Eksklusif Bersama Anggota DPD RI Aji Mirni Mawarni: Soal RUU HIP, Kami di DPD Satu Suara Menolak

Dalam wawancara eksklusif bersama Anggota DPD RI Aji Mirni Mawarni, terkait Rancangan Undang-undang (RUU) HIP, Aji Mirni sebut DPD satu suara.

Penulis: Siti Zubaidah | Editor: Sumarsono
DOK TRIBUN KALTIM
Anggota DPD RI Aji Mirni Mawarni saat berbincang di studio Tribun Kaltim bersama Pemred Tribun Kaltim Ade Mayasanto dan Manajer Produksi Tribun Kaltim Sumarsono, Kamis (9/7/2020). 

TRIBUNKALTIM.CO - DI sela-sela melaksanakan kunjungan ke daerah pemilihan (Dapil), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Aji Mirni Mawarni menyempatkan bertandang ke Kantor Tribun Kaltim.

Usai diskusi ringan bersama Pemimpin Redaksti Tribun Kaltim Ade Mayasanto, mantan Dirut PDAM Kutai Timur ini secara eksklusif menyampaikan kegelisahannya terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja dan Haluan Idiologi Pancasila.

Berikut wawancara Tribun Kaltim bersama Aji Mirni Mawarni di Studio Tribun Kaltim Official, Kamis (9/7) kemarin:

Sebelum ke persoalan yang serius, sebenarnya apa yang mendasari Anda tertarik terjun ke politik menjadi anggota DPD RI?

Saya ini tukang ledeng (Dirut PDAM Kutim) yang menjadi wakil rakyat. Mengapa saya berani terjun ke politik, karena dorongan saudara-saudara dan orangtua saya.

Saya lahir dan besar di Samarinda, orangtua saya orang Tenggarong, Kutai Kartanegara. Kakek saya Wedana dari Balikpapan, dulu menjabar sebagai Wedana (pembantu Bupati).

Sebagian orang beranggapan politik itu kejam. Apakah Anda pernah ngobrol sama suami dan anak sebelum maju di kanca politik?

Kebetulan saya dari keluarga politik. Kebetulan Bapak saya pendiri PPP di Kaltim walaupun akhirnya beliau terjun menjadi PNS. Kami keluarga politik yang besar, dari kecil saya sudah tahu bagaimana risiko politik.

Sebenarnya politik kejam itu oknumnya, tapi memang kita harus memahami risiko itu. Yang namanya politik, namanya kriminalisasi atau omongan itu sudah resiko ketika memilih sesuatu yang kita yakinin. Kenapa saya memilih politik karena di politik ini ladang kita mencari amal jariyah yang lebih besar.

Bagaimana menyakinkan suami saat itu?

Yang mendorong justru suami. Beliau yang mengumpulkan KTP waktu mau calon.

Setelah menjadi anggota DPD RI, bagaimana Anda memperjuangkan Kaltim, sebagai provinsi penyumbang pendapatan terbesar ke pusat?

Kalau di DPD memperjuangkan provinsi itu lebih mudah. Karena di DPD itu ada empat wakil, mau besar atau kecil penduduknya, mau kaya mau miskin tetap ada empat orang di DPD dan bisa berteriak.

Kita tidak di bawah partai. Kita rugi tidak bisa berteriak untuk daerah, kalau DPR harus di bawah partai.

Saya harapkan, seharusnya wakil DPD dan DPR memahami sejarah Kaltim, walaupun warga Kaltim hetorogen, karena bagaimana kita berjuang kalau kita tidak mengetahui sejarah Kaltim.

Apa yang diperjuangkan di DPD?

Kita lagi memperjuangkan RUU Cipta Kerja. RUU ini dibuat dari peleburan 17 undang-undang. Harapan kami bahwa tetap mempertimbangkan wewenang daerah, dan kesejahteraan di daerah.

Kewenangan daerah yang diperjuangkan, sekarang perizinan di pusat. Kebijakan ini untuk memperpendek birokrasi, tidak masalah, tapi bisa komitmen.

Jika perizinan dikeluarkan pusat apakah  berpedoman pada RTRW di daerah? Dikhawatirkan komitmen itu tidak patuhi, karena daerah itu punya RTRW sendiri.

Kedua berkaitan kesejahteraan, UMKM dan koperasi tidak ada lagi, nanti tersentralisasi. Kita sudah otonomi daerah.

Saya harap RUU Cipta Kerja juga digunakan daerah, jadi harus mempertimbangkan daerah.  Selain itu, tidak ada masukan masyarakat. Coba kita lihat masukan pengusahan ke atas.

Aji Mirni Mawarni, Anggota MPR RI/Komite II DPD RI Periode 2019-2024
Aji Mirni Mawarni, Anggota MPR RI/Komite II DPD RI Periode 2019-2024 (HO/Dok Pribadi)

Ekonomi makro dan mikro harus sejalan, tetapi harus memperhatikan ekonomi yang menengah ke bawah.

Menurut Anda, apa sisi positif dan negatifnya dari RUU Cipta Kerja?

Kalau artinya sentralisasi dana kita dibatasi 3 persen, sebelum otonomi daerah terjadi apa kata pusat. Berkembangnya kita tidak cepat, perkembangan pembangunan tidak cepat. Itu khawatirannya.

Terkait RUU Haluan Idiologi Pancasila (HIP), bagaimana respon DPD?

Kita satu suara menolak harus dikeluarkan dari Prolegnas, karena RUU HIP ini menggerus Pancasila, karena banyak dasar yang multitafsir.

Kita punya UUD 1945, kita punya banyak pandangan.

Sebenarnya HIP banyak menunda, kalau kami (DPD) menolak. Yang kami kecewa, kenapa ribut soal Pancasila, kok tiba-tiba ada HIP.

Kami tidak mau kecolongan lagi seperti UU Minerba ini disahkan saat lockdown.

Makanya RUU HIP kita pelototi, apalagi saya di Komite II, bidang saya kehutanan, perdagangan,  Kementerian PUPR, Kementerian ESDM.

MUI Balikpapan Ajak Warga Dukung Maklumat Pusat, Tolak RUU HIP dan Pertahankan Ideologi Pancasila

Anggota DPD Aji Mirni Mawarni Berkunjung ke Tribun Kaltim, Curhat soal RUU Cipta Kerja dan RUU HIP

PDIP Beber PKS Setuju, Mardani Ali Sera Akui Partainya Dukung RUU HIP dengan 2 Syarat, Tapi Ditolak

Saat ini apa yang Anda lakukan bersama anggota DPD lainnya menyikapi dua RUU tersebut?

Saya ingin masyarakat kaltim memahami ini, kenapa saya berteriak UU Minerba harus ditolak untuk keamanan anak cucu kita di sini.

Saya benar-benar jaga Kaltim ini agar berkesinambungan.  Kemarin sudah komunikasi dengan teman-teman lingkungan.

Langkah RUU Cipta kerja dan RUU HIP?

Kita sudah merevisi pasal-pasal, mungkin minggu ini pembahasan per pasalnya, lagi tahap tim kerja sesuai bidang tupoksi masing-masing bidang.

Selain dua RUU tersebut, apakah masih ada RUU yang kini menjadi sorotan DPD?

Ada, dan ini menurut saya lebih penting, yakni RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Kami berharap RUU PKS ini bisa masuk dalam Prolegnas.

Selama ini yang menjadi korban adalah perempuan dan anak, dan ini sudah delapan tahun RUU PKS tidak tersahkan.

Kenapa kita ingin kembali, karena sering terjadi dan masalahnya mirip-mirip.

Bagaimana sih mengatasinya, terus terang karena kebanyakkan pelecehan kebanyakan kepada perempuan, contohnya pelecahan atasannya, dan perempuan banyak diamnnya, sehingga memilih berhenti bekerja. Itu sering terjadi.

Di sini yang berteriak hanya perlemen perempuan. Kami minta RUU PKS dibahas lagi, dan bisa menjadi prioritas. (siti zubaidah)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved