Ramadhan
Itikaf Dilaksanakan di Rumah Selama Wabah Corona? Begini Pandangan Para Ulama
Selama wabah Corona melanda Indonesia, mengenai ibadah sholat berjamaah di masjid atau mushola ditiadakan sementara.
Dijelaskan oleh Imam Nawawi di dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al Muhadzab Jilid 6 halaman 478.
"Imam Nawawi menyampaikan 'Dan tidak sah itikaf dari seorang laki-laki kecuali dalam masjid," terang Ustaz Darwis.
Ini juga berdasar dari qalam Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187.
"..Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya..." (Q.S Al-Baqarah :187).
Di dalam mahzab Hambali yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni jilid 3 halaman 189 juga diterangkan,
"Dan tidak sah itikaf selain di masjid, jika yang itikaf itu adalah seorang laki-laki," jelas Ustaz Darwis mengutip kitab Al-Mughni.
Dengan demikian terang ittikaf hanya bisa dilakukan di masjid menurut mahzab Syafii dan Hambali.
Pandangan dari mahzab Syafii dan Hambali tersebut juga digunakan oleh lembaga fatwa mesir terkait itikaf di saat pandemi covid-19.
Baca Juga: Cara Konsultasi Psikologi Gratis Persembahan Puspa Kalimantan Utara, Cocok Bagi Terdampak Corona
Baca Juga: Polri Beber 106 Napi Asimilasi Corona Berbuat Kriminal Lagi, Ini 3 Polda dengan Kasus Tertinggi
Meski begitu, terdapat satu hadist yang menyebutkan bahwa :
Jika seorang hamba sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka dicatatkan baginya sebagaimana kebiasaan yang dia lakukan ketika dia mukim dan ketika dia sehat.
"Artinya ketika seseorang, di tahun sebelumnya melakukan itikaf, maka dia tetap mendapatkan pahala itikaf meskipun dia tidak itikaf tahun ini, karena ada niat dalam hatinya ingin itikaf dan kebiasaan yang sudah dia lakukan," jelas ustaz Darwis.
Sementara itu, terdapat pula pandangan lain yang menyatakan itikaf bisa dilakukan di rumah saja.
Hal itu seperti dijelaskan dalam kitab Badzlul Majhud pada jilid 6 halaman 187 yang memuat pandangan Muhammad bin Umar bin Lubabah, seorang imam dalam madzhab Maliki.