Di ILC, Anak Buah Megawati Temukan Kejanggalan Pembebasan Nazaruddin, KPK Kena Sindir
Di ILC TV One, anak buah Megawati di PDIP, Masinton Pasaribu temukan kejanggalan pembebasan Nazaruddin, sindir KPK tak akui soal Justice Colaborator
TRIBUNKALTIM.CO - Tayangan ILC TV One tadi malam, anak buah Megawati di PDIP, Masinton Pasaribu temukan kejanggalan pembebasan Nazaruddin, beri sindiran menohok ke KPK yang tak akui pemberian Justice Colaborator.
Baru-baru ini pembebasan M Nazaruddin yangterlibat kasus Korupsi Wisma Atlet, kembali menjadi obrolan hangat.
Bahkan program Indonesia Lawyers Club ( ILC ) yang dipimpin Karni Ilyas, turut mengangkat tentang perdebatan pembebasan Nazaruddin.
• Di ILC Jubir KPK Kaget Dengar Nazaruddin Bebas karena Dapat Justice Colaborator: Sangat Tak Mungkin
• ILC Tadi Malam Seru, Pengacara Bongkar Nazaruddin Memang Sentral Tapi Masih Ada The Boss, Siapa Dia?
• Tema ILC TV One Malam Ini Selasa 23 Juni 2020, Karni Ilyas Bahas Nazaruddin, Kok Sudah Bebas?
Dalam acara Indonesia Lawyers Club ( ILC ), Selasa (24/6/2020), KPK kena sindir habis-habisan terkait pemberian Justice Colaborator.
Politikus PDIP, Masinton Pasaribu yang berani menindir KPK terkait pembebasan Nazaruddin.
Anggota Komisi III DPR fraksi PDIP, ini mulanya menjelaskan apa yang dimaksud dengan status Justice Colaborator ataupun istilah lain yakni whistleblower.
Anak buah Megawati ini mengatakan bahwa dua status tersebut diberikan kepada terdakwa yang bisa menjadi saksi terhadap kasus lain.
Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan keringanan masa hukuman dari yang diputuskan sebelumnya.
"Jadi pertama kalau kita bicara tentang Justice Colaborator ini kan ditegaskan oleh Surat Edaran MA Tahun 2011 itu," ujar Masinton Pasaribu.
"Adanya saksi yang mengetahui peristiwa ada whistleblower dan Justice Colaborator (JC)," sambungnya.
"Kemudian negara yang meratifikasi UNCAC, Badan Anti Korupsi PBB, negara yang meratifikasi terhadap Justice Colaborator dan whistleblower itu diberikan keringanan hukuman, bahkan juga keringanan penututan," jelasnya.
Sementara itu terkait perdebatan status pembebasan narapidana Muhammad Nazaruddin, Masinton Pasaribu mengatakan ada kejanggalan dari KPK.
Sebelumnya, eks bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin dinyatakan bebas melalui program cuti bersyarat setelah mendapatkan remisi.
Remisi tersebut didapat karena disebut-sebut memperoleh status Justice Colaborator dari KPK.
Hal itu juga dikatakan oleh Dirjen PAS Kemenkumham, Reynhard Silitonga dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (24/6/2020).
Namun hal tersebut ternyata dibantah oleh Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang mengatakan tidak pernah mengeluarkan surat ketetapan Justice Colaborator atau sejenisnya terkait Nazaruddin.
• Aksi Firli Bahuri Naik Helikopter Swasta Dikecam MAKI, Dianggap Bergaya Parlente, Lapor ke Dewas KPK
Atas dasar itu, Masinton Pasaribu menilai KPK tidak mengakui bahwa sudah memberikan jusice collaborator kepada Nazaruddin.
Masinton kemudian menujukkan bukti berupa surat KPK tertanggal 9 Juni 2014 yang ditujukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin, Bandung.
Di mana lapas tersebut merupakan tempat Nazaruddin ditahan.
"Kembali ke permasalahan saya tidak berbicara tentang Nazaruddinnya" kata Masinton Pasaribu.
"Tetapi pangkal rame-rame ini sebenarnya munculnya surat KPK, surat tertanggal 9 Juni 2014 ini ditujukkan kepada yang terhormat Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin di Bandung," ungkapnya.
"Kan jelas, syarat pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat itu harus ada surat dari kepala lapas," jelasnya.
Menurut Masinton, sikap KPK yang tidak mengakui adanya surat tersebut karena memang sudah beda generasi kepemimpinannya.
Dirinya menilai kepemimpinan KPK saat ini tidak ingin banyak terlibat terkait permasalahan pada kepemimpinan sebelumnya.
