Di PHK, Nardi Inisiatif Buat Pot dari Sabut Kelapa di Penajam, Pembeli dari Samarinda dan Kukar
Ia mengaku terkena PHK dari perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan Juni 2020 lalu.
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Pendami Virus Corona atau covid-19 mengakibatkan Nardi (34) warga asal Kelurahan Petung, Kabupeten Penajam Paser Utara (PPU), terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan tambang batu bara.
Ia mengaku terkena PHK dari perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan Juni 2020 lalu.
Setelah di PHK ia memutuskan kembali ke kampung halamannya di Kelurahan Petung.
Hal tersebut tidak membuat Nardi menyerah. Ia memutuskan untuk mencari peruntungan lain, yakni memanfaatkan sabut kelapa untuk membuat pot dan cocopeat (media tanam).
Baca Juga: Bapati Berau Serahkan 1.410 Paket Bantuan Kemenparekraf buat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Baca Juga: Kemenparekraf Serahkan Bantuan Sembako ke Pelaku Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Berau
"Nah pada bulan Juli saya mulai memanfaatkan sabut kelapa untuk membuat cocopeat dan cocoferbernya untuk pot tanaman hias," Kata Nardi, Kamis (10/9/2020).
Sebelumnya, Nardi sempat bercerita saat setelah di PHK sempat mengganggur dan tidak memiliki rencana apa-apa untuk mengisi kegiatan selanjutnya.
Kendati demikian, hal itu semua berubah, ketika Nardi sedang duduk-duduk di belakang rumah, dan melihat banyaknya pohon kelapa dan sabut kelapa yang berserakan di belakang rumah,
Dari sinilah Nardi mendapatkan ide yakni memanfaatkan sabut kelapa itu.
Sebelum memanfaatkan sabut kelapa tersebut untuk apa nantinya, Nardi mencari ide di internet tentang sabut kelapa, apa saja yang bisa dilakukan dengan sabut kelapa tersebut.
Ditemukanlah salah satu ide, yaitu memanfaatkan sabut dengan dijadikan cocopear (media tanam), cocofiber yang dijadikan sebagai pot yang bernilai seni.
Hingga saat ini Nardi sudah mampu memproduksi pot dari bahan baku cocofiber berdiameter luar 11 cm dan diameter dalam 9 cm dengan tinggi 12 cm.
Dalam waktu sekitar satu bulan ini, Nardi mampu menghasilkan sekitar 100 unit pot cocofiber.
“Harganya variatif, ada satu pot saya jual dengan harga Rp 20 ribu dan sekarang sudah laku hampir 100 pot. Sementara untuk cocopeat saya jual seharga Rp15 ribu per karung plastik,” kata Nardi.
Lanjut dia, penjualan yang dilakukan saat ini hanya melalui media sosial (medsos) karena selain rumahnya jauh dari jalan raya, ia juga merasa belum mampu menyewa kios di lokasi keramaian karena harga sewanya diyakini tidak terjangkau.
“Saya berasal dari Kabupaten Kutai Kartanegara, sementara saya lama di Samarinda mulai sekolah hingga kuliah, kemudian kerja di perusahaan tambang, namun istri saya orang sini. Makanya saya ikut istri ke sini, jadi bagi saya, di sini termasuk baru sehingga belum banyak yang saya kenal,” katanya.