Terjawab Sudah Mengapa Fadli Zon Beda Sikap dengan Gerindra dan Prabowo Soal UU Cipta Kerja

Sejumlah penolakan muncul usai UU Cipta Kerja ini disahkan. Salah satu kritikan datang dari politisi Partai Gerindra, Fadli Zon.

Kolase TribunKaltim.co / via Kompas.com
Prabowo Subianto dan Fadli Zon 

Sebelumnya, Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya penasaran dengan sikap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto terhadap UU Cipta Kerja.

Pasalnya, Gerindra termasuk partai yang setuju dengan disahkannya UU Cipta Kerja tersebut.

Namun hal itu seolah tak sejalan dengan sikap Anggota DPR dari fraksi Gerindra, Fadli Zon, yang mengkritik UU Cipta Kerja tersebut.

Yunarto Wijaya pun dibuat bingung dan bertanya-tanya akan sikap sang ketua umum Prabowo Subianto.

Sebelumnya, ia juga mengomentari artikel berita soal kritikan Fadli Zon terhadap UU Cipta Kerja tersebut.

Ia menyindir kritik yang disampaikan Fadli Zon itu hanya akting semata.

Sebab pada kenyataannya, partai Gerindra mendukung UU Cipta Kerja tersebut.

Dilansir TribunnewsBogor.com dari Kompas.com Kamis (8/10/2020), Fadli Zon menilai, UU Cipta Kerja tidak tepat sasaran dalam menjawab persoalan hambatan investasi di dalam negeri.

Mengutip data World Economic Forum (WEF), Fadli Zon memaparkan kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, pekerja/buruh yang saat ini dalam posisi sulit akibat dampak pandemi Covid-19 kian terpojok.

Fadli Zon berpendapat, kepentingan dan suara masyarakat dalam pembentukan UU Cipta Kerja justru terpinggirkan.

Fadli mencatat sejumlah isu yang menjadi pokok penolakan pekerja/buruh.

"Dalam catatan saya, ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh. Misalnya, skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah. Kemudian, penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi)," tuturnya.

Kemudian, hak-hak pekerja yang sebelumnya dijamin dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, seperti hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama 5 hari dalam seminggu dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bogor
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved