Pilkada Tana Tidung
Sidang Kode Etik Dugaan Politisasi Bantuan Sosial di Tana Tidung, Pengadu dan Bawaslu Angkat Bicara
Hasil putusan sidang kode etik terkait laporan dugaan politisasi bantuan sosial yang tidak ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum
Penulis: Risnawati | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, TARAKAN - Hasil putusan sidang kode etik terkait laporan dugaan politisasi bantuan sosial yang tidak ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Tana Tidung ( Bawaslu KTT ) Provinsi Kalimantan Utara akan diketahui setelah rapat pleno DKPP RI.
Adapun yang menjadi sorotan pengaduan tersebut adalah penolakan laporan yang dilakukan pelapor hingga 2 kali berturut-turut.
"Alhamdulillah dihambat-hambat juga, jadi memang saya meyakini sedari awal Bawaslu KTT tidak mau sebetulnya menerima laporan kita," kata Muhammad Amri, pengadu di kasus ini, kepada TribunKaltim.co, Jumat (7/8/2020).
Laporan ini awalnya 8 Juni terkait dugaan politisisasi bantuan sosial covid-19. "Kemudian berlanjut laporan pada 9 Juni," ujar Muhammad Amri sebagai Pengadu.
• Kapolres Tarakan Janji Akan Tingkatkan Pengamanan di Daerah Rawan Jelang Pilkada Kaltara 2020
• Diisukan Ikut Pilkada Kaltara, Indrajit Tetap Fokus dengan Jabatan Kapolda Kaltara
• Pengusaha Asal Sulawesi Selatan Ini Lirik Pilkada Kaltara, Niat Maju Pilgub, Siap Lepas Jabatan DPR
Ia mengatakan, lagi-lagi bukan bantuan sosialnya yang menjadi persoalan, melainkan menyelipkan stiker yang dianggap memanfaatkan keuangan daerah.
Bahwa diketahui bersama di tengah masa pandemi covid-19 ini negara wajib hadir untuk masyarakat.
Dirinya sepakat itu sepanjang tidak ada penyelipan stiker yang dimaksudkan oleh pengadu.
Ia melanjutkan bahwa di Undang-Undang Pilkada sudah jelas bahwa kepala daerah dilarang menguntungkan atau merugikan atau melakukan kegiatan.
Bahkan kepala daerah dilarang membuat kegiatan yang akan menguntungkan atau merugikan 6 bulan sebelum penetepan calon.
"Secara prosedural hal tersebut tentu tidak boleh, jadi kalau memang dia bagian penerimaan berkas ya bagian penerimaan berkas, nanti kalau sudah diambil berkasnya ya dibawa ke meja komisioner," jelasnya.
Tapi yang terjadi tidak begitu, ia menyampaikan dilaporan kedua komisioner yang bersangkutan itu di samping mendikte uraian kejadian sementara uraian kejadian itu bagian dari syarat materil.
"Itu yang kami anggap ini tidak netral. Maka acuan kita jelas, kita berpegang pada UU Pilkada yang perubahan kedua," terangnya.
Dalam proses laporannya, ia menuturkan pihak penyelenggara yang bersangkutan itu langsung menolak, maka dari itu pihaknya melakukan upaya hukum untuk mengadukan ke DKPP sebagai lembaga the rule of ethics.
Terkait apakah penyelenggara atau komisioner tersebut melanggar atau tidak, nanti majelis yang akan mengkaji hal itu.
• KPU Kalimantan Utara Uji Publik Maskot dan Jingle Pilkada Kaltara 2020, Ini Para Pemenangnya
• Meski Usia 73 Tahun, Udin Hianggio Kembali Maju ke Pilkada Kaltara, Mengabdi di Provinsi Termuda
Untuk Pilkada 2020 ini, ia mengharapkan semua komponen anak bangsa dapat menjaga keadilan pemilu, beritegritas, dan bermartabat.
Jadi menjaga penyelenggara pemilu adalah bagian dari tanggung jawab bersama.
"Kita ingin menciptakan pemilu yang bermartabat, berintegritas. Orang-orang yang di komisioner juga harus mempunyai kapasitas kompetensi serta integritas," tutupnya.