Kepala BPJT Bantah Pernyataan Rektor Uniba yang Sebut Tarif Tol di Jawa Rp 200/Km, Ini Data Riilnya

Pernyataan Ketua Perlindungan Konsumen Nusantara Balikpapan, Piatur Pangaribuan soal tarif tol di Pulau Jawa senilai Rp 200 per kilometernya langsung

ISTIMEWA
Kepala BPJT, Danang Parikesit membantah pernyataan Ketua Perlindungan Konsumen Nusantara Balikpapan, Piatur Pangaribuan yang menyebut tarif tol di Pulau Jawa senilai Rp 200 per kilometernya. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Pernyataan Ketua Perlindungan Konsumen Nusantara Balikpapan, Piatur Pangaribuan soal tarif tol di Pulau Jawa senilai Rp 200 per kilometernya langsung mendapat respons dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Pernyataan tersebut dinilai tidak tepat oleh pengurus jalan tol di seluruh Indonesia ini. BPJT meminta, agar ada penggalian data lebih dalam lagi sebelum menyampaikan pernyataan.

Kepala BPJT, Danang Parikesit mengungkapkan, kalau pernyataan Piatur Pangaribuan yang juga sebagai Rektor Universitas Balikpapan (Uniba) tidak tepat jika dilihat dari data-data tarif jalan tol di Pulau Jawa.

“Datanya tidak tepat,” jawab Danang kala dihubungi awak TribunKaltim.co melalui telepon selulernya, pada Kamis (18/6/2020), saat dimintai tanggapan soal jomplangnya tarif tol antara Pulau Kalimantan, dengan Pulau Jawa sesuai penyampaian Piatur Pangaribuan.

Baca juga: Jadwal Puncak Gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020, Kaltim Jam 16.26 Wita, tak Terlihat di Jakarta

Baca juga: Kronologi Penangkapan Tersangka SU, BNNK Tarakan Kalimantan Utara Amankan Sabu 25,23 Gram

Paling murah saat ini, kata Danang, tarif jalan tol dalam kota dan Jagorawi (Jakarta-Bogor- Ciawi). Namun berbeda dengan jalan tol lainnya, lanjut Danang, jalan tol tersebut dibangun pada tahun 1980 hingga tahun 1990-an.

“Yang sangat murah itu, adalah tarif jalan tol dalam kota Jakarta dan Jagorawi yang notabenenya jalan tol tersebut dibangun oleh pemerintah pada tahun 80-an hingga 90-an,” tuturnya.

Adapun tarif tol dalam kota dan jagorawi yang dimaksudkan Danang, sesuai penetapan tarif terbaru, termurah pelintas jalan tol tersebut harus membayar tarif tol senilai Rp 10 ribu sampai dengan Rp 17 ribu. “Jadi, datanya tidak tepat,” katanya lagi.

Berbeda lagi, ucap Danang, penerapan tarif di ruas baru Jalan Tol Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek), tarif tol yang ditetapkan senilai Rp 1.800 per kilometer.

“Kemudian, di Pulau Sumatera tarif tol yang ditetapkan senilai Rp 1.000 per kilometernya. Selanjutnya, untuk ruas baru antar kota tarif tolnya senilai Rp 1.200 sampai dengan Rp 1.400 per kilometernya,” tuturnya.

Untuk lebih jelasnya, Danang meminta agar masyarakat melihat perbandingan tarif jalan tol di Indonesia di website resmi BPJT. 

“Bisa dicek langsung di situs resmi kami. Semua terbuka kok. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Sebab, ini semua merupakan informasi publik yang harus disebarluaskan kepada masyarakat,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemberlakuan tarif Tol Balikpapan-Samarinda sejak 14 Juni 2020 sangat ironi dan anomali.

Baca juga: Pandemi Corona, Tren Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat, BPS Balikpapan Berikan Analisisnya

Baca juga: Kabar Buruk Virus Corona Meningkat di Surabaya, Wilayah Risma Harus PSBB Lagi?

Baca juga: BREAKING NEWS Sempat Sepekan Zero, Bontang Tambah 2 Kasus Positif Covid-19 Asal dari Zona Hitam

Keganjilan yang dimaksud adalah tarif tol pertama di Kalimantan Timur (Kaltim) ini, berkali lipat lebih mahal dari tarif tol di Pulau Jawa.

“Berbeda 100 persen dengan Pulau Jawa, sehingga terjadi dikotomi. Bandingkan dengan Pulau Jawa, tarifnya hanya Rp 200 per kilometer,” ujar Piatur Pangaribuan yang telah terbit di Harian Tribun Kaltim, pada Selasa (16/6/2020) lalu.

“Kita malah Rp 1.000. Sebagai penyumbang APBN terbesar ketiga di Indonesia, masyarakat Kalimantan Timur diperlakukan tidak adil,” ujarnya.

Pemberlakuan tarif tol Rp1.200 per kilometer ini dinilai mencekik. Tidak relevan dan masuk akal jika menilik biaya hidup warga Bumi Etam yang tinggi sehingga harus ada timbal balik.

“Masyarakat harus dapat transparansi sesuai asas kepatuhan yang ada. Juga soal anggaran yang digunakan untuk membangun jalan tol. Yang sebagian besar bersumber dari APBN dan APBD,” katanya.

Jika menggunakan uang rakyat, kata Piatur, harusnya tarif lebih merakyat. Maka lembaga konsumen, lanjutnya, akan mengambil langkah karena menyangkut kepentingan publik.

“Kami akan bersinergi dengan DPRD Kaltim dan Pemerintah, untuk memperjuangkan tarif tol. Apalagi modal awal pembangunan dari kita, sehingga harganya bisa bersaing dengan Jawa,” katanya.

Langkah awal yang dilakukan DPRD Kaltim, kata Piatur, sudah benar, yakni bersurat. Di luar itu, pihaknya dari masyarakat perlindungan konsumen bisa mensomasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Jika tidak dihiraukan, kami bisa mengambil langkah lebih jauh yakni judicial review. Azasnya keadilan, karena modal awalnya dari kita,” ucapnya.

“Saya memuji sikap tegas yang diambil Komisi III DPRD Kaltim, yang akan menyurati pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian PUPR. Saya mendukung penundaan pemberlakuan tarif dan penurunan tarif yang berjalan saat ini,” ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved