Sidang Kasus Dugaan Suap di Kutim

TERUNGKAP, Ismunandar Terima Suap Rp 5 M dari Rekanan Swasta, Dipakai Bayar Utang dan Mahar Politik

Sidang lanjutan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur digelar Selasa (6/10/2020) kemarin, dengan agenda sidang mendengarkan keterangan dua saksi.

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Suasana jalannya persidangan lanjutan kasus dugaan suap di lingkup Pemkab Kutim kembali digelar Selasa (5/10/2020) sore hingga tadi malam. TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Sidang lanjutan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur digelar Selasa  (6/10/2020) kemarin, dengan agenda sidang mendengarkan keterangan dua saksi.

Bertempat di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi ( PN Tipikor Samarinda ), Jalan M Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Samarinda, Kalimantan Timur, sidang dilangsungkan secara virtual.

Dengan menghadirkan dua terdakwa pemberi suap pada pejabat di lingkup Pemkab Kutai Timur, yakni Aditya Maharani dan Deki Aryanto. 

Kedua rekanan swasta (kontraktor) tersebut menjalani sidang virtual di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta. 

Persidangan yang diketuai Agung Sulistiyono, dengan didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo ini mendengarkan kesaksian dari Bupati Kutim Nonaktif Ismunandar, yang sempat ditunda pada sidang sebelumnya. 

Majelis hakim sejak dibuka persidangan langsung melontarkan sejumlah pertanyaan pada saksi, Ismunandar, yang berperan penting dalam praktik suap ini.

Pertama, Ismunandar dimintai keterangan terkait temuan sejumlah uang sebanyak Rp 170 juta dalam rekening buku tabungan yang dibawa Musyaffa saat diamankan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2 juli 2020 dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama istrinya Encek UR Firgasih yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim.

Ismunandar menjelaskan bahwa barang bukti uang Rp 170 juta yang diamankan tersebut berasal dari rekanan swasta yang digunakan untuk kebutuhan operasional serta bekal yang dibawa selama ia berada di Jakarta. 

Tujuan mereka ke Jakarta untuk menemui seseorang dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Politik, kedatangannya bertujuan untuk mendapatkan dukungan saat Pilkada 2020 di Kabupaten Kutai Timur.

Agar mendapat surat keputusan (SK) dukungan dari Partai Politik ia bermaksud menyerahkan sejumlah uang sebagai mahar, yang diperkirakan akan menghabiskan biaya kurang lebih senilai Rp 2 hingga Rp 3 milliar yang sudah dipersiapkan sebelumnya dari hasil uang rekanan swasta. 

"Saya tidak tahu juga, partai itu meminta mahar atau tidak, namun kemungkinan partai lain meminta mahar, sehingga saya harus mempersiapkan sebelumnya," ucap Ismunandar memberi keterangannya, Selasa (6/10/2020) tadi.

Ismunandar juga mengetahui, uang yang ada pada Musyaffa adalah dari hasil setoran Aditya Maharani (rekanan swasta) yang telah mengerjakan enam set proyek di Dinas PUPR Pemkab Kutim.

Terkait dengan uang pemberian dari Aditya Maharani sebesar Rp 5 Milliar, digunakan untuk membayar hutang operasional yang digunakan sebelumnya pada kampanye Pilkada 2015 silam.

Uang yang diberikan Aditya Maharani, ditransfer sebanyak tiga kali, tepatnya pada bulan November 2019 sebesar Rp 1 milliar, kedua masih di bulan yang sama uang sebesar Rp 1,5 millar ditransfer kembali diberikan oleh Aditya Maharani kepada Musyafa dan diberikan secara langsung pada dirinya (Ismunandar).

Pada bulan Desember 2019, transfer kembali dilakukan sebesar Rp 2 milliar oleh Aditya Maharani kepada Ismunandar langsung.

"Jadi uang itu (Rp 5 milliar) saya gunakan  untuk membayar tanggungan (utang) saya sebelumnya," sebut Ismunandar lirih.

Ismunandar yang menggunakan kaos berwarna biru di salah satu ruangan di gedung KPK Jakarta, turut diminta keterangan oleh Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait sejumlah uang dari hasil pemberian para rekanan swasta yang digunakan untuk biaya kontestasi Pilkada tahun 2020.

Dari uang itu pula Ismunandar diketahui membeli mobil minibus jenis Isuzu ELF Micro Deluxe pada bulan Juni 2020 demi keperluan kampanye pada Pilkada mendatang.

"Mobil itu, dibeli atas nama istri saya. Jadi, yang lebih tahu terkait itu adalah istri saya. Mobilnya rencana digunakan sebagai operasional pada Pilkada mendatang," kata Ismunandar.

Terkait pembelian mobil minibus, ia memerintahkan Musyaffa untuk membiayai pembayaran unit tersebut yang diketahui seharga Rp 245 juta.

Musyaffa kemudian mencari dana dari pihak rekanan swasta.

