Ulas Kasus Harun Masiku dan PDIP, Komentar Refly Harun Melebar ke Gerindra, Partai Prabowo Disindir

Menurutnya, Gerindra sama saja dengan PDIP, menempatkan orang-orang yang tidak kompeten untuk menduduki kursi di DPR.

Editor: Doan Pardede
Tribunnews
KASUS HARUN MASIKU - Ulas kasus Harun Masiku, Refly Harun soroti cara PDI Perjuangan dan Gerindra dalam menentukan kader yang akan duduk di Senayan 

TRIBUNKALTIM.CO - Komentar Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun saat membahasa kasus Harun Masiku dan PDIP melebar. 

Refly Harun juga ikut menyindir Partai yang dipimpin Prabowo Subianto, Gerindra.

Menurutnya, Gerindra sama saja dengan PDIP, menempatkan orang-orang yang tidak kompeten untuk menduduki kursi di DPR.

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Refly seusai dia membahas bagaimana DPP PDIP berupaya begitu keras memasukkan Harun Masiku ke Senayan.

• Refly Harun Bongkar Kronologi Kasus Harun Masiku hingga Singgung Peran Bos PDIP Megawati dan Hasto

• Kabar Terbaru Harga BBM dari Pemerintah Jokowi Saat Harga Minyak Dunia Sentuh 0 Dollar Per Barel

• Bos ILC Karni Ilyas Terang-terangan Tak Sepakat PSBB, Anies Baswedan Lebih Dulu Terapkan

• Viral di WhatApp, Mesin ATM Tempat Tertinggi Penularan Virus Corona, Penjelasan IDI & Langkah Aman

Padahal, berdasarkan perolehan suara, Harun Masiku saat itu berada di urutan keenam.

Dikutip dari YouTube Refly Harun, Selasa (21/4/2020), Refly mulanya menjelaskan bahwa ia tidak bisa menjawab dimana Harun Masiku berada.

"Saya tidak bisa menjawab lebih lanjut di mana Harun Masiku," ujar Refly.

Ia hanya bisa menjelaskan bagaimana DPP PDIP begitu keras kepala ingin memasukkan Harun Masiku ke Senayan.

Padahal saat itu perolehan suaranya lebih kecil dibandingkan Caleg PDIP lainnya yang berada di daerah pemilihan yang sama.

Kemudian Refly menyindir Gerindra yang menurutnya juga menempatkan orang-orang tidak kompeten untuk menempati kursi anggota dewan yang terhormat.

"Dan ini sebenarnya partai-partai lain juga, Gerindra juga saya kritik misalnya," ujar Refly.

"Kenapa ini menarik orang-orang yang tidak berhak sesungguhnya untuk menduduki kursi (DPR)," lanjutnya.

• Akibat Wabah Virus Corona, Keberangkatan Calon Jamaah Haji Kukar Belum Ada Kepastian

• 3 Fakta Yulie Nuramelia Warga Serang Meninggal Dunia Akibat Kelaparan di Tengah Pandemi Virus Corona

Refly kemudian mengatakan bahwa PDIP berdalih alasan memperjuangkan Harun Masiku untuk menempati DPR sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2019.

Namun menurutnya Putusan MA hanyalah sebuah rekomendasi.

"Saya bisa berdebat, putusan Mahkamah Agung itu tidak eksplisit," kata Refly.

"Memang fatwa MA mengatakan itu adalah hak partai politik, tapi fatwa tidak mengikat," sambungnya.

Refly menjelaskan bahwa putusan MA hanya memberikan sebuah pertimbangan mengenai Ius Constituendum, yakni hukum yang masih dicita-citakan.

Ia lalu menyinggung bahwa dirinya juga pernah berdepat dengan Kader PDIP Adian Napitupulu mengenai Putusan MA tersebut.

Bedah Alasan PDIP Usung Harun Masiku

Kemudian Refly membacakan soal pendapat MA, pada Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019.

• Kabar Gembira Amerika Serikat Disebut Berhasil Temukan Obat Virus Corona, Pasien Pulih dengan Cepat

• Membingungkan, Pasien PDP Corona Ini Dites 10 Kali Hasilnya Berubah-ubah Positif Negatif, Lapor WHO

Berikut bunyi pendapat MA pada putusan tersebut:

"Oleh karena itu, perolehan suara calon anggota legislatif yang meninggal dunia untuk Pemilihan Anggota DPR dan DPRD dengan perolehan suara terbanyak seharusnya menjadi kewenangan diskresi dari pimpinan partai politik untuk menentukan kader terbaik sebagai anggota legislatif yang akan menggantikan calon anggota legislatif yang meninggal dunia tersebut dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan,"

Refly menggaris bawahi kata seharusnya, dan perundang-undangan.

Pertama Refly membahas kata seharusnya, ia menjelaskan bahwa kalimat seharusnya adalah saran, bukan suatu keharusan.

Selanjutnya Refly juga menyoroti bahwa MA menyarankan agar tetap sesuai dengan perundang-undangan, yang mana Pemilu Indonesia menganut sistem proporsional terbuka.

"Apalagi dikatakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Refly.

"Undang-undangnya adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menganut sistem proporsional terbuka," lanjutnya.

Kemudian Refly lanjut menjelaskan bahwa MA juga menolak tuntutan PDIP kepada KPU untuk mengalokasikan suara caleg yang meninggal dunia sesuai pilihan piminan partai politik.

Berdasarkan pemaparannya tadi, Refly menjelaskan seharusnya suara terbanyak yang dimiliki oleh Caleg yang telah meninggal dunia, jatuh kepada pemilik suara terbanyak di urutan kedua, bukan Harun Masiku yang berada di urutan keenam.

"Menurut logika yang lurus adalah kursi akan jatuh pada suara terbanyak nomor dua," kata Refly.

"Itulah sebabnya mungkin karena saking ngototnya Harun Masiku, akhirnya terjebak untuk menyuap anggota KPU Wahyu Setiawan ," tandasnya.

Simak videonya mulai menit ke-11.44:

Kejanggalan Kasus Harun Masiku

Pada segmen sebelumnya, Refly telah menyoroti sejumlah fakta-fakta aneh pada diri Harun Masiku.

Ia mengatakan kesempatan Harun Masiku menjadi anggota DPR sangatlah kecil, karena perolehan suaranya berada di urutan keenam.

"Kenapa tiba-tiba Harun Masiku ngotot ingin menjadi anggota DPR, padahal perolehan suaranya hanya nomor 6," kata Refly.

Refly juga menyinggung soal upaya PDIP yang terus-terusan memperjuangkan Harun Masiku agar bisa mendapat posisi di Senayan.

"Lalu kemudian kenapa Partai PDIP mau memperjuangkan dia," lanjutnya.

Hingga fakta keterlibatan sejumlah nama besar seperti mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus Harun Masiku.

"Kenapa pula kemudian tiba-tiba harus membayar kepada anggota KPU Wahyu Setiawan yang akhirnya dicopot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bersama mantan anggota Bawaslu Tio Agustina Fridelina, dan satu orang lagi Saiful Bahri," papar Refly.

Meninggalnya Caleg Terpopuler

KASUS HARUN MASIKU - CTV rekaman Harun Masiku di Bandara Soekarno-Hatta
KASUS HARUN MASIKU - CTV rekaman Harun Masiku di Bandara Soekarno-Hatta (Kolase youtube kompastv dan kpu.go.id)

Refly menjelaskan peristiwa Harun Masiku bermula saat calon legislatif PDIP daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I meninggal dunia.

Pria yang masih merupakan saudara almarhum suami Megawati Soekarnoputri itu telah tutup usia pada tahun 2019.

Tak disangka, nama Nazaruddin kiemas justru memperoleh suara terbanyak saat pemilihan legislatif 2019.

"Ndelalahnya (tak disangka-sangka -red) pada hari H pemilihan, yang bersangkutan (Nazaruddin Kiemas) mendapatkan suara terbanyak, pertama, melebihi calon-calon PDIP lainnya di Dapil Sumsel I," papar Refly.

Refly lalu menjelaskan berdasarkan aturan KPU suara kepada orang yang meninggal tetap sah, namun menjadi suara partai politiknya.

"Aturan KPU mengatakan bahwa suara ini tetap sah dihitung suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, walaupun orangnya sudah meninggal, karena ini adalah sistem proporsional," kata Refly.

Apabila mengikuti aturan KPU suara terbanyak tersebut akan jatuh kepada caleg dengan suara terbanyak nomor dua, dalam kasus ini seharusnya jatuh kepada Riezky Aprillia.

"Tentu saja akan jatuh pada suara terbanyak nomor dua," kata Refly.

Namun karena suatu alasan yang tidak diketahui, Refly mengatakan PDIP masih mengusahakan Harun Masiku yang menduduki kursi DPR, atau Harun Masiku yang ngotot melobi PDIP.

"Rupanya DPP PDIP mungkin menginginkan Harun Masiku atau entah Harun Masiku yang melobi DPP PDIP," ucap Refly.

Namun secara aturan yang berlaku, sangat sulit bagi Harun Masiku mendapatkan suar dari Nazaruddin Kiemas, karena dirinya berada di urutan keenam.

Sementara suara terbanyak akan diprioritaskan untuk dilaokasikan kepada caleg dengan suara terbanyak di bawahnya, yakni urutan kedua, ketiga, dan seterusnya.

"Karena dia cuma nomor enam, secara teoritis kan tidak mungkin dia menggantikan Nazaruddin Kiemas, pasti jatuh pada nomor dua," kata Refly.

PDIP Mulai Bergerak

Refly lalu bercerita akhirnya PDIP mulai mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung (MA) agar suara Nazaruddin Kiemas tetap menjadi miliknya.

"Maka kemudian PDIP mengajukan judicial review kepada ketentuan KPU yang mengatakan bahwa suara yang meninggal adalah tetap sah menjadi suara partai politik, bukan suara orang yang meninggal," papar Refly.

Sedangkan permohonan lainnya, PDIP ingin agar suara yang menjadi milik Nazaruddin Kiemas bisa dialokasikan sesuai keinginan PDIP.

"Kemudian PDIP menginginkan mereka bisa menentukan siapapun yang akan mereka tunjuk sebagai pengisi kursi yang kosong itu, Nazaruddin Kiemas," kata Refly.

KASUS HARUN MASIKU - Jumlah perolehan suara Harun Masiku
KASUS HARUN MASIKU - Jumlah perolehan suara Harun Masiku (YouTube Refly Harun)

Di sini Refly mulai merasa aneh mengapa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sampai mau turun tangan menandatangani surat untuk pengajuan judicial review tersebut.

"Saya tidak tahu kenapa misalnya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Sekjen Hasto Kristiyanto mau menandatangani surat kuasa, atau pengajuan judicial review tersebut," jelas Refly.

"Berarti canggih betul lobi Harun Masiku ini," sambungnya.

Namun karena MA menolak permohonan PDIP soal bebas menentukan alokasi suara, akhirnya PDIP bergerak melobi KPU.

"Mahkamah Agung mengatakan itu bukan ranah judicial review, itu adalah ranah yang lain, karena sudah pelaksanaan dari undang-undang," kata Refly.

Sama seperti MA, KPU pun ikut menolak, Refly bahkan setuju atas keputusan KPU menolak permohonan dari PDIP tersebut.

"Ternyata KPU menolak, dan saya setuju penolakan tersebut, karena saya paham orang-orang KPU itu adalah orang-orang yang paham betul dengan pemilu, dengan sistem proporsional terbuka," terangnya.

Dimulainya Kasus Suap KPU

Kemudian setelah Riezky Aprillia dilantik pada 1 Oktober 2019, PDIP belum berhenti memperjuangkan nasib Harun Masiku.

"Tetapi rupanya di tengah jalan Harun Masiku masih ngotot," kata Refly.

KASUS HARUN MASIKU - Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari.
KASUS HARUN MASIKU - Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. (Tribunnews/Jeprima)

Akhirnya PDIP mengajukan mekanisme PAW kepada KPU.

"DPP PDIP masih mengusulkan yang bersangkutan agar bisa PAW (Pergantian Antar- Waktu)," kata Refly.

Tetapi cara tersebut masih tidak bisa dilakukan, karena Harun Masiku adalah caleg diurutan keenam dalam perolehan suara.

Setelah itu karena Harun Masiku masih bergerak untuk melobi, Refly bercerita mulai ada anggota KPU yang tergoda suap.

Kemudian terjadilah kasus dugaan suap Harun Masiku yang sampai saat ini keberadaannya masih menjadi tanda tanya.

"Dan akhirnya karena Harun Masiku ngotot untuk menjadi anggota DPR, maka terjadilah rupanya ada anggota KPU yang tergoda," kata Refly.

"Lalu kemudian brokernya juga mantan Anggota Bawaslu yang saya kenal baik," tandasnya. (TribunWow.com/Anung)

Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul Bahas Harun Masiku, Refly Harun Turut Sindir Gerindra: Menarik Orang-orang yang Tidak Berhak

Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved