Eksotisme Gua Karst Mengkuris Kutai Timur, Menyibak Pesan Nenek Moyang Manusia di Tanah Kalimantan
Menelusuri Kalimatan Timur adalah menapaki riwayat manusia. Tidak hanya puluhan, ratusan atau ribuan tahun, bahkan hingga puluhan ribu tahun.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Menelusuri Kalimantan Timur adalah menapaki riwayat manusia. Tidak hanya puluhan, ratusan atau ribuan tahun, bahkan hingga puluhan ribu tahun. Jurnalis Tribunkaltim.co berkesempatan melakukan ekspedisi kecil menelusuri tapak sejarah manusia di Tanah Borneo.
Ada keriuhan yang sulit dijelaskan kata-kata dalam keheningan saat memasuki mulut Gua Karst Mengkuris, Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
Bibir tak lagi mengatup. Mulut menganga. Mata rasa-rasanya tak berkedip. Barangkali mereka mengamini kemegahan gua, yang di dalamnya tersaji karya seni terbaik sepanjang sejarah manusia.
Di sana bagaikan galeri karya seni lukis. Lukisan tangan, binatang pun aneka simbol spiritual yang terpampang di dinding gua Karst Mangkuris seakan membawa gema peradaban ribuan tahun silam.
Dinding gua karst bak kanvas putih bagi para seniman purba masa lampau. Mereka benar-benar berhasil menorehkan jejak eksistensinya. Bertahan menembus zaman demi zaman.

Tapak tangan yang menempel di dinding gua itu penuh magis. Auranya sangat kuat. Setiap gambar terasa seperti jendela yang mengantarkan mata jauh menembus masa lalu. Ada serpihan kecil masa lalu yang tampak jelas, begitu pun yang mulai samar.
Semesta tampaknya bermurah hati mengawetkan pesan nenek moyang. Tak ada jam dinding di dalam gua. Waktu seperti membeku. Miliaran molekul air. Oksigen. Lumut. Jamur. Batuan stalaktit dan stalakmit. Mereka seolah bekerjasama menjaga pesan dan tanda peradaban lampau manusia.
Gunung Karst Mangkuris jadi bagian kecil dari 1,8 juta hektare bentang pegunungan Karst yang melintasi Kutai Timur - Berau, Kalimantan Timur.
"Di sini ada gambar telapak tangan, babi, kalajengking, burung dan katak. Ada gambar telapak kaki juga," kata Penjaga Gua Mangkuris, Minggu (52) saat menjelaskan gambar-gambar yang tertera di dinding Karst Mangkuris.
Dalam catatan ekspedisi Luc - Chazine yang dituangkan dalam bukunya, Borneo: Memory of the Caves pada tahun 2010 mengatakan Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia ini.

Banyak peneliti menyebut Kalimantan sebentuk Terra Incognita; tanah yang penuh misteri. Menyimpan jejak sejarah dan pesan masa purba. Bukan hanya bagi Nusantara tapi umat manusia.
Dalam imajinasi tak bertepi, bisa saja puluhan ribu tahun lalu, saat laut masih memahat Nusantara, kawasan Karst yang membentang dari Kutai Timur hingga Berau ini sudah ramai dengan para seniman gua. Patut diduga jadi salah satu ibu kota purba austronesia di belahan bumi selatan.
Para ahli memperkirakan bahwa manusia yang menaruh cap tangan di goa tersebut merupakan bangsa austronesia. Para manusia gua tersebut nomaden. Berpindah-pindah. Berburu jadi kebiasan.
Gua jadi tempat mereka berlindung, juga bertemu berbagai kelompok pemburu lainnya. Pun sebagai tempat menggelar ritual-ritual zaman dulu.
Baca juga; Siap-siap! Kapan SKB CPNS Digelar Akhirnya Dirilis, Ada yang Unik tentang Jenis Soal, Cek Kisi-kisi
Baca juga; Beda dengan Persib Bandung, Persebaya Tegas Tolak Liga 1 2020 Diteruskan, Aji Santoso Beber Alasan
Kembali ke Minggu, pria yang mengenakan penutup kepala adat Dayak Basap kepada Tribunkaltim.co, mengaku telah mengenal Gua Mengkuris sejak berusia 12 tahun. Kala itu diperkenalkan langsung oleh orang tua semasa hidup.
Sejak kecil Minggu bertahan hidup di hutan kawasan Desa Batu Lepoq. Tak heran ia akrab dengan tumbuhan hingga hewan yang ada di kawasan hutan tropis, yang saat ini dikepung perkebunan sawit dan tambang batu bara.
Keakaraban Minggu dengan Gua Karst Mengkuris sudah berjalan sekira 40 tahun. Namun, ia benar-benar ditunjuk sebagai penjaga gua oleh pemerintah setempat sejak 2013 silam. Kala itu Gua Mengkuris mulai dipromosikan sebagai objek wisata Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
Izin dari kuncian atau penjaga gua jadi syarat utama bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke Gua Karst Mengkuris. Sebelum memasuki kawasan wisata adat Gua Karst Mengkuris, pengunjung harus melewati beberapa portal perusahaan kayu yang berada di kawasan Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
"Di portal penjagaan ketat. Apabila ada pengunjung tak lapor ke saya, maka pengunjung harus kembali ke rumah saya. Jadi portal tak akan buka apabila tak izin kepada saya. Disuruh kembali," ujarnya.

Lanjut Minggu, bila masa liburan tiba, pengunjung bisa membludak. Pria yang lahir tahun 1968 silam ini membeberkan dalam sehari bisa 600 kepala yang berkunjung ke Gua Karst Mengkuris.
"Lebaran puasa, lebaran haji, tahun baru, pengunjung satu hari dari 500 sampai 600 orang. Jam 8 pagi saya diri, duduknya jam 2 siang. Kami menjaga, takut ada yang merusak," ungkapnya.
Minggu tak sendiri, ia punya anggota yang membantunya menjaga gua yang digadang bakal menjadi salah satu warisan dunia. Ada yang berjaga di luar. Ada yang di dalam. Hingga ada yang jaga di puncak gunung.
"Mengenai gaji dari dana (tiket masuk) yang kita ambil. Per orang (pengunjung) Rp5 ribu sekali masuk. Itu untuk menjaga gaji anggota, kebersihan dan keamanan. Gaji dari pemerintah kita belum dapat," tuturnya.
Untuk diketahui, pegunungan Mengkuris berada di kaki sebelah selatan pegunungan Tabalar, sebelah utara pegunungan Nyapa dan sekira 25 Km di sebelah timur laut Pegunungan Beriun. Di sebelah timur terdapat dataran landai dan berakhir pada pantai yang berbatasan langsung dengan selat Makassar.

"Harapan kami sebagai penjaga goa ini, kepada pemerintah agar kami dibantu sesuai dengan harapan. Pertama soal akses jalan, kedua pelestarian (gua) ini," harapnya.
Ternyata tak hanya peninggalan telapak tangan di Gua Mengkuris. Minggu bercerita, bahwa di sekitarnya ada makam Siti Fatimah, yang dipercaya sebagian besar penduduk sebagai pembawa ajaran islam di Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
Namun sayang Tribunkaltim.co tak sempat mampir lantaran cuaca yang tak mendukung, hingga waktu yang mepet.
Sambil menunggu pagi di base camp pusat informasi di bawah kaki Gubung Mangkuris, Minggu mengisahkan sosok Siti Fatimah. Perempuan itu ternyata utusan dari Kerajaan Kutai.
Ia ditugaskan menyebarkan agama Islam kepada penduduk desa Batu Lepoq yang saat itu masih animisme. Fatimah tak sendiri menyebarkan agama islam di permukiman suku Dayak Basap.
Ia bersama suaminya, Ibnu Ali Al Mengkurisi. Suaminya jadi salah satu petinggi di kampung Batu Lepoq. Namanya jadi cikal bakal, mengapa daerah ini dinamakan Gunung Mengkuris.
Sementara Kepala Desa Batu Lepoq, Jum'ah berharap pemerintah kabupaten memberikan perhatian untuk potensi wisata. Lantaran gua ini punya nilai warisan sejarah yang tinggi, tak hanya bagi Indonesia, melainkan dunia.
Bila perlu pihaknya berharap ada kajian mendalam terkait status kawasan yang masih jadi milik perusahaan sebagai pemegang izin Hutan Tanaman Industri.
"Harapannya semua pihak bergandeng tangan bangun wisata di sini. Termasuk perusahaan, mau tak mau harus. Karena mereka ada di desa kami. Harus berkontribusi," tegasnya.
Barangkali, aalah satu bentuk perlindungan Kawasan Karst Mengkuris yakni dengan memasukkannya ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Kepala Desa perempuan ini yakin hal itu bisa menjauhkan upaya perubahan fungsi kawasan di masa yang akan datang.
Sebagai referensi, perjalanan dari Sangata menuju Karangan menghabiskan waktu 5 sampai 8 jam. Tergantung dengan kendaraan yang dipakai. Selain itu juga kondisi cuaca saat perjalanan.
Untuk diketahui, Tribunkaltim.co dalam ekspedisi Gua Karst Mengkuris didukung oleh kendaraan operasional dari Polres Kutim. Kemudian dipandu oleh rekan-rekan Sangatta Backpackers, Kutai Timur.
Baca juga; Sekprov Kaltim Sabani Jawab Kritik Ketua Fraksi PKB Terkait Transparansi Seleksi Pejabat OPD
Baca juga; Ramalan Zodiak Kamis 2 Juli 2020 Terbaru, Virgo Sebaiknya Jaga Jarak, Aries Sangat Perlu Hati-hati!
Tim menggunakan 2 unit mobil double gardan. Rombongan berjumlah 15 orang tersebut tiba di Kecamatan Karangan menempuh sekira 7 jam perjalanan.
Menembus jalan poros Bengalon, Kaliurang, Kaubun, Pengadan hingga sampai di Kecamatan Karangan.
"Kemarin kita terpaksa pakai jalur sawit. Karena di daerah Kaubun ada truk sawit gagal nanjak. (Lewat sawit) Ini tidak disarankan sebenarnya, karena lewat sana rentan tersesat. Beruntungnya kemarin kita ketemu orang lokal yang searah mau ke Karangan," kata Tio didampingi Akbar, pemandu dari Sangatta Backpackers.
Setibanya di Desa Karangan Dalam memerlukan waktu sekira 60 menit lagi untuk sampai di kaki Gunung Mangkuris, Desa Batu Lepoq. Di sana terdapat Pusat Informasi Pariwisata sekaligus Homebase Dispar Kutai Timur. Rumah kayu sebagai tempat persinggahan pengunjung Gunung dan Gua Karst Mengkuris.
Tak sampai 25 menit jalan kaki untuk tiba di mulut Gua Karst Mengkuris. Selanjutnya, hanya perlu hitungan detik melangkahkan kaki masuk ke dalam gua yang menyimpan sejuta rahasia dan tanda dari nenek moyang manusia puluhan ribu tahun lalu. (Tribunkaltim.co/Fachri)