yaitu tes trace treat dan isolate.

Plus upaya pencegahan seperti pembatasan sosial dan fisik yang di dalamnya masuk PSBB, cuci tangan dan bermasker," papar Dicky.

 Karni Ilyas Terang-terangan Ungkap Paham Alasan Jokowi Tak Tetapkan Lockdown, Kritik Cara PSBB

Ketika disinggung apakah jumlah kasus di gelombang kedua akan lebih tinggi dari gelombang pertama, ia tak bisa menjawabnya.

Hal itu lantaran selama pemerintah belum mengetahui berapa sebetulnya jumlah penduduk yang telah terinfeksi covid-19.

Adapun solusinya dapat dengan cara meningkatkan tes secara masal dan agresif sehingga bisa diperkirakan jumlah yang positif.

"Namun akan lebih tepat dan ideal bila melakukan juga survei serologi agar analisa yang didapat relatif lebih bisa dipercaya untuk menggambarkan berapa jumlah penduduk yang masih rawan," kata Dicky.

Menurutnya, semakin besar jumlah penduduk yang belum terinfeksi maka logikanya potensi penduduk yang akan terinfeksi dalam gelombang berikutnya akan semakin besar.

Ikuti >>> Update Virus Corona

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gejala Baru Virus Corona, Kulit Merah dan Gatal-gatal", https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/14/101300223/gejala-baru-virus-corona-kulit-merah-dan-gatal-gatal?page=all#page3


Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved