7 Poin Dalam UU Cipta Kerja yang Dianggap Rugikan Buruh, Status Outsourcing Seumur Hidup
DPR RI telah mengesahkan RUU tersebut menjadi UU Cipta Kerja Senin (5/10/2020),
TRIBUNKALTIM.CO - Rancangan Undang-undang ( RUU ) Cipta Kerja resmi menjadi Undang-Undang.
DPR RI telah mengesahkan RUU tersebut menjadi UU Cipta Kerja Senin (5/10/2020).
Maski demikan UU ini masih menimbulkan banyak penolakan dari kalangan buruh.
RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang setelah mendapat persetujuan dari sebagian besar Fraksi di DPR.
"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat peripurna ini, bisa disepakati?" tanya Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna dikutip dari siaran TV Parlemen kanal YouTube DPR RI.
"Setuju," ungkap mayoritas anggota yang hadir. Azis kemudian mengetok palu tanda persetujuan pengesahan.
• BOCORAN RESMI Kartu Prakerja Gelombang 11 Dibuka Tanggal Berapa, Simak Penjelasan Terbaru Pelaksana
• CATAT! Jadwal Lengkap Liga Champions 2020/2021 Matchday 1: PSG vs MU, Barcelona & Juventus?
• Terjawab Perubahan Hak Libur dan Pesangon Karyawan di UU Cipta Kerja Omnibus Law, Ada yang Hilang
• VIRAL Pria Buang Foto Mantan ke Laut, Terima Kenyataan Pahit Setelah 4 Tahun: Selamat Datang Bahagia
Dengan demikian, pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja telah tuntas diselesaikan DPR dan pemerintah setelah melalui bahasan maraton pada Sabtu (3/10/2020) malam.
Dalam rapat kerja pengambilan keputusan Sabtu malam lalu, hanya dua dari sembilan fraksi yang menolak hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Dua fraksi tersebut adalah PKS dan Partai Demokrat.
Kedua Fraksi menyatakan menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang.
Namun, sejak awal isi Omnibus Law UU Cipta Kerja ini diprotes buruh dari berbagai elemen. Lalu apa saja sebenarnya hal-hal dalam RUU ini yang membuat buruh sangat keberatan?
Berdasar catatan Tribunnews, setidaknya ada tujuh item krusial dalam UU Cipta Kerja yang amat merugikan buruh seperti dinyatakan Presiden KSPI Said Iqbal.
Apa saja? Berikut rinciannya:
1. UMK bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus
Said Iqbal menyatakan buruh menolak keras kesepakatan ini, lantaran UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Dimana UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.