Virus Corona
Pasien Ini Alami Gejala Baru Virus Corona, Ringan tapi hingga 100 Hari Tak Sembuh, Ini Kata Ahli
Waspada gejala baru Virus Corona, keluhan sakit ringan tapi tidak sembuh-sembuh,hingga sampai 100 hari. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien.
Penulis: Rita Noor Shobah | Editor: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto
David Putrino, seorang ahli terapi fisik dan asisten profesor di Sistem Kesehatan Mount Sinai di New York City, mulai mengawasi pasien covid-19 yang mengalami gejala ringan, tapi berkepanjangan yang dirawat di rumah.
"Apa yang kita mencoba mengerti yaitu seperti apakah gejala baru ini, bagaimana kami mengelolanya dan bagaimana kami bisa membantu mereka menjalani hari-hari mererka," ujarnya.
Dr. Jessica Dine, seorang dokter paru-paru di Penn Medicine di Philadelphia, mengatakan ia mulai memperhatikan kelompok pasien covid-19 yang gejalanya berlangsung cukup lama.
Berkat layanan COVID Watch, sebuah layanan SMS yang melakukan check-in setiap hari dengan pasien covid-19 di rumah, Dr. Jessica Dine menyadari ada sejumlah pasien yang gejalanya tak kunjung hilang.
Dine kini bekerja sama dengan pasien-pasien tersebut agar lebih memahami gajala penyakit mereka.
Dine dan timnya mulai dengan mengesampingkan penyebab jelas dari gejala jangka panjang.
• Sebanyak 13 Tenaga Kesehatan di Tarakan yang Terinfeksi Virus Corona Dirawat di Dua Rumah Sakit
• UPDATE Virus Corona di Penajam Paser Utara, Hari Ini Tidak Ada Penambahan Kasus Positif Covid-19
• Kisah Pasien Corona Dilakukan Tes Swab 15 Kali, Karantina 82 Hari, Kini Berstatus Sembuh
• Kasus Virus Corona Lampaui Wilayah Anies Baswedan, Khofifah Klarifikasi Usai Jatim Disorot Jokowi
"Hal pertama yang saya lakukan adalah memastikan tidak ada sesuatu yang baru terjadi, agar kami tidak melewatkan sesuatu," kata Dine, seperti infeksi sekunder, komplikasi virus atau efek samping dari perawatan.
Jika Dine dan timnya dapat mengesampingkan penyebab lain, mereka memiliki dua hipotesis untuk apa yang terjadi.
Yang pertama adalah kemungkinan virus masih berada di suatu tempat di dalam tubuh, tidak terdeteksi melalui pengujian.
Yang kedua adalah bahwa virus hilang dari tubuh tetapi pasien mengalami apa yang disebut sebagai sindrom peradangan pasca-virus, di mana sistem kekebalan tubuh masih "meningkat" bahkan setelah virus hilang.
"Yang kami butuhkan adalah penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan dari mana gejalanya berasal," kata Dine.
Satu teori adalah bahwa peradangan yang dipicu oleh covid-19 dapat merusak sistem saraf otonom, yang memengaruhi fungsi-fungsi tubuh seperti pencernaan, berkeringat, tidur, detak jantung, dan tekanan darah.
Dr. Mitchell Miglis, ahli saraf di Universitas Stanford, menganut teori ini.
Ia mengatakan nampaknya bagi sebagian orang, "tubuhnya masih rusak" bahkan ketika virusnya sudah lama hilang.
"Butuh waktu sangat lama untuk pulih sepenuhnya," katanya.