Khawatir Terjadi Kegaduhan di Masyarakat, Dinkes Berau Batalkan Rapid Test Massal
Hal ini dikhawatirkan akan terjadi kegadugan di tengah-tengah masyarakat Rapid Diagnosis Tes (RDT) ini dilakukan
TRIBUN KALTIM.CO,TANJUNG REDEB -Rencana Pemerintah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur melalui Tim Gugus Tugas untuk melakukan Rapid Diagnosis Tes (RDT) secara massal akhirnya dibatalkan.
Hal ini dikhawatirkan akan terjadi kegadugan di tengah-tengah masyarakat Rapid Diagnosis Tes (RDT) ini dilakukan untuk mengetahui apakah warga terjangkit Virus Corona atau covid-19 atau tidak.
Sebelum memutuskan untuk membatalkan Rapid Diagnosis Tes (RDT) sudah melalui pertimbangan panjang.
Dinas Kesehatan Berau Iswahyudi ke TribunKaltim.co mengatakan rapid tes tidak jadi dilakukan dengan pertimbangan panjang.
Baca Juga
Keputusan Bersama 4 Kementerian Soal Panduan Penyelenggaraan Tahun Ajaran Baru Saat Pandemi Corona
Ahli Epidemiologi Sebut Lonjakan Kasus Corona di Indonesia tak Berarti Kondisinya Memburuk
Terdampak Corona, 25 Pelaku Pariwisata di Penajam Paser Utara Mendapat Bantuan Sosial
Selain itu, kesiapan alat swab jadi kendala sehingga jika dipaksakan untuk rapid test massal dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Rapid massal memang kita tidak jadi laksanakan kerena pertimbangan yang panjang termasuk kesiapan dari swab.
Menerima hasil swab cukup panjang sehingga memberi dampak sosial yang timbul di masyarakat,
sehingga RDT kita prioritaskan ke yang lain, misal beberapa waktu lalu ada pendatang untuk kepentingan pekerja dari ekonomi lemah maka kita bantu," kata Iswahyudi, Senin (15/6/2020).

Lanjut Iswahyudi, RDT juga akan di prioritaskan untuk mahasiswa atau pelajar asal Berau yang akan kuliah atau belajar di luar daerah.
"Kita selektif, dan mahasiswa kita akan atur yang menangani Labkesda bersama Dinas Kesehatan, nanti kita susun syaratnya jadi yang RDT gratis memang betul-betul mahasiswa bukan orang pelaku perjalanan," tegasnya.
Sebelumnya, Bupati Berau H Muharram yang juga ketua tim gugus tugas menolak rencana RDT massal yang dinilai tujuannya tidak jelas.
"Kita tidak mau melakukan Rapid Diagnosis Tes (RDT) massal yang berakibat munculnya kegaduhan baru sementara hasil dari rapid test sendiri serba tanda tanya," kata Muharram
"Ketika positif, itu positif yang palsu ketika negatif juga negatif yang palsu sehingga menurut saya ini sangat tidak objektif jika seseorang diberi status positif meski itu rapid test karena itu membuat was-was yang bersangkutan. Secara psikologi tidak nyaman juga untuk lingkungan dan keluarganya," jelasnya.
Baca Juga
Kabar Buruk Virus Corona, Indonesia Catat Angka Kematian Covid-19 Tertinggi dalam Sehari
Vladimir Putin Bandingkan Penanganan Virus Corona Rusia dengan Amerika, Pemda Tak Ikuti Presiden
Wali Kota Risma Pingsan Saat Rapat Terkait Corona, Bagitu Siuman Langsung Kerja Kembali
Lanjut Muharram mengatakan dari pada menciptakan kegaduhan baru yang pada akhirnya tidak terjadi karena bisa saja yang positif jadi negatif dan yang negatif jadi positif,
maka alat RDT diprioritaskan termasuk untuk mahasiswa atau pelajar yang akan keluar dari Berau untuk melanjutkan pendidikan. (*)