Kisah Pilu di Ruang ICU RSKD Balikpapan, Tenaga Medis Menangis Lihat Keluarga Pasien Covid-19

Pandemi covid-19 atau Corona terus merenggut nyawa sebagian orang. Bencana ini turut menjadi keprihatinan setiap manusia di dunia, termasuk Indonesia

Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/CAHYO ADI WIDANANTO
Tim dokter melayani pasien covid-19 di ruang isolasi RSUD Kanujosos Djatiwibowo Balikpapan. 

TRIBUNKALRTIM.CO, BALIKPAPAN - Pandemi covid-19 atau Corona terus merenggut nyawa sebagian orang. Bencana ini turut menjadi keprihatinan setiap manusia di dunia, termasuk Indonesia.

Tak sedikit orang rela berkorban dan lapang hatinya menerima kondisi cobaan yang ada. Mulai dari ahli medis, dokter, perawat, hingga keluarga memiliki cerita tersendiri dengan setiap versinya.

Seperti yang dirasakan Rustina Susanti misalnya, Kepala Ruang ICU 2 covid-19 RSUD Kanujoso Djatiwibowo ( RSKD Balikpapan ) Provinsi Kalimantan Timur turut membagikan kisah pilunya.

Ia bercerita sesekali dengan mata berkaca ketika TribunKaltim.co berkesempatan menilik ruangan yang berada di bawah komandonya.

Baca Juga: Hasil Rapid Test Hafiz Quran dan Takmir Masjid Al-Ansor di Tenggarong Kukar, Ada 69 Orang

Baca Juga: PHRI Tarakan Pikirkan Nasib Hotel yang tak Ada Kerjasama Karantina Kasus covid-19, Begini Solusinya

Meski setengah wajahnya tertutup masker medis berwarna putih N95, namun tak bisa dipungkiri air matanya sedikit menetes ketika menceritakan pengalamannya saat mendampingi keluarga pasien covid-19 atau Corona.

"Duh saya baru mengingat dan belum bercerita saja sudah ingin menangis lagi," ucap wanita tangguh berkerudung itu.

Sambil mengusap air matanya ia pun memulai cerita kisahnya di ruang ICU. Dimana ruang itu menjadi salah satu ruangan vital bagi setiap orang yang membutuhkan penanganan lebih intensif.

Ia pun mengaku perasaannya sedih dan hancur ketika mendampingi keluarga pasien saat melihat salah satu anggota keluarganya yang terinfeksi covid-19 yang kondisinya semakin memburuk.

Jika pihaknya sedang dihadapkan dengan kondisi ini, maka ia hanya bisa membantu memanggil masuk keluarga yang sudah dilengkapi dengan APD melihat keluarganya didalam dari CCTV.

Baca Juga: Inilah Pesan Adik untuk Ruben Onsu Sang Kakak yang Kini Hadapi Problematika Ayam Geprek Bensu

Baca Juga: Ridwan Kamil Jadi Favorit di Dunia Maya, PKB Menilai Para Gubernur Itu Rajin Kerja dan Bangun Citra

Atau saja, ia pun hanya bisa melakukan Video Call kepada salah satu anggota keluarga pasien untuk menunjukkan kondisi pasien covid-19 yang tengah berjuang melawan ajal.

"Saya menangis ketika itu, saya hanya bisa Video Call keluarga pasien agar mereka bisa melihat keluarganya yang berada di ruang ICU untuk terakhir kalinya," ujarnya.

"Waktu itu keluarganya hanya bisa mendoakannya dari HP saja, saya hadapkan HP itu ke CCTV. Mereka mendoakan orangtuanya, saya termenung lihat kondisi itu," sambungnya.

Tak dipungkiri, kesedihan yang mendalam itu juga masih harus dirasakan saat melihat keluarga pasien hanya bisa memantau perawatan jenazah keluargannya melalui CCTV.

"Kalau posisi sedang menurun atu sakaratul maut, tenaga medis yang berada didalam yang bisa mentaklimkan. Pada saat dikafani keluarga hanya bisa melihat dari CCTV saja," tuturnya.

Dijelaskan Rustina, semua prosesi perawatan jenazah sejatinya sama dengan tuntunan agama. Perlakuan yang membedakan hanyalah pada pasien covid-19 tak dimandikan melainkan ditayamumkan.

Selanjutnya, pasien covid-19 yang telah dinyatakan meninggal dilakukan perawatan oleh 2 orang dari Mortuari dan 1 orang perawat ICU.

Mereka mengkafankan, melapisi plastik, memasukkan jenazah kedalam peti tanpa menyisakkan sedikitpun barang yang dipakai almarhum, sesuai dengan Protokol covid-19.

Baca Juga: Masuk Mall Sambil Bawa Narkoba, Bandar Sabu di Balikpapan Diciduk Tim Opsnal Polsek

"Jadi tak ada yang tersisa, selimut atau sprei yang dipakai pun kita masukkan kedalam peti untuk mengganjal. Didalam peti juga kita langsung miringkan ke arah kiblat. Dan setiap lapisnya juga kita dekontaminasi lagi," jelasnya.

Setelah semua prosedur perawatan jenazah selesai, kini giliran waktunya menyolatkan. Peti jenazah yang berada di dalam ruang ICU itu pun disholatkan oleh petugas medis yang berjaga di dalam zona merah.

Adapun baru setelah itu, keluarga juga berkesempatan untuk menyolatkan jenazahnya ketika sudah berada diluar ruangan ICU.

Masker untuk penangkal dorplet covid-19.
Masker untuk penangkal dorplet covid-19. (canva/tribunkaltim)

Seperti yang dikisahkan dokter Ma'ruf, beberapa kali ia pun berkesempatan menjadi imam bagi keluarga pasien yang menyolatkan jenazah pasien covid-19.

Menurutnya menyolatkan jenazah sudah sebagai kewajiban sesama umat manusia. Dengan segala keterbatasan yang ada ia pun rela berpanas-panasan di aspal tepat berada di depan ambulance menjadi imam kala itu.

"Disamping ruang Mortuari itu, jenazah sudah berada di dalam ambulance, mereka keluarga bisa menyolatkan dari luar. Jadi memang sholat kami sholat diatas aspal, karena menyolatkan jenazah pasien covid-19 pun tak boleh jarak dekat," pungkasnya.

( TribunKaltim.co )

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved