Virus Corona

Singgung Soal OTG, Doni Monardo Sampai Bingung Pernyataan WHO Sering Berubah-Ubah

Doni Monardo mengatakan bahwa pernyataan Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) mengenai Covid-19 selalu berubah-ubah.

DOKUMENTASI BNPB
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (14/4/2020). 

Dine dan timnya mulai dengan mengesampingkan penyebab jelas dari gejala jangka panjang.

 

 

"Hal pertama yang saya lakukan adalah memastikan tidak ada sesuatu yang baru terjadi, agar kami tidak melewatkan sesuatu," kata Dine, seperti infeksi sekunder, komplikasi virus atau efek samping dari perawatan.

Jika Dine dan timnya dapat mengesampingkan penyebab lain, mereka memiliki dua hipotesis untuk apa yang terjadi.

Yang pertama adalah kemungkinan virus masih berada di suatu tempat di dalam tubuh, tidak terdeteksi melalui pengujian.

Yang kedua adalah bahwa virus hilang dari tubuh tetapi pasien mengalami apa yang disebut sebagai sindrom peradangan pasca-virus, di mana sistem kekebalan tubuh masih "meningkat" bahkan setelah virus hilang.

"Yang kami butuhkan adalah penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan dari mana gejalanya berasal," kata Dine.

Satu teori adalah bahwa peradangan yang dipicu oleh covid-19 dapat merusak sistem saraf otonom, yang memengaruhi fungsi-fungsi tubuh seperti pencernaan, berkeringat, tidur, detak jantung, dan tekanan darah.

Dr. Mitchell Miglis, ahli saraf di Universitas Stanford, menganut teori ini.

Ia mengatakan nampaknya bagi sebagian orang, "tubuhnya masih rusak" bahkan ketika virusnya sudah lama hilang.

"Butuh waktu sangat lama untuk pulih sepenuhnya," katanya.

Miglis menambahkan bahwa masih terlalu dini untuk mengetahui apakah kondisi pasien-pasien seperti itu akan membaik atau apakah gejalanya akan berlanjut sebagai penyakit kronis.

Miglis dan timnya di Stanford mulai mengembangkan registri untuk melacak pasien covid-19 dengan gejala jangka panjang dari waktu ke waktu.

Akan tetapi, tidak ada terapi khusus untuk jenis peradangan jangka panjang yang dicurigai dokter tersebut.

Yang ada hanyalah obat-obatan untuk meringankan gejala seperti batuk atau demam.

Dine mengatakan tidak ada pengobatan yang baik untuk salah satu gejela covid-19 yang paling melemahkan, yaitu kelelahan ekstrem.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved