Virus Corona
WHO Ungkap Orang Muda yang Sehat tak Akan Dapat Vaksin Covid-19, Tunggu Sampai Waktu Ini
Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mengungkapkan orang muda yang sehat tidak akan mendapat vaksin Virus Corona (Covid-19),
TRIBUNKALTIM.CO - Pandemi virus Corona kini masih terus terjadi di seluruh belahan dunia.
Sejumlah penelitian telah dilakukan utuk menemukan vaksin covid-19.
Beberapa negara hampir menuntaskan pembuatan vaksin dan siap disuntikan ke masyarakat.
Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mengungkapkan orang muda yang sehat tidak akan mendapat vaksin Virus Corona (Covid-19) hingga 2022.
Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan, vaksinasi akan diprioritaskan kepada kelompok berisiko tertinggi, dan orang tua.
Selain itu juga para petugas kesehatan, yang berada di garda terdepan berperang melawan Covid-19.
"Anak muda yang sehat mungkin harus menunggu sampai 2022 untuk mendapat vaksin," ujar Swaminathan seperti dilansir Reuters, Kamis (15/10/2020).
"Kebanyakan orang setuju, vaksinasi itu dimulai dengan petugas kesehatan, dan pekerja garis depan, tetapi bahkan di sana, Anda perlu menentukan mana dari mereka yang berisiko tertinggi, dan kemudian orang tua, dan sebagainya," kata Swaminathan.
Baca juga: DAFTAR Kode Redeem Free Fire Terbaru 15 Oktober 2020, Banyak Hadiah, Termasuk Diamond dengan Spin
Baca juga: Di Mata Najwa, Direktur YLBHI Singgung Pendemo Dianiaya, Mahfud MD: Polisi Dilempari Batu, Diludahi
Baca juga: Anies Baswedan Minta Pelajar yang Ikut Demo tak Dikeluarkan dari Sekolah, Sudah Tidak Zaman Lagi
Baca juga: MASIH ADA WAKTU, Syarat, Link dan Cara Daftar Bantuan UMKM dari Facebook, Ada Total Dana Rp 12,5 M
WHO juga menegaskan, membiarkan infeksi menyebar dengan harapan mencapai "herd immunity" tidak etis dan akan menyebabkan kematian yang tidak perlu.
Karena itu WHO mendesak perlunya penerapan protokol kesehatan yang ketat yakni mencuci tangan, jarak sosial, memakai masker dan menghindari kerumunan orang - untuk mengendalikan penyebaran virus.
"Orang-orang berbicara tentang herd immunity. Kita hanya harus membicarakannya dalam konteks vaksin," kata Swaminathan.
"Anda perlu memvaksinasi setidaknya 70% orang ... untuk benar-benar memutus mata rantai penyebarannya."
Apalagi WHO mengingatkan, puluhan vaksin masih dalam uji klinis dan harapan untuk inokulasi awal tahun ini. Sehingga Swaminathan menegaskan vaksinasi massal tidak mungkin cepat.
Dua kandidat vaksin dari Johnson &Johnson dan uji coba AstraZeneca di AS, dihentikan sementara karena masalah keselamatan.
Karena itu WHO kembali mengingatkan disiplin menjalankan protokol kesehatan di tengah kekhawatiran akan naiknya kasus kematian bersamaan lonjakan kasus.
Kasus baru mencapai 100.000 setiap hari di Eropa. Hampir 20.000 infeksi dilaporkan di Inggris, sementara Italia, Swiss, dan Rusia berada di antara negara-negara dengan rekor jumlah kasus.
Sementara kasus kematian secara global telah turun menjadi sekitar 5.000 per hari dari puncak April lalu melebihi 7.500.
Swaminathan mengatakan, kini beban kasus meningkat di unit perawatan intensif.
"Kita seharusnya tidak berpuas diri bahwa angka kematian turun."
Lebih dari 38 juta orang telah dilaporkan terinfeksi secara global dan 1,1 juta telah meninggal.
Baca juga: Jakarta & Surabaya Jadi Pusat Pendistribusian Vaksin Covid-19, Wawancara Ekslusif Menhub Budi Karya
Baca juga: Belum Pasti Efektif, Pakar Epidemiologi Kritisi Niat Pemerintah Beli Vaksin Corona dari China
Baca juga: Jadwal Indonesia Terima Vaksin Covid-19 dari Sinovac, Sinopharm, Astra Zeneca, Total Ada 30 Juta
Jokowi Tandatangani Perpres Penanggulangan Corona, Pengadaan Vaksin Covid-19 Bisa Lebih Cepat?
Peraturan Presiden ( Perpres ) penanggulangan pandemi Corona resmi diteken oleh Presiden Joko Widodo ( Jokowi ).
Perpres tersebut berkaitkan dengan upaya penanggulangan covid-19 di Indonesia.
