Kisah Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19 di Balikpapan, Rela Tak Bersua dengan Keluarga
Fajar merupakan Koordinator Penanggung Jawab Rumah Observasi Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Penulis: Heriani AM | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Dering telepon tidak pernah menyenangkan untuk Fajar Sulaiman dan ke-13 kawan seperjuangannya.
Alunan nada tersebut bagai alarm kematian. Sedikit hiperbola, namun menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Fajar merupakan Koordinator Penanggung Jawab Rumah Observasi Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Saat ini pula, ia berperan ganda sebagai Operator Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 di Kota Beriman.
Baca Juga:Luhut Beber Masa Kritis Virus Corona di Indonesia Tersisa 2 Bulan, Awal Desember 40 Juta Vaksin Tiba
Baca Juga:Alasan Masker Scuba dan Buff Dianggap tak Efektif Tangkal Virus Corona, Pengelola KRL Sudah Melarang
Perasaan was-was selalu datang, tatkala kabar duka mengudara. Meski telah menguburkan puluhan jenazah, Fajar tidak pernah merasa terbiasa. Siapa yang akan terbiasa dengan kabar duka?
Tribun kaltim berkesempatan mengunjungi KM 15, lokasi pemakaman jenazah yang menyerah berjuang melawan ganasnya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Hari itu mendung. Langit seakan ikut berduka. Sedikit lagi menumpahkan air mata ke bumi.
Mengedarkan pandangan, mata telanjang langsung disuguhi gundukan tanah yang membuncah.
Beberapa masih basah. Lubang-lubang menganga juga tak luput, lengkap dengan tenda pelindung dari hujan.
"Beberapa waktu lalu kami kesulitan mengubur jenazah, karena harus menggali terlebih dahulu. Jadi kami gali beberapa untuk jaga-jaga," ujar Fajar, Kamis (17/9/2020).
Saat ditemui waktu itu, Fajar dan petugas pemakaman yang dibentuk Tim Gugus Tugas dari Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, lengkap dengan alat perangnya.
Dari ujung kepala hingga kaki tertutup rapat. Mereka siap mengantarkan hamba-Nya ke peraduan terakhir.
Isak tangis keluarga dan kerabat yang diatur berjarak 5 meter dari liang lahat, terdengar pilu.
Didalam peti yang sudah di-wraping, ada raga orang terkasih. Meski begitu, petugas pemakaman tak mampu berbuat banyak. Sambil menghela nafas berat, tugasnya dilakukan.
Kata Fajar, petugas harus standby di lokasi satu jam sebelum pemakaman dilakukan. Tak jarang, tugas selesai pukul 05.00 dini hari.
Bahkan pada 27 Agustus lalu, kasus meninggal dunia sebanyak 11 orang mengharuskannya bekerja lebih keras.
Selanjutnya, alat pelindung diri yang sebelumnya digunakan, lantas lekas di bakar setelah tugas selesai. Armada juga disterilisasi.
"Kerabat yang datang kami beri kesempatan untuk memberi penghormatan terakhir. Seperti melempar tanah, adzan, dan berdoa. Selalu begitu, baik jenazah dengan pemakaman secara Islam, Kristen, maupun kremasi," kata pria 38 tahun ini.
Fajar tak pernah menyangka akan mendapat tugas mulia. Ia adalah salah satu pejuang Covid-19, yang jasanya patut diapresiasi.
Pria kelahiran Ujung Pandang tersebut, saat ini berdomisili di salah satu wisma yang disiapkan. Tempat khusus yang diperuntukkan bagi petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Atas tugas yang diembannya, mengharuskan ia berpisah dari sang istri, Ummul Imawah dan keenam anaknya. Ketika rindu yang membuncah tidak bisa dibendung, Fajar akan menelpon, atau video call.
Sesekali ia mengunjungi keluarga kecilnya, jika tidak ada prosesi pemakaman dan hasil rapid test non reaktif. Setelah memastikan bahwa kondisinya sendiri sehat dan tidak berpotensi menularkan ke orang lain.
"Kami (petugas pemakaman, red) harus selalu menjaga kesehatan. Mengkonsumsi makanan bergizi, mematuhi protokol, juga meminum vitamin agar tetap sehat. Rapid test juga rutin dilakukan," terangnya.
Fajar menitip pesan, untuk masyarakat yang masih cenderung abai bahkan mempertanyakan keberadaan virus asal Wuhan, Cina ini. Untuk tidak jumawa dan egois.
Ia memandang, protokol kesehatan pencegahan virus corona memang hal baru untuk diri kita. Namun jika dimulai dari awal, ala bisa karena biasa.
"Jangan keras kepala, tolong patuhi protokol yang ditetapkan. Jangan egois, menganggap remeh, menganggap diri sendiri kebal. Virus ini nyata adanya. Kami petugas menyaksikan langsung, bahwa virus ini ada, bisa menjangkiti siapa pun. Ketika menganggap diri merasa kebal, bisa jadi kita adalah transportasi virus untuk keluarga," harapnya. (Tribunkaltim.co/Heriani)
Baca Juga:UPDATE Virus Corona di Balikpapan, Disiplin Protokol Kesehatan, Kasus Covid-19 Turun di Pekan Kedua
Baca Juga:NEWS VIDEO Luhut Beber Masa Kritis Virus Corona di Indonesia Tersisa 2 Bulan