Populasi Tinggal 80 Ekor, YK RASI Ajak Masyarakat Jaga Pesut Mahakam, Kematian Capai 4 Ekor/Tahun
Malu-malu, hewan yang terlihat seperti tersenyum ini meliuk-liuk di permukaan air sungai. Tetapi kemunculannya tak lagi mudah ditemukan, Pesut Mahaka
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG- Malu-malu, hewan yang terlihat seperti tersenyum ini meliuk-liuk di permukaan air sungai.
Tetapi kemunculannya tak lagi mudah ditemukan, Pesut Mahakam hidupnya makin ke ujung atau hulu Sungai Mahakam.
Jumlahnya kini tak sampai 100 ekor, hanya sekitar 80-an.
Pesut Mahakam pun terancam populasi dan habitatnya.
Banyak hal yang jadi sebab musababnya, mulai dari kontaminasi air, habitat yang terganggu, dan bersinggungan dengan rengge (alat tangkap ikan).
Perlu kerja sama semua pihak, agar anak cucu kita masih bisa melihat senyuman hewan yang kerap dijuluki the smiling dolphin ini.
Co founder Yayasan Konervasi Rare Aquatic Specied of Indonesia (YK-RASI), Danielle Kreb mengatakan, saat ini pihaknya bekerja sama dengan Pemkab Kukar sudah berproses mengajukan penetapan kawasan konservasi air tawar ke kementerian.
Dengan konservasi ini, dia berharap eksistensi Pesut Mahakam bisa terus dipertahankan, meskipun jumlahnya makin kritis.
Sejak awal 2020, sudah ada SK Bupati terkait batasan area untuk kawasan Pesut Mahakam.
Dalam SK Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam, ditentukan seluas 43.117,22 hektare.
Luasan itu mencakup zona inti seluas 1.081,28 hektare dengan pelarangan ketat penangkapan ikan.
Lalu, zona perikanan berkelanjutan seluas 14.947,65 hektare, kawasan hutan sempadan sungai seluas 2.169,44 hektare, areal hutan sempadan danau seluas 563,79 hektare, serta zona rehabilitasi dan perlindungan hutan gambut dan rawa-rawa seluas 24.355,06 hektare.
Wilayahnya meliputi Kota Bangun, Muara Muntai, Muara Kaman dan Muara Wis.
Meski ada beberapa kawasan terpisah, namun tetap terhubung di perairan Sungai Mahakam.
Sedangkan, untuk penetapan konservasi air tawar dari Kementerian, masih berproses.
"Dan kini sedang mengajukan penetapan kawasan di tingkat kementerian. Sudah dipersilakan dari pihak KKP dan Kemendagri untuk mengajukan dokumen yang baru difinalisasi dengan mengikuti prosedur Permen 31 tahun 2020," jelas perempuan asal Belanda ini.
Dia menuturkan, setelah ditetapkan akan menyusul sebuah rencana pengelolaan zonasi yang dibuat oleh tim teknis yang ditunjuk.
Nah, tahun depan juga diharapkan akan disusun dan dibahas perda baru tentang kawasan termasuk perikanan, transportasi dan lainnya.
"Selain itu RASI juga sedang finalisasi draf Rencana Aksi Nasional khusus Pesut Mahakam yang nanti mau diajukan juga ke KKP," ujarnya.
Di sisi lain, sebelumnya diungkapkan lembaganya banyak melibatkan masyarakat untuk bersama-sama menjaga eksistensi Pesut Mahakam.
Maka dari itu, pada akhir 2019 lalu dia mendapat Conservation Merit Award dari Society for Marine Mammalogy dalam acara The World Marine Mammal Conference di Barcelona.
Dalam forum yang dihadiri 2.500 pegiat mamalia air di dunia itu, Danielle Kreb mempresentasikan upaya konservasi dan kondisi Pesut Mahakam yang sekarang tinggal 80-an ekor dengan habitat hanya di Sungai Mahakam dan anak sungainya.
Dalam presentasinya, Danielle Kreb mengungkapkan timnya melibatkan warga sekitar.
Apa yang dia dapat adalah kerja tim dan masyarakat.
Pihaknya mengedukasi masyarakat agar tak buang sampah sembarangan di sungai, juga melibatkan masyarakat ketika proses evakuasi atau upaya untuk membantu pesut mahakam.
"Kami latih masyarakat di desa-desa sekitar habitat pesut. Kalau di Desa Pela (Kukar), masyarakatnya sudah bisa," ucap Danielle Kreb.
Hal ini juga ditampilkan dalam sesi video night.
Kala itu, video YKRASI terpilih menjadi salah satu dari 12 video dari seratusan video seluruh dunia.
Dalam videonya, terekam kegiatan YKRASI saat mengevakuasi pesut Mahakam bersama-sama dengan masyarakat.
"Di video itu, mereka melihat keadaan kami di lapangan, dengan alat-alat minim, seperti perahu kecil. Sedangkan di tempat lain dengan alat canggih. Ternyata kami yang alatnya minim bisa melestarikan pesut Mahakam. Mereka melihat bagaimana masyarakat yang tampak jujur begitu senang ketika pesutnya selamat," tuturnya.
Saat ini, Pesut Mahakam jarang nampak di Sungai Mahakam.
Mamalia ini bermukim di sungai-sungai kecil sebagai anak sungai Mahakam.
Pasalnya, di sungai inilah yang paling agak bersahabat dengan mereka.
Tak ada lalu lintas kapal besar, dan pesut bisa mendapatkan ikan kecil dengan mudah.
Sebab, hewan ini memanfaatkan gelombang sonar untuk melihat.
Hal ini bisa terganggu dengan keberadaan kapal ponton.
Sedangkan, Data Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) menyebut pada 2018, merupakan tahun dengan angka kematian tertinggi sejak tahun 1999.
Pada 1999, ada 11 ekor yang mati, lalu di 2018 angka kematian mencapai 10 ekor.
Rata-rata kematian per tahun selama 24 tahun ini adalah 4 ekor di mana 66 persen disebabkan oleh terperangkap oleh rengge dan kemudian tenggelam.
"Hasil dari uji kualitas air dari 16 stasiun sampling air di tahun Juli 2017-Mei 2018 yang hampir semua sampling dilakukan di konsisi air tinggi/ banjir menunjukkan bahwa beberapa (anak) sungai memiliki konsentrat tinggi dari logam berat yang sangat berbahaya untuk kesehatan masyarakat maupun Pesut," paparnya yang tertulis dalam laporan RASI.
Kandungan logam berat itu seperti kadmium dan timbal yang melampui baku mutu hingga 23 kali dan merupakan kasus yang terparah.
Namun di tahun Augustius 2018-Mei 2019 yang kebanyakan sampling dilakukan pada kondisi air surut atau sedang, pencemaran dengan logam berat tembaga yang melampaui baku mutu hanya sekali ditemukan di Muara Sebintulung, Kecