Turun ke Jalan, Aliansi Mahasiswa Peduli Pertanian Desak Pemprov Tuntaskan Konflik Agraria di Kaltim
Aliansi Mahasiswa Peduli Pertanian (Ampeta) mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim segera menuntaskan konflik agraria di Kaltim.
TRIBUNKALTIM. CO, SAMARINDA- Aliansi Mahasiswa Peduli Pertanian (Ampeta) mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim segera menuntaskan konflik agraria di Kaltim.
Pada Rabu (23/9/2020) lalu, Ampeta telah melakukan aksi pencerdasan dan bentang spanduk terkait kondisi pertanian di Kaltim.
Aksi ini membawa 12 massa aksi yang turun ke simpang Mal Lembuswana dalam rangka peringatan Hari Tani 24 September 2020.
Ampeta tergabung atas beberapa lembaga mahasiswa dari beberapa kampus di Kaltim.
Tujuan pembentukan Ampeta sebagai bentuk respons kekecewaan terhadap Pemerintah Provinsi Kaltim yang dianggap tidak serius dalam menghadapi permasalahan agraria yang sampai detik ini masih terjadi di Kaltim.
“Sebagai negara yang berlabel negeri agraris dengan didukung komoditas pertanian yang berlimpah, petani berperan penting dalam menjaga dan memenuhi kebutuhan pangan negeri,” ujar Wahyu Agung Saputra, Humas Ampeta saat memberi keterangan pers, Jumat (25/9/2020).
Dia mengatakan, hingga saat ini petani belum sepenuhnya disejahterakan, konflik agraria menjadi kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia, bahkan Kaltim, mulai alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian.
"Sejauh ini izin tambang di Kaltim sudah menyentuh 5.314.294,69 hektare. Jika dikalkulasi dengan total daratan di Kaltim seluas 12 juta hektare, sebanyak 40,39 % sudah dikuasai izin tambang," ungkapnya.
Wahyu menyebutkan alih fungsi lahan menjadi ancaman nyata bagi petani, masyarakat umum dan masyarakat adat, seperti di Desa Mulawarman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai daerah yang di SK Gubernur 1991 dinyatakan sebagai daerah ketahanan pangan Kaltim.
"Tapi hari ini Desa Mulawarman menjadi daerah yang terancam dengan alih fungsi lahan. Sektor pertanian di Desa Mulawarman berdampingan dengan izin tambang," ujarnya.
Selanjutnya, dampak akses pembukaan saham investor, dampak dari pembukaan akses penanaman modal investor bukan hanya dirasakan oleh petani yang hak atas kepemilikan lahannya dirampas.
"Kerusakan lingkungan hidup akibat dari tambang menjadi salah satu keresahan yang dialami masyarakat. Hari ini total korban meninggal di lubang tambang sudah menyentuh 39 orang dan mungkin akan terus bertambah ketika akses penanaman saham industri terbuka lebar," ujarnya.
Aliansi Ampeta menilai bahwa nilai tukar petani saat pandemi menjadi mimpi buruk bagi petani. Sebagai garda terdepan dalam pemenuhan pangan negeri, peran penting petani dalam situasi saat ini sangat diperlukan.
Kesejahteraan masyarakat tergantung pada kesejahteraan para petani. Ketika hasil panen berlimpah, maka kebutuhan pangan masyarakat akan selalu terpenuhi.
"Namun itu semua hanyalah kata-kata motivasi agar para petani tetap berkerja, realitanya nilai tukar petani yang terus melonjak turun, kerja keras petani dari awal pembibitan hingga masa panen tidak sesuai dengan pendapatan hasil panen petani.
Akses pemasaran hasil tani yang sulit dijangkau menjadi alasan harga tani yang tidak konsisten," bebernya.
Terakhir dia mengemukakan, bahwa regulasi aturan yang bertentangan dengan Undang undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Omnibus law dengan membawa Rancangan Undang Undang Cipta Kerja, serta pembaharuan Minerba 2020 menjadi regulasi aturan yang dirumuskan pemerintah menjadi regulasi yang sangat bertentangan dengan UU Agraria 1960.
Setelah dikaji, katanya, secara keseluruhan omnibus law dengan membawa RUU Cipta Kerja bertentangan dengan 11 kluster kehidupan bermasyarakat, terutama pada sektor pertanian.
Baca juga: Penuhi Hak Sipil Masyarakat, Gubernur Isran Serahkan Bantuan Mobil Adminduk ke Lima Daerah
Baca juga: Sabu 1 Kg Asal Malaysia Gagal Diselundupkan ke Balikpapan, Sembunyikan Dalam Kemasan Minuman Sachet
"Masih teringat dalam benak kita, semua tentang penolakan RUU Pertanahan pada 2019 silam yang kemudian diakomodir kembali oleh omnibus law. Maka secara konsekuensinya RUU Cipta Kerja akan semakin memperparah penguasaan tanah dan konflik agraria di Kaltim," ujarnya.
"Pembaharuan UU Minerba No 3 tahun 2020 menjadi gerbang masuk penanaman modal saham investor asing di Kaltim. Perpanjangan Kontrak Karya (KK) dalam subpoin pembaharuan UU Minerba No 3 tahun 2020 akan mempermudah para kaum oligarki untuk melakukan ekspansi lahan seluas–luasnya.
Alhasil, alih fungsi lahan menjadi masalah yang tidak dapat terhindarkan," ucapnya.
Dengan demikian peringatan Hari Tirani Petani Nasional menjadi momentum penting untuk kembali mengingatkan para elite penguasa tentang sejarah agraria di bumi pertiwi.
"Maka dari itu kami dari Aliansi Mahasiswa Peduli Pertanian bersepakat untuk mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim segera menuntaskan konflik agraria di Kaltim," katanya. (TribunKaltim.co/Muhammad Riduan).