"Dia (Musyafa) memberitahukan kepada saya mobil itu sudah dibayar. Tapi saya tidak mengerti skema pembayarannya seperti apa dan dari mana asal uangnya," sebutnya.

Ismunandar juga mengakui, perihal uang yang diterimanya sebesar Rp 650 juta dari Kepala BPKAD Pemkab Kutim Suriansyah alias Anto pada medio Juni 2020.

Uang yang diberikan Suriansyah bersumber dari Aditya Maharani, dan digunakan untuk persiapan kampanye Pilkada 2020.

Selain uang Rp 650 juta diketahui Aditya Maharani juga memberikan uang Tunjangam Hari Raya (THR) sebesar Rp 100 juta melalui ajudan Bupati Nonaktif ini.

Uang tersebut dibungkus rapi dengan menggunakam plastik berwarna hitam lalu diberikan dalam bentuk tunai.

Ismunandar saat dicecar beberapa pertanyaan sempat banyak berkelit, JPU Hakim pun menegur Ismunandar agar kooperatif pada saat persidangan.

"Tolong, Bapak jangan banyak berkelit saat memberi keterangan, bicara saja sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP), memang saat ini anda saksi, namun tak lama lagi akan menjadi terdakwa dengan berkas yang berbeda," tegas Hakim Agung Sulistiyono pada Bupati Nonaktif Kutim tersebut.

Dengan demikian uang yang diterima dalam kurun waktu 2019 hingga 2020, total uang yang diterima Ismunandar dari Aditya Maharani sebanyak Rp 5,25 millar.

Uang yang diberikan ke Ismunandar tentunya agar sejumlah proyek dari Pemkab Kutim nantinya dikerjakan oleh Aditya Maharani.

Sejumlah proyek yang dikerjakan Aditya Maharani adalah paket penunjukkan langsung (PL) yang ada di Dinas PUPR Kutim, senilai Rp 15 milliar dengan rincian sebagai berikut :

Enam paket proyek itu terbagi dari pengerjaan pembangunan Embung di Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan rumah tahanan Polres Kutim Rp 1,7 miliar dan pembangunan Jalan Poros di Kecamatan Rantau Rp 9,6 miliar.

Kemudian pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, optimalisasi pipa air bersih senilai Rp 5,1 miliar dan terakhir pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan APT Pranoto Sangatta senilai Rp 1,9  miliar. 

Sejumlah Uang Juga Diterima Dari Terdakwa Deki Arianto

Tidak hanya dari terdakwa Aditya Maharani, uang dengan jumlah besar juga mengalir pada Ismunandar yang berasal dari terdakwa Deki Arianto.

Tepatnya 6 Mei 2020, istri Bupati Nonaktif, Encek UR Firgasih yang juga Ketua DPRD Kabupaten Kutim meminta bantuan pada terdakwa Deki untuk menyediakan satu unit motor jenis Honda.

Lalu, pada 15 Mei 2020, Encek UR Firgasih juga meminta sejumlah uang dengan besaran Rp 60 juta guna membeli satu unit mobil merek Daihatsu seharga Rp 180 juta, mobil tersebut nantinya diberikan pada keponakan Encek.

Sebelumnya pada 21 Maret 2020 juga meminta dibelikan sebuah unit kendaraan bermotor jenis CFR-150 model terbaru dengan harga Rp 35 juta.

"Jadi, terdakwa (Deki) selalu menawarkan kepada saya, kalau memerlukan bantuan, dia siap membantu apa pun itu," sebut Ismunandar.

Adapun timbal balik yang diterima Ismunandar dari terdakwa (Deki Arianto) guna memuluskan pengerjaan sejumlah proyek dari SKPD terkait.

Terungkap pula dalam persidangan, istilah yang kerap digunakan oleh Ismunandar ketika hendak meminta uang dari Musyafaa dan Suriansyah.

Sekebat Obama, Istilah Ismunandar pada Suriansyah dan Musyafa

"Tolong saksi jelaskan apa itu 'Sekebat Obama'," ucap JPU KPK saat melemparkan pertanyaan pada Ismunandar.

Ismunandar menjelaskan istilah 'Sekebat Obama' ialah uang dari hasil rekanan yang dikonversikan menjadi US Dollar.

Dijelaskan pada 21 Juni 2020, Ismunandar menghubungi Suriansyah dengan menggunakan ponsel milik Musyaffa.

Dalam perbincangan itu, keduanya menyinggung mengenai uang hingga akhirnya Ismunandar meminta uang sebesar 10.000 USD untuk keperluan kampanye Pilkada.

"Memang saya ada meminta 'Sekebat Obama' kepada saudara Anto, maksud dari 'Sekebat Obama' adalah uang 10.000 USD, kalau dirupiahkan itu Rp 100 juta, digunakan untuk biaya operasional kegiatan di lapangan," jelasnya.

Kemudian, uang diberikan oleh Anto saat menghadiri pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi Kutim, yang berlangsung di Hotel Mesra, Kota Samarinda.