Salah satunya adalah pengadaan vaksin
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Perpres tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan perlunya langkah luar biasa atau ekstraordinary dalam menanggulangi Pandemi Covid-19.
Salah satunya percepatan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Perpres ini diteken Presiden Jokowi pada Senin (5/10/2020) dan diundangkan sehari setelahnya.
Lewat perpres tersebut, pemerintah mengatur soal pengadaan, distribusi, hingga penyuntikan vaksin Covid-19.
Proses pengadaan vaksin dilakukan oleh BUMN PT Bio Farma (Persero).
Bio Farma dapat bekerja sama dengan badan usaha atau lembaga dalam negeri maupun internasional oleh Kementerian Luar Negeri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.
Adapun jenis dan jumlah pengadaan vaksin covid-19 ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Perpres tersebut juga mengatur kewenangan Menkes dalam menetapkan besaran harga pembelian vaksin covid-19.
Penetapan harga pembelian vaksin Covid-19 harus dilaksanakan sesuai tata kelola yang baik, akuntabel, dan tidak ada konflik kepentingan.
Apabila terjadi force majeur maka kerja sama penyediaan vaksin covid-19 dapat dihentikan.
Keadaan tersebut merupakan kondisi ketika ada kejadian di luar kehendak dari yang disepakati dalam kontrak.
Nantinya Menteri Kesehatan yang akan menetapkan jumlah dan jenis vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat.
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional hanya memberikan pertimbangan kepada Menkes dalam memutuskan jumlah dan jenis vaksin.
Apabila vaksin dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, maka pemerintah mengutamakan vaksin Covid-19 dari dalam negeri.
Pengadaan vaksin Covid-19 dalam Perpres tersebut meliputi penyediaan vaksin Covid-19 dan peralatan pendukung dan logistik yang diperlukan dan distribusi Vaksin COVID-19 sampai pada titik searah yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pelaksanaan vaksin Corona dilakukan pada 2020, 2021, dan 2022 sesuai Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 yang diakses dari situs Kemensetneg.
Berikut ini ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (4) Perpres:
Pasal 2
(1) Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah vaksin COVID-19 yang diperlukan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID- 19.
(4) Pengadaan untuk Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-l9 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk tahun 2O2O, tahun 2021, dan tahun 2022.
Saat ini, vaksin Covid-19 yang dikembangkan berbagai pihak masih dalam tahap uji klinis. Indonesia menempuh dua jalur dalam mendapatkan vaksin Covid-19.
Untuk jangka pendek, Indonesia bekerja sama dengan perusahaan medis asal China, Sinovac, dan G42 yang berpusat di Uni Emirat Arab.
Vaksin dari Sinovac kini tengah dilakukan uji klinis tahap ketiga di Bandung, Jawa Barat. Sedangkan vaksin dari G42 tengah menjalani uji klinis tahap ketiga di Uni Emirat Arab.
Adapun dalam rangka membangun ketahanan nasional, Indonesia mengembangkan vaksin Merah Putih yang programnya dijalankan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Saat ini vaksin Merah Putih baru dalam tahap pengembangan awal dan belum dilakukan uji klinis.
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal China Sinovac ditujukan untuk kebutuhan jangka pendek.
Bambang mengatakan vaksin yang dikembangkan bersama negara lain dapat disuntikan jika telah terjamin keamanan dan keampuhannya.
"Vaksin Sinovac maupun yang kerja sama lain itu adalah kebutuhan vaksin jangka pendek, karena bagaimanapun. Kalau memang sudah ada vaksin terbukti aman nomor satu, dan yang kedua manjur ya. Jadi safety dan efikasinya terpenuhi," ujar Bambang.
Menurutnya, jika vaksin sudah siap penyuntikan dapat dilakukan.
Bambang mengatakan penyuntikan vaksin untuk menciptakan kekebalan kawanan atau herd imunity masyarakat dari Covid-19.
"Memang akan lebih baik kalau vaksinasi segera dimulai. Sehingga mulai menciptakan yg namanya herd imunity. Karena herd imunity harus ada vaksinnya. Nah herd imunity ini pelan-pelan terbentuk dengan mulainya vaksinasi. Itu jangka pendek. Ketika vaksin ini sudah siap," tutur Bambang.
Bambang mengungkapkan vaksin Sinovac ini kemungkinan tidak akan bertahan hingga seumur hidup. Kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin ini, menurut Bambang dapat hilang dalam setahun atau dua tahun.
Sehingga dibutuhkan proses vaksinasi kembali untuk mencegah penularan virus corona.
"Kemungkinan besar vaksin yang akan kita dapatkan tidak seumur hidup. Maksudnya daya tahan yang ditimbulkan tidak seumur hidup. Ada setahun kemudian, dua tahun kemudian anda harus dibooster, divaksin lagi. Supaya tetap punya kemampuan bertahan terhadap Covid-19," jelas Bambang.
Hal ini yang membuat dibutuhkannya vaksin untuk jangka panjang.
Bambang mengatakan vaksin buatan dalam negeri atau merah putih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan vaksin di dalam negeri.
"Maka jangka menengah panjang kita akan menggunakan atau fokus pada vaksin merah putih," pungkas Bambang.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito memastikan vaksin yang akan disuntikkan masyarakat sudah melalui beberapa tahap uji klinis hingga dinyatakan aman.
Baik itu yang dikembangkan kerja sama dengan negara lain maupun vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan pemerintah.
"Vaksin yang nantinya masuk ke Indonesia harus dipastikan secara data dan penelitian aman bagi masyarakat. Pengembangan vaksin umumnya butuh waktu dan proses yang cukup panjang," ujar Wiku.
Tahapan pembuatan vaksin menurut wiku dimulai dari penelitian dasar dimana ilmuwan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains biomedis.
Kemudian vaksin akan dibuat dalam jumlah terbatas untuk bisa memasuki uji praklinis dan uji klinis tahap 1, 2 dan 3.
Secara rincinya dalam tahap uji praklinis dilakukan studi sel di laboratorium yaitu studi in Vitro dan in Vivo untuk mengetahui keamanan bila diujikan pada manusia.
Setelah itu baru memasuki uji fase 1 dimana vaksin diberi pada sekelompok kecil orang untuk melihat respon imunitas dan kekebalan yang dipicu.
"Pada fase 2, vaksin diberikan pada ratusan orang sehingga para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang dosis yang tepat. Pada fase 3, vaksin diberikan pada ribuan orang untuk memastikan keamanannya termasuk efek samping yang jarang terjadi dan keefektifan ya. Uji coba ini melibatkan kelompok kontrol yang diberi placebo, artinya kelompok kontrol adalah masyarakat yang disuntik tapi tidak dengan vaksin," kata Wiku.
Melalui proses uji klinis ilmuwan dapat mengetahui apakah vaksin menimbulkan efek samping atau tidak, mengingat belum ada vaksin Covid-19 yang lulus uji klinis tahap 3, kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin terus dilakuka
Wiku juga menjelaskan terkait risiko Antibody-dependant enhancement (ADE) adalah suatu kondisi reaksi tubuh karena antibodi tubuh melawan antigen yang berupa virus atau bakteri.
Terkait efek samping ini sejauh ini hanya ditemukan pada penyakit dengue dan sejenisnya dan tidak pada virus lain.
Fenomena ADE hanya terlihat pada Mers, Sars, Ebola, HIV, semata-mata ditemukan in silico dan in Vitro, dan tidak menggambarkan fenomena di manusia.
Fenomena ADE untuk Sars Cov-2 katanya sudah diselidiki sejak percobaan praklinis hingga dinyatakan aman dan baik.
Namun karena adanya perbedaan antara hewan percobaan dan manusia, tentu risiko ADE pada manusia harus diinvestigasi.
"Inilah pentingnya uji klinis melalui semua fase, jika sudah lolos fase 3 dan memberikan laporan yang baik, maka kandidat vaksin bisa meminta persetujuan edar dari lembaga pengawas. Pemerintah dalam hal ini tidak akan terburu-buru dan berpegang teguh pada data hasil uji," tegas Wiku.
Baca juga: MOMEN Pengajian dan Malam Bainai Nikita Willy, Bacaannya Dipuji, Indra Priawan Nonton Live via Zoom
Baca juga: TERUNGKAP! Rupanya Ada Kabar Baik Soal Pesangon Buruh di UU Cipta Kerja, Ini Penjelasan Hotman Paris
Baca juga: Bursa Transfer, PSG dan Man City Berebut Bintang Andalan AC Milan, Pioli Sudah Punya Penggantinya
Diketahui dari sumber WHO, draft Landscape of Covid-19 candidate vaccines yang diperbaharui per 2 Oktober sudah ada 10 vaksin yang masuk ke dalam tahap 3 uji klinis.
Yaitu Sinovac, Wuhan Institute of Biological Product atau Sinopharm, Johnson Pharmaceutical Companies, Kansino Biologic Incorporated atau Beijing Institute of Biotechnology, Gamalea Research Institute.
Kemudian Beyond Tech atau Fossum Pharmaficer, University of Oxford atau Astrazeneka, Novavac, Moderna atau NIAID dan Beijing Institute of Biological Product atau Sinopharm.
(Tribun Network/fah/fik/mam/wly)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul WHO: Orang Muda yang Sehat tak Akan Dapat Vaksin Covid-19 Hingga 2022
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengadaan Vaksin Corona Dipercepat, Vaksin Sinovac Kemungkinan Tak akan Bertahan Hingga Seumur Hidup, https://www.tribunnews.com/corona/2020/10/08/pengadaan-vaksin-corona-dipercepat-vaksin-sinovac-kemungkinan-tak-akan-bertahan-hingga-seumur-hidup?page=all.