New Video
NEWS VIDEO Memetik Surga di Puncak Keramat Gunung Karst Mengkuris Kutai Timur
Panorama awan putih yang bergulung dengan kabut khas pegunungan karst menanti. Begitu pun dengan godaan matahari terbit dari atas puncak gunung.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Wahyu Triono
Sekira 04.35 Wita Tim Ekspedisi bergerak menuju puncak gunung Karst Mengkuris. Pak Minggu memimpin di depan. Sementara kami memanjang di belakang pria yang bersahabat dengan hutan dan gunung Karst Mengkuris lebih dari 40 tahun itu.
Tak ada yang bisa dilihat mata selain pundak rekan di depan. Benar-benar gelap. Penerangan hanya bersumber dari senter pendaki. Kudongakkan kepala ke atas, terlihat meski samar bayangan hitam tebing karst menjulang tinggi ke langit.
Entah kenapa, tak berani lama-lama pertahankan cahaya head lamp itu ke arah atas. Kembali fokus kepada pendakian. Cahaya sebagai penunjuk jalan, belum saatnya puncak itu dinikmati, pikirku saat itu.
Tiba-tiba rombongan yang mengular itu terhenti saat memasuki kawasan yang mulai dipenuhi bebatuan karst. Dari arah belakang terdengar rapalan semacam doa atau mantra. Bulu halus ditubuh langsung bereaksi mendengarnya sayup-sayup.
Rapalan tersebut berasal dari mulut Pak Minggu. Hampir 5 menit kami bertahan. Ada yang tertunduk, ada pula yang takzim memperhatikan bibir Pak Minggu yang fasih melafalkan doa-doa menggunakan bahasa adat Dayak Basap.
Belakangan diketahui, di sanalah pintu masuk pendakian Gunung Karst Mengkuris. Pria yang mengenakan pakaian adat, lengkap dengan mandau di pinggangnya kepada Tribunkaltim.co mengatakan izin kepada para datok dan nenek moyang penting didapat, sebelum menaiki puncak Gunung Karst Mengkuris.
"Alhamdulillah, sudah. Saya ingatkan untuk konsentrasi, karena jalur ke puncak menanjak dan curam, bersebelahan dengan jurang," serunya, diikuti anggukan kepala seluruh Tim Ekspedisi.
Di antara pepohonan tropis, bebatuan tajam jadi sajian utama pada jalur menuju puncak Gunung Karst Mengkuris. Medan terjal jadi tantangan pelengkap yang harus dihadapi pendaki.
Beruntung. Keberadaan rotan panjang yang menjulur di beberapa titik sedikit memudahkan pendakian. Namun, tak banyak. Di beberapa medan sulit pendaki mengandalkan ulurun tangan rekan yang berada di depan mereka masing-masing.
Untuk melemaskan kesunyian dan ketegangan, beberapa kawan mencoba untuk mencairkan suasana. Namun benar-benar, Pak Minggu yang berada di garis paling depan beberapa kali melontarkan peringatan kepada rombongan agar tetap fokus kepada pendakian.
Memang masuk akal. Semakin ke atas medan bukan semakin landai. Benar saja apa kata Pak Minggu saat di kaki gunung, jurang panjang menanti pendaki bila lengah dan tak konsentrasi. Jarak jurang dengan sepatu hanya berkisar 2 jengkal telapak tangan.
Pendakian sempat sekali terhenti. Beberapa orang mengaku kehabisan nafas. Sekira 10 menit kami memutuskan istirahat. Ujar Pak Minggu, puncak Gunung Karst Mengkuris tak jauh dari posisi Tim Ekspedisi istirahat. Informasi itu membuat lutut seketika langsung kuat.
Perjalanan berlanjut. Tak sampai 10 menit. Akhirnya rombongan jurnalis dari Bontang dan Samarinda itu sampai ke puncak. Nafas kelegaan terasa di setiap mulut para pendaki.
Puncak Gunung Karst Mengkuris tak terlalu luas. Namun untuk menampung badan 16 orang masih cukup lengang. Setidaknya 47 menit Tim Ekspedisi ini menorehkan catatan waktunya naik ke puncak. Memang tergolong cepat, hal itu diakui Pak Minggu saat berada di atas puncak.
"Lumayan cepat kita tadi mendaki. Nah, sekarang hati-hati, jangan terlalu ke pinggir. Itu jurang dalam. Duduk santai saja di tengah, sambil menunggu pagi," tuturnya.