"Sebelumnya saya memang minta dalam bentuk mata uang Dollar, namun tidak ada. Jadi, saat itu hanya dalam bentuk rupiah, uang itu bersumber dari rekanan tetapi tidak tahu detailnya bagaimana yang lebih tahu adalah saudara Anto," katanya.

Kepada JPU, Ismunandar juga diminta keterangannya terkait pertemuan antara dirinya dengan terdakwa Aditya Maharani yang saat itu meminta agar proyek yang dikerjakan tidak terpangkas oleh anggaran penanganan covid-19.

Dia menuruti permintaan rekanannya itu dengan menyusun daftar proyek yang dikerjakan agar tetap mendapat pencairan anggaran.

"Saya menugaskan Musyaffa untuk mengamankan (proyek) agar tidak terkena imbas pemangkasan dana covid-19, tapi ya proyek itu tetap terkena relokasi anggaran juga," tutur Ismunandar.

Suriansyah Akui Terima Uang dari Terdakwa

Majelis Hakim pun beralih pada saksi kedua, Suriansyah alias Anto yang juga menjabat sebagai Kepala BPKAD Kabupaten Kutim.

Materi sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

JPU sempat bertanya pada Anto perannya sebagai kepala BPKAD, apakah ada permintaan khusus untuk Bupati Nonaktif Kutim, Ismunandar pada dirinya guna mengumpulkan sejumlah uang untuk memenuhi keperluan Bupati ataupun keperluan pribadinya.

"Sering meminta pada saya, sejak saya menjabat Kepala BPKAD pada 2017 lalu, Bapak (Ismunandar) menjabat kan 2016. Guna memenuhi keperluan kebutuhan Bupati, saya meminta bantuan pada kontraktor (rekanan)," sebutnya pada JPU.

Ditanya mengenai darimana Anto kenal dengan kedua terdakwa Deki Arianto dan Aditya Maharani, ia menjawab baru saja kenal.

"Baru saja, 2019-2020," ucapnya singkat.

Uang senilai Rp 1 milliar dari terdakwa Deki Arianto diserahkan padanya. Ia mengakui bahwa itu permintaan langsung dari Ismunandar.

Sempat ditanya uang tersebut apakah dipergunakan untuk keperluan sang bupati atau keperluan pribadinya, Anto sempat berkelit lalu mengakui bahwa ia juga mendapatkan uang tersebut.

"Untuk kebutuhan bupati, ya saya makan sedikit-sedikit yang mulia," ucapnya pada JPU.

Mendengar hal tersebut, JPU sontak mencecar lebih dalam terkait perannya.

Permintaan bupati, ditanya JPU, apakah ada rentang waktu dalam meminta sejumlah uang pada rekanan dan apakah mengetahui sumber dana tersebut.

"Bupati tidak melarang terkait permintaan pada sejumlah rekanan, saya memberitahunya, ia menyetujui itu (pemberian uang dari rekanan). Sewaktu-waktu meminta," katanya lagi.

Penunjukan Langsung (PL) dilakukannya bersama Ismunandar dengan pola melaporkan bahwa rekanan yang sudah mendapatkan sejumlah proyek, termasuk kedua terdakwa Deki Arianto dan Aditya Maharani.

"Yang menentukan kedua terdakwa mendapat proyek saya. Mereka meminta pekerjaan di lingkup Pemkab Kutim. Alasannya meminta pada saya ya karena Kepala BPKAD dan orang dekat Bupati," jelasnya.

Suriansyah juga mengaku perannya sama seperti Musyaffa, melaporkan terkait rekanan yang sudah mendapat proyek.

Terungkap di persidangan Suriansyah dan Musyafa memiliki hubungan keluarga, lebih tepatnya adik kandungnya.

Dia mengaku menerima uang dari terdakwa Aditya Maharani sebanyak Rp 30 juta dari dana yang diberi sebesar Rp 650 juta untuk mempercepat pencairan dana sebelum Surat Penyediaan Dana (SPD) diterbitkan.

"Saya terima satu kali (Rp 30 juta), sebelum SPD diterbitkan. Ada juga beberapa rekanan lain, ada juga yang tidak memberi," sebutnya.

Baca juga: Divonis Bebas, Terdakwa Tagih Utang Istri Kombes Pingsan di Ruang Sidang, Hakim Temukan Bukti Baru?

Baca juga: KISAH PILU Awalnya Hanya Benjolan Kecil di Gusi, Kini Pengaruhi Bentuk Wajah Jurni

Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 Masih di Bawah Rata-rata Dunia, Ini Kata Jubir Satgas

Sidang virtual ini akhirnya ditutup oleh Majelis Hakim.

Diberitakan sebelumnya, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar.

Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim. 

Nama Bupati Kutim Nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek Unguria Riarinda Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret.

Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim. 

Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya‎, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP. 

Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.

Deki didakwa menyuap Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar. 

(TribunKaltim.co/ Mohammad Fairoussaniy)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved