Presiden Xi Jinping dalam Sidang Majelis Umum PBB Sebut China Tidak Berniat Perang Dingin atau Panas
Presiden Xi Jinping menegaskan di hadapan sidang Majelis Umum PBB, China "tidak berniat untuk berperang, baik dalam Perang Dingin ataupun perang panas
TRIBUNKALTIM.CO, BEIJING - Presiden Xi Jinping dalam Sidang Majelis Umum PBB, China tidak berniat Perang Dingin atau Perang Panas.
Presiden Xi Jinping menegaskan di hadapan sidang Majelis Umum PBB, China "tidak berniat untuk berperang, baik dalam Perang Dingin ataupun perang panas dengan negara mana pun".
"Kami akan terus mempersempit perbedaan dan menyelesaikan perselisihan dengan orang lain melalui dialog dan negosiasi," katanya dalam pernyataan video yang direkam sebelumnya, Selasa (22/9/2020)
"Kami tidak akan berusaha untuk hanya mengembangkan diri kami sendiri atau terlibat dalam permainan zero-sum," ujar Xi pada pertemuan tahunan para pemimpin dunia itu seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona, Siap-siap Resesi, Sri Mulyani Beber Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Kukar, Covid-19 Belum Bisa Dikendalikan, Gelaran MTQ Tahun 2020 Ditiadakan
Ketegangan yang telah lama membara antara Amerika Serikat (AS) dan China mencapai titik didih terkait pandemi covid-19 atau virus Corona, menyoroti upaya Beijing untuk mendapatkan pengaruh multilateral yang lebih besar sebagai tantangan bagi kepemimpinan tradisional Washington.
Virus Corona muncul di China akhir tahun lalu dan Washington menuduh Beijing kurang transparansi yang AS katakan memperburuk wabah. China membantah pernyataan AS tersebut.
Upaya untuk mempolitisasi masalah
Dalam apa yang tampaknya merupakan teguran bagi Presiden AS Donald Trump, Xi menyerukan respons global terhadap virus Corona dan memberi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) peran utama.
"Menghadapi virus ini, kita harus meningkatkan solidaritas dan melalui ini bersama-sama. Kita harus mengikuti panduan sains, memberikan peran penuh pada peran utama Organisasi Kesehatan Dunia," kata Xi.
"Setiap upaya untuk mempolitisasi masalah atau stigmatisasi harus ditolak," tegasnya.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada 193 anggota Majelis Umum, dunia membutuhkan gencatan senjata global untuk menghentikan semua konflik panas.
"Pada saat yang sama, kita harus melakukan segalanya untuk menghindari Perang Dingin baru," ujar dia seperti dilansir Reuters. "Kita bergerak ke arah yang sangat berbahaya".
"Dunia kita tidak mampu memiliki masa depan, di mana dua ekonomi terbesar membelah dunia dalam Fraktur Raksasa," sebut Guterres.
"Kesenjangan teknologi dan ekonomi berisiko berubah menjadi perpecahan geo-strategis dan militer. Kita harus menghindari ini dengan segala cara," imbuhnya.
Andai Ada Perang di Laut China Selatan
Berita sebelumnya. Jika terjadi perang di Laut China Selatan, apa dampaknya bagi Indonesia? Hubungan Amerika Serikat dan China akhir-akhir ini terus memanas.
Perang dagang antar kedua negara tersebut merembet pada urusan lainnya. Tak dipungkiri, kedua negara itu memang menjadi negara yang mempunyai kekuatan dari segala sumber daya.
• Siap Hadapi Luhut dan Tim Ekonomi Jokowi Sendirian, Rizal Ramli: Harus Mundur Kalau Kalah Debat
• Tak Lagi Tidur Seranjang dengan Syahnaz, Jeje Sebut Tak Setuju Pindah ke Rumah Rp 6 Miliar
• Praperadilan Ruslan Buton Digelar, Sosok Ini Bongkar Kelalaian Polisi Tetapkan Pecatan TNI Tersangka
• Utang Negara Lebih Rp 5.000 T, Rizal Ramli Jawab Tantangan Luhut, Siap Hadapi Tim Ekonomi Pemerintah
Bahkan belakangan ketegangan keduanya hingga di Laut China Selatan, apabila kedua negara ini pecah peperangan bagaimana dampaknya terhadap Indonesia,
Melansir Tribunnews.com, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto meyakini Indonesia akan terdampak jika Amerika dan China bertempur di Laut China Selatan.
Soleman mengatakan dari sisi lingkungan setidaknya laut Indonesia akan tercemar.
Tidak hanya itu, ia juga meyakin Indonesia akan kedatangan pengungsi perang dari sekitar Laut China Selatan.
Hal tersebut diungkapkan Soleman ketika menanggapi pertanyaan seorang peserta Diskusi Webinar bertajuk "Polemik Rancangan Perpres Tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Terorisme" yang diselenggarakan Universitas Paramadina, Selasa (9/6/2020).
"Bagaimana laut itu akan menjadi kotor. Bagaimana terjadi pencemaran lingkungan. Pasti akan berdampak kepada Indonesia.
Bagaimana nanti kalau ada pengungsi datang ke mana, ke Indonesia lagi. Kita ingat bagaimana kasus Pulau Galang yang penuh dengan pengungsi. Sehingga apa yang akan terjadi dengan Laut China Selatan pasti akan berdampak kepada Indonesia," kata Soleman.
Diberitakan sebelumnya, situasi di kawasan Laut China Selatan kembali memanas. Baru-baru ini, Shandong, kapal induk pertama yang China buat di dalam negeri, melakukan uji coba laut pada 22 Mei lalu, CCTV melaporkan. Pandemi virus Corona menghambatnya untuk turun ke laut.
Ini pertama kali kapal induk Shandong turun ke laut untuk latihan sejak penugasan secara resmi ke Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) akhir tahun lalu.
Baca Juga: Kisah Pengemudi Mobil Pembawa Jenazah Korban Mutilasi di Kalibata City Jakarta ke Rumah Duka
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini, Selasa 22 September 2020, Hampir Sepanjang Hari Hujan Ringan
Hanya, melansir South China Morning Post, CCTV, lembaga penyiaran negara China, tidak mengungkapkan lokasi pasti dari uji coba laut kapal induk Shandong.
Tetapi, sebuah pemberitahuan dari Administrasi Keselamatan Maritim Dalian menyebutkan, kapal induk Shandong berada di bagian Utara Laut Kuning.
Menurut pemberitahuan yang rilis pada 22 Mei itu, daerah di Timur Dalian, pelabuhan asal kapal induk Shandong, ditutup antara Senin dan Selasa pekan lalu untuk kegiatan militer.

Li Yongxuan, Wakil Kapten Shandong, mengatakan kepada CCTV, Shandong sangat membutuhkan latihan untuk mengembangkan kemampuannya.
“Kami perlu mengintegrasikan kelompok tempur kapal induk Shandong ke dalam sistem tempur keseluruhan sedini mungkin. Dan kami akan berusaha membuat kapal induk kami menjadi kapal yang siap tempur dan menang,” kata Li seperti dikutip South China Morning Post.
Siaran CCTV menunjukkan tujuh Shenyang J-15 di atas kapal induk Shandong serta latihan take-off dan landing jet tempur berjulukan Hiu Terbang tersebut.
Pada 17 Desember 2019, China secara resmi menugaskan Shandong ke Angkatan Laut PLA dalam sebuah upacara yang Presiden Xi Jinping hadiri, setelah lebih dari delapan belas bulan uji coba laut.
Seperti kakaknya kapal induk Liaoning, nama Shandong Pemerintah China ambil dari provinsi di Timur Laut negeri tembok raksasa.
AS kirim kapal selam
Sementara, Amerika juga telah mengerahkan armada kapal selam dalam operasi tanggap darurat di wilayah Pasifik Barat di tengah meningkatnya ketegangan hubungan dengan China.
Pengerahan kapal selam tersebut untuk mendukung kebijakan bebas dan terbuka di Indo-Pasifik. Tujuannya adalah untuk melawan operasi China di Laut China Selatan.
Untuk itu, AS mengerahkan tujuh kapal selam, termasuk enam kapal selam yang berbasis di Guam, USS Alexandria yang berbasis di San Diego dan beberapa kapal berbasis di Hawaii, akan bergerak dalam satu armada perang.
Komandan Sub-Pasukan Pasifik, Laksamana Muda Blake Converse mengatakan, operasi ini merupakan demonstrasi kesediaan mereka untuk membela kepentingan dan kebebasan navigasi di bahwa hukum internasional.
Kapal selam serangan ini dipersenjatai dengan torpedo dan rudal jelajah Tomahawk dan juga mempu melakukan pengawasan rahasia.
Angkatan Laut AS telah mempertahankan armada kapal perang di Pasifik Barat sebagai untuk kekuatan di kawasan tersebut di tengah meningkatnya ketegangan dengan China di Laut China Selatan dan silang pendapat terkait pandemi virus Corona.
AS menuduk China meningkatkan pendudukannya atas pulau-pulau buatan manusia dan menganggu negara-negara lain di tengah upaya mereka menangani krisis covid-19 yang berawal dari Wuhan, China.
Platform intelijen Stratfor mengatakan, AS dan China telah mempertahankan kecepatan operasional yang kuat di Laut Cina Selatan di tengah meningkatnya ketegangan dan covid-19.
Menteri Pertahanan AS, Mark Esper mengatakan: "Ketika militer AS menangani covid-19 di rumah, kami tetap fokus pada misi keamanan nasional kami di seluruh dunia," ujarnya seperti dilansir Express, pekan lalu.
“Banyak negara telah beralih ke dalam untuk pulih dari pandemi, dan sementara itu, pesaing strategis kami berusaha untuk mengeksploitasi krisis ini untuk keuntungan mereka dengan mengorbankan negara lain.
Esper menuduh Beijing meningkatkan kampanye disinformasi untuk mengalihkan kesalahan atas virus dan melindungi citranya.
Dia mengatakan AS terus melihat perilaku agresif dari Tentara Pembebasan Rakyat di Laut China Selatan, mulai dari mengancam kapal angkatan laut Filipina hingga menenggelamkan kapal nelayan Vietnam dan mengintimidasi negara-negara lain untuk terlibat dalam pengembangan minyak dan gas lepas pantai.
Esper mengatakan dua kapal AS menyelesaikan kebebasan operasi navigasi di Laut China Selatan minggu sebelumnya untuk mengirim pesan yang jelas ke Beijing bahwa kami terus melindungi kebebasan navigasi dan perdagangan untuk semua negara besar dan kecil.
Kapal penjelajah berpeluru kendali USS Bunker Hill melakukan "FONOP" di Kepulauan Spratly, dan kapal perusak USS Barry berlayar dua kali melalui Selat Taiwan dan melalui Kepulauan Paracel di wilayah sengketa yang diklaim Cina sebagai miliknya.
Kecemasan Singapura
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyebut kehadiran Amerika Serikat tetap vital bagi keamanan kawasan Asia-Pasifik.
Ia juga menyebut China tidak akan dapat mengambil alih peran itu di Asia Tenggara bahkan dengan kekuatan militernya yang terus meningkat.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Luar Negeri, Lee menulis bahwa klaim maritim dan teritorial China di Laut Cina Selatan berarti bahwa negara-negara di kawasan itu akan selalu melihat kehadiran angkatan laut China sebagai upaya untuk memajukan klaim-klaim itu.
Dia juga menulis bahwa banyak negara Asia Tenggara sangat sensitif tentang persepsi bahwa China memiliki pengaruh terhadap etnis minoritas Tionghoa yang cukup besar.
• Foto Satelit Ini Diklaim Bukti China Bohong Soal Corona, Keanehan di 5 RS Sudah Terlihat September
• Balai Gakkum LHK Kaltim Tangkap Pelaku Penjualan Burung Rangkong, Konsumen Terbanyak dari China
• Tuding China Tutupi Fakta Virus Corona, Amerika Serikat Bongkar Hasil Analisa Satelit di Wuhan
• Pesawat China Mendekat Setelah Pesawat Jet Amerika Serikat Melintas, Militer Taiwan Ikut Bereaksi
"Meskipun kekuatan militernya meningkat, China tidak akan dapat mengambil alih peran keamanan Amerika Serikat," tulisnya seperti dikutip Bloomberg.
Ia juga menambahkan bahwa penarikan pasukan AS di Asia Utara akan memaksa Jepang dan Korea Selatan untuk merenungkan pengembangan senjata nuklir untuk menghadapi ancaman Korea Utara yang semakin meningkat.
Artikel Lee ini muncul ketika ketegangan antara AS dan China terus meningkat, dengan sejumlah isu mulai dari jaringan 5G, Laut China Selatan hingga tanggung jawab atas pandemi covid-19.
Singapura telah menjadi salah satu negara paling vokal di Asia yang menyerukan AS dan China untuk menghindari bentrokan destruktif yang akan memaksa negara-negara kecil untuk memilih pihak. (*)