• Aksi Firli Bahuri Naik Helikopter Swasta Dikecam MAKI, Dianggap Bergaya Parlente, Lapor ke Dewas KPK
"Maka dalam surat ini jelas. Cuman tadi KPK enggak mau mengakui karena masih ini membawa episode lama," terang Masinton.
"KPK sekarang kan baru, pimpinannya baru, undang-undangnya baru."
"Ini masih memakai politik parfum. KPK ini ingin wangi terus, enggak mau dibilang salah," ucapnya.
"Banyak kejanggalan-kejanggalan, ya termasuk surat-surat ini," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 2.28
Bantahan KPK
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri memberikan bantahan terkait status narapidana Muhammad Nazaruddin.
Dikabarkan sebelumnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dinyatakan bebas melalui program cuti bersyarat setelah mendapatkan remisi.
Karena normalnya, Nazaruddin harusnya baru bisa menghirup udara segar pada tahun 2025 setelah mendapatkan dua hukuman dalam dua kasus.
Yakni Korupsi kasus Wisma Atlet Hambalang tahun 2011 dan mendapatkan gratifikasi pada tahun 2016, dengan total hukuman 13 tahun penjara.
Remisi yang diberikan kepada Nazaruddin disebut-sebut karena mendapatkan status Justice Colaborator (JC) dari KPK.
Dilansir TribunWow.com dari acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (23/6/2020), Ali Fikri mengaku tidak setuju dengan alasan remisi yang diberikan karena mendapatkan Justice Colaborator.
Dirinya mewakili pihak KPK juga menegaskan tidak pernah mengeluarkan surat ketetapan Justice Colaborator kepada Nazaruddin.
"Ada dua yang berbeda di sini, ketika dari Dirjen PAS tadi menyampaikan bahwa Pak Muhammad Nazaruddin ini telah mendapatkan justice colaboraor dari KPK," ujar Ali Fikri.
"Saya sampaikan bahwa sampai hari ini KPK tidak pernah mengeluarkan surat ketetapan Justice Colaborator terhadap Nazaruddin," tegasnya.
Ali Fikri kemudian menjelaskan bahwa ada persyaratan khusus bagi seorang narapidana untuk mendapatkan Justice Colaborator.
• Uang Negara Harus Diselamatkan, Jokowi Minta KPK hingga Kejaksaan Jangan Gigit yang Tidak Salah
Merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) tahun 2011, Ali Fikri mengatakan bahwa syarat pertama untuk mendapatkan Justice Colaborator adalah bukan sebagai pelaku utama.
Sedangkan menurutnya, Nazaruddin disebut menjadi salah satu pelaku utama di dalam kasus yang menjeratnya.
"Yang kami pahami, Justice Colaborator ini adalah salah satu dasarnya adalah Surat Edaran di Mahkamah Agung tahun 2011," ungkapnya.
"Di sana sudah sangat jelas, kriteria dari pemberikan Justice Colaborator adalah antara lain bukan pelaku utama," jelasnya.
"Pak Muhammad Nazaruddin saat itu juga disimpulkan dia merupakan salah satu pelaku utama dari seluruh serangkaian perbuatannya," kata Ali FIkri.
Sedangkan syarat selanjutnya adalah ada tindakan kooperatif yang ditunjukkan oleh tersangka.
Dirinya kemudian mengungkit panjangnya proses penyidikan kepada Nazaruddin karena sempat melarikan diri dan menghilang sebelum akhirnya berhasil di tangkap di Colombia.
Oleh karenanya, Ali Fikri mengatakan sikap yang ditunjukkan oleh Nazaruddin tidak bisa dikategorikan sebagai kooperatif.
• Inilah Foto-foto Istri Eks Sekretaris MA Nurhadi yang Ikut Ditangkap KPK, Jabatannya Tak Sembarangan
"Kemudian yang kedua, juga kita tahu ketika proses penyidikan Pak Nazaruddin ini ditetapkan sebagai tersangka kita tahu kemudian tidak kooperatif, dia melarikan diri, masuk daftar pencarian orang, ke luar negeri dan berhasil ditangkap," terangnya.
Melihat dua hal tersebut, Ali Fikri menyimpulkan bahwa kecil kemungkinan bagi Nazaruddin untuk bisa mendapatkan Justice Colaborator.
"Kecil kemungkinan tersangka yang demikian itu mendapatkan Justice Colaborator," katanya.
"Maka kami kaget ketika kemudian dari Dirjen PAS menyampaikan di media bahwa Nazaruddin mendapatkan Justice Colaborator karena dari awal sangat tidak mungkin, minimal dengan dua kriteria tadi," pungkasnya.
(*)