Pilkada di Kaltim

Ada Tiga Faktor yang Membuat Partai Sulit Mengusung Tokoh-tokoh Baru di Pilkada Kukar dan Balikpapan

Pasangan Rahmad Masud dan Thohari Aziz dipastikan akan melawan kotak kosong di Pilkada Balikpapan. Petahana Bupati Kukar Edi Damansyah juga diprediksi

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO/HO
Pengamat politik Universitas Mulawarman Lutfi Wahyudi. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sembilan daerah kabupaten kota di Kalimantan Timur ( Kaltim) dipastikan menggelar pilkada 2020. Pelaksanaan Pilkada serentak itu dimulai tanggal 9 Desember mendatang.

Semua daerah sudah mememunculkan masing-masing calon yang akan bertarung di pilkada tahun ini. Hanya dua daerah yang diprediksi memunculkan satu pasangan calon. Balikpapan dan Kutai Kartanegara ( Kukar).

Pasangan Rahmad Masud dan Thohari Aziz dipastikan akan melawan kotak kosong di Pilkada Balikpapan. Sementara itu petahana Bupati Kukar Edi Damansyah dan wakilnya Rendi Solihin juga diprediksi melawan kotak kosong.

Menurut pengamat politik Universitas Mulawarman Lutfi Wahyudi, Minggu (6/9/2020) mengatakan tidak adanya pesaing di kedua daerah tersebut diakibatkan tiga faktor.

Faktor pertama adalah minimnya kaderisasi partai politik. Menurutnya partai-partai yang ada di parlemen tidak dapat memunculkan sosok atau kader internal partai yang dapat bersaing dalam pilkada ini.

Baca juga; Ditanya Kesiapan Melawan Kotak Kosong, Begini Respon Balon Walikota Balikpapan Rahmad Masud

Baca juga; Berpotensi Lawan Kotak Kosong di Pilkada Kukar, Ini Tanggapan Edi Damansyah dan Rendi Solihin

Sehingga partai tersebut mau tidak mau bergabung dalam sebuah koalisi partai yang telah menunjuk pasangan tersebut. Ia melihat saat ini partai besar lebih suka menunjuk tokoh di luar partai. "Bahkan partai besar pun lebih suka naik kuda di belakang ketimbang di depan," ucapnya

Kedua, ia melihat adanya kapasitas kompromi yang rendah antara partai untuk mencalonkan tokoh tertentu. Sehingga untuk membentuk sebuah koalisi partai mengusung kontestan tidak dapat terealisasi.

"Tidak bisa menunjukkan komproni di antara partai dalam membentuk sebuah koalisi agar menghasilkan kontestan berkelas. Berarti mereka gagal komproni," ucapnya.

Ketiga ia melihat adanya tawaran politik antara partai dan tokoh yang diusung tidak seimbang. Sehingga tokoh tersebut tidak dapat memenuhi permintaan partai.

"Ada tawaran take and gift yang tidak seimbang antara partai sehingga gagal melakukan komproni. Jadi dari sini memunculkan kemungkinan ngapain partai selama ini," ucap Lutfi Wahyudi.

Selain itu ia menilai anggota partai yang berada di DPRD itu melakukan praktek kongkalikong atau transaksi politik tertentu agar menghasilkan satu calon tunggal. Jika adanya kontestan tunggal dapat menimbulkan oligarki di daerah tersebut.

"Mereka selalu mengklaim partai politik selalu ditempatkan pilar demokrasi. Harusnya tokoh namun kenyataan saat ini goyah, kemungkinan bisa roboh sehingga calon tunggal dimenangkan jangan lupa kemungkinan lebih besar memunculkan oligarki di daerah ketimbang banyak kontestan yang diusung partai politik," katanya.

"Kemungkinan di DPRD ada kongkalikong. Sehingga muncul makan siang tidak gratis," ucapnya lagi. (Jnp)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved