Virus Corona
Dokter Tulis Aku Kuat di Baju Hazmat, Begini Faktanya
Hampir empat bulan mereka terus berjibaku dengan kondisi ini. Mata mereka terlihat lelah, namun wajahnya sumringah. Senin (15/6/2020)
Penulis: Miftah Aulia Anggraini |
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - PANDEMI Covid-19 belum usai. Hari demi hari jumlah kasus pasien terkonfirmasi positif di Indonesia justru terus bertambah.
Tak dipungkiri para dokter, perawat, maupun tenaga medis pun kian hari makin lelah. Apalagi rutinitas mereka yang wajib mengenakan baju hazmat tak bisa dipisahkan ketika hendak bertemu pasien Covid-19.
Hampir empat bulan mereka terus berjibaku dengan kondisi ini. Mata mereka terlihat lelah, namun wajahnya sumringah. Senin (15/6/2020), Tribun Kaltim berkesempatan melihat ruang kerja mereka.
Dengan memakai alat pelindung diri lengkap, Tribun Kaltim memasuki ruang isolasi salah satu rumah sakit rujukan pasien Covid-19 di Balikpapan, Kalimantan Timur itu. Ya, tepatnya di RSUD Kanujoso Djatiwibowo (RSKD).
Rumah sakit ini memiliki sejumlah ruang isolasi dengan 80 kapasitas bed untuk menampung pasien Covid-19.
Ada ruang Mawar digunakan untuk pasien PDP, Soka untuk pasien positif Covid-19, Kemuning sebagai ruang isolasi tambahan, serta ICU sebagai tempat pasien Covid yang membutuhkan penanganan ekstra.
"Jadi inilah ruangan kami di RSKD untuk merawat pasien Covid-19. Kalau masuk pun tidak gampang. Ada tiga lapis pintu yang sudah disesuaikan dengan zonanya," tutur Wakil Direktur Pelayanan, dr Achmad Zuhro Ma'ruf, saat mendampingi Tribun Kaltim berkeliling ruang isolasi.
Semua ruang isolasi di RSKD yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19, telah memiliki alat untuk menyaring udara bertekanan negatif, yakni hepafilter atau biasa dikenal dengan Exhaust Fan.
Dari pengamatan, setiap kamar memiliki dua alat ini. Satu tertempel di dinding untuk menyerap udara dan menyaringnya keluar.
Dan satu lagi menjadi alat sirkulasi di dalam ruangan. Yang membedakan ruang isolasi dengan ruang rawat inap biasa hanyalah alat itu. Semua fasilitas, tempat tidur, televisi, dan pendingin ruangan tersedia.
"Jadi memang alat hepafilter ini untuk menyaring udara yang kotor, kemudian dibuang keluar. Dan waktu dibuang juga sudah dipastikan aman karena sudah melalui penyaringan. Sementara biasanya dalam satu kamar ini terisi 2-4 orang," bebernya.
Lain halnya ketika berada di ruang ICU Covid-19. Para perawat dan penjagaan sterilitas diri semakin ketat.
Pun terlihat ruang isolasi itu nampak transparan. Tribun Kaltim juga mencoba melihat lebih dekat, tampak satu dokter dan seorang perawat sedang mengambil swab ketiga pasien di ruang ICU. Mereka tampak menenangkan pasien agar tak tegang.
Seorang dokter yang menggunakan APD lengkap berwarma putih itu menuliskan sesuatu di bagian punggung belakang bajunya.
Ternyata tulisan "AKU KUAT" menjadi salah satu stimulus yang diberikan pada para pasien untuk termotivasi agar bisa sembuh dari penyakit yang bermula dari Wuhan,China itu.
Sementara, di ruang ICU juga tak ada suara juga yang bisa masuk, sehingga komunikasi antarperawat yang berada di zona hijau dan merah pun memerlukan Handy Talky.
"Jadi kalau di sini memang lebih ketat. Mereka perawat jika sudah tidak kuat, lebih baik angkat tangan dan langsung diganti petugas lain. Biasanya juga yang masuk ke dalam zona merah ini ada dua perawat sekira 2,5-3 jam di dalam," terangnya.
Lebih rinci digambarkan, setiap ruang isolasi maupun ruang ICU, memiliki ruangan di dalam ruang.
Tiga pintu harus dilewati demi bisa merawat pasien Covid-19. Sementara perawat lain juga bisa memantau dan berjaga melalui CCTV di dalam ruangan yang masih masuk dalam kategori zona hijau, atau pada batasan pintu lapis pertama.
"Kami pantau dari sini di CCTV semua terlihat aktivitas pasien, jadi kalau terjadi apa-apa kami bisa langsung bertindak," katanya.
Sementara pria yang akrab disapa Dokter Ma'ruf itu pun meminta masyarakat Balikpapan tak menstigma negatif.
Ia berpesan agar setiap masyarakat meningkatkan kebersihan, menjaga perilaku jaga jarak, dan lainnya meski saat ini menuju tatanan new normal.
"Kami harap semua bisa berjalan baik, warga bisa tetap waspada. Kami minta agar bisa mematuhi protokol Covid, sebab kami pun ingin semua kembali bisa normal," tambahnya.
Dexamethasone, Obat Covid-19?
Inilah dexamethasone, obat yang kurangi risiko kematian pasien covid-19 yang kritis, penjelasan lengkap WHO.
Berdasarkan temuan awal, obat dexamethasone berhasil mengurangi risiko kematian pada pasien covid-19 yang kondisi kritis atau parah.
Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) menyambut baik temuan ilmuwan Oxford mengenai obat Dexamethasone, berikut penjelasan lengkap WHO mengenai dexamethasone
Sekelompok ilmuwan dari Universitas Oxford melakukan pengujian obat dexamethasone terhadap 2.000 pasien covid-19.
Mereka membandingkan dengan 4.000 pasien yang tidak diberikan dexamethasone.
Dexamethasone adalah obat untuk mengatasi peradangan, reaksi alergi, dan penyakit autoimun.
• Pakar Farmakalogi UI Desak Temuan Obat Corona Tim Unair Diuji, Publikasi di Jurnal Ilmiah
• Belum Ada Pengumuman Resmi Penemuan Obat covid-19, Bagaimana Temuan Unair? Penjelasan Lengkap Rektor
• Unair Klaim Temukan Obat covid-19, Masih Berstatus Obat Program, Penjelasan dan Rencana Uji Klinis
• Jubir Gugus Tugas covid-19 Kaltara Sebut Ada Pasien yang Diam-diam Buang Obat
Dexamethasone termasuk dalam golongan obat kortikosteroid.
Hasilnya, sekitar 19 dari 20 pasien yang mengidap covid-19 sembuh tanpa harus dilarikan ke rumah sakit.
Terlebih lagi, dexamethasone terbukti menyembuhkan pasien yang kritis atau dalam kondisi parah.
Di Inggris, dexamethasone digunakan sejak awal pandemi covid-19 dan telah menyelamatkan sekitar 5.000 nyawa.
WHO menyambut baik
World Health Organization ( WHO ) menyambut baik temuan awal penggunaan dexamethasone untuk mengobati pasien covid-19 yang berada dalam kondisi kritis.
Mengutip situs resmi WHO, Rabu (17/6/2020), pasien yang menggunakan ventilator pengobatan ini terbukti mengurangi tingkat mortalitas sebanyak sepertiganya.
Sementara itu, pada pasien yang membutuhkan bantuan oksigen, tingkat mortalitas berkurang seperlimanya.
Namun, WHO menegaskan, temuan awal ini baru efektif pada pasien covid-19 dalam kondisi kritis.
Temuan ini belum terbukti efektif pada pasien covid-19 yang memiliki gejala ringan.
Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, ini adalah pengobatan pertama yang terbukti mengurangi angka mortalitas pada pasien covid-19 yang membutuhkan oksigen atau ventilator.
“Ini berita yang sangat baik dan saya memberi selamat kepada Pemerintah Inggris, Universitas Oxford, dan kepada banyak rumah sakit di Inggris yang berkontribusi dalam menyelamatkan nyawa,” tuturnya.
Situs WHO menyebutkan, dexamethasone adalah steroid yang telah digunakan sejak tahun 1960-an untuk mengurangi peradangan dan beberapa kondisi lainnya, termasuk kanker.
Dexamethasone telah masuk daftar WHO Model List of Essential Medicines sejak 1977 dalam berbagai formulasi.
Obat ini bisa didapatkan hampir di semua negara.
Para peneliti telah memberikan informasi mengenai temuan awal ini, dan WHO kami menunggu analisis penuh di kemudian hari.
“WHO akan mengoordinasi meta-analisis untuk meningkatkan pemahaman kita terhadap penemuan ini.
Panduan klinis WHO juga akan diperbarui sebagai informasi kapan obat ini harus digunakan pada pasien covid-19,” sebut situs WHO.
Temuan awal Ilmuwan Inggris
Dexamethasone ( deksametason) adalah terobosan besar dalam perang melawan virus corona menurut ilmuwan Inggris.
Kemarin Selasa (16/6/2020) para ahli yang dipimpin tim Universitas Oxford mengungkap temuan awal yang menunjukkan dexamethasone berhasil mengurangi risiko kematian pada pasien covid-19 dengan kondisi parah.
Ini berarti, dexamethasone merupakan obat pertama yang terbukti secara efektif bekerja melawan virus corona.
Dexamethasone adalah obat steroid berdosis rendah yang biasanya digunakan untuk mengobati berbagai reaksi alergi serta rheumatoid arthritis dan asma, gangguan darah/hormon/sistem kekebalan tubuh, masalah pernapasan, gangguan usus tertentu, dan kanker tertentu.
Dilansir AFP, Selasa (16/6/2020), dexamethasone merupakan obat anti-inflamasi, yakni kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, sehingga meredakan nyeri dan menurunkan demam.
Tim meresepkan dexamethasone ke sekitar 2.000 pasien covid-19 dengan kasus parah.
Hasilnya, obat ini mampu mengurangi risiko kematian dengan rasio satu banding tiga untuk pasien yang menggunakan ventilator dan satu banding lima untuk pasien yang menggunakan tabung oksigen.
Dosis harian dexamethasone dapat mencegah satu dari delapan kematian pasien yang menggunakan ventilator dan menyelamatkan satu dari setiap 25 pasien yang membutuhkan tabung oksigen.
Selain meresepkan dexamethasone kepada 2.000 pasien covid-19 dengan kasus parah, tim juga melibatkan 4.000 pasien sebagai kelompok kontrol.
Kelompok kontrol ini tidak diberi dexamethasone.
"Dexamethasone adalah obat pertama yang terbukti meningkatkan harapan hidup pasien covid-19. Hasil ini sangat disambut baik," ucap Peter Horby, profesor Emerging Infectious Diseases di Departemen Kedokteran Nuffield, Universitas Oxford.
"Dexamethasone tidak mahal, tersedia di seluruh dunia, dan dapat digunakan untuk menyelamatkan nyawa pasien covid-19 di seluruh dunia," imbuh dia.
Dari hasil uji yang membahagiakan ini, Sekretaris Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan bahwa pasien di Inggris akan segera diberi dexamethasone.
Seandainya obat ini digunakan untuk mengobati pasien di Inggris sejak awal pandemi, peneliti memperkirakan 5.000 nyawa bisa diselamatkan.
Kondisi pasien
Hasil uji coba ini sangat menjanjikan.
Pasalnya, sekitar 40 persen pasien covid-19 yang menggunakan ventilator berakhir meninggal karena seringkali respons inflamasi tubuh yang tidak terkendali terhadap virus.
Sementara itu, angka kematian pasien dengan ventilator yang diberi dexamethasone turun menjadi kurang dari 30 persen.
"Ini adalah terobosan besar. Dexamethasone adalah obat pertama dan satu-satunya yang menunjukkan perbedaan signifikan terhadap kematian pasien covid-19," kata Nick Cammack, pemimpin pemercepat terapeutik covid-19 di badan amal kesehatan Wellcome Trust.
"Obat ini berpotensi mencegah satu kematian pada delapan pasien yang bernapas dibantu ventilator," imbuh dia.
Kendati demikian, percobaan menunjukkan bahwa dexamethasone tidak efektif dalam merawat pasien covid-19 dengan kasus ringan.
Ikuti >>>> Update Virus Corona
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Temuan Awal, Dexamethasone Terbukti Efektif Selamatkan Pasien covid-19" dan "WHO Sambut Baik Dexamethasone untuk Digunakan pada Pasien covid-19".