Terjawab Perubahan Hak Libur dan Pesangon Karyawan di UU Cipta Kerja Omnibus Law, Ada yang Hilang
Terjawab perubahan hak libur dan pesangon karyawan di UU Cipta Kerja Omnibus Law, ada yang hilang
Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Terjawab perubahan hak libur dan pesangon karyawan di UU Cipta Kerja Omnibus Law, ada yang hilang.
Meski menuai kontroversi, DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Cipta Kerja, satu diantara Omnibus Law.
Diketahui, organisasi buruh sebagian besar menolak pengesahan UU Cipta Kerja ini lantaran dinilai banyak memuat pasal kontroversial.
Lantas, bagaimana dengan hak cuti dan pesangon karyawan yang di PHK di dalam UU Cipta Kerja?
Omnibus law UU Cipta Kerja memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja yang diterima Kompas.com dari Badan Legislasi DPR, Senin (5/10/2020), ketentuan Pasal 79 yang mengatur waktu istirahat dan cuti pekerja diubah.
• Surat Terbuka Menaker ke Buruh, Omnibus Law UU Cipta Kerja, Ida Fauziyah: Hati Saya Bersama Kalian
• Terjawab Menaker Sudah Serahkan Daftar karyawan BLT BPJS Ketenagakerjaan Tahap 5 ke KPPN, Cek Nama
• Akhirnya Jokowi Tambah Kuota BLT UMKM 2,4 Juta, Cek Cara & Syarat, 3 Juta Pengusaha Mikro Bisa Akses
• Enggan Sorot Ribut 2 Eks Panglima TNI, Refly Harun Pilih Bahas Peluang Nyapres Moeldoko dan Gatot
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) dalam Bab IV UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
Ketentuan ini mengubah aturan dalam UU Ketenagakerjaan yang menyatakan, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut.
Pasal 79 ayat (3) UU Cipta Kerja hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sementara, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja enam tahun berturut-turut.
Ketentuan ini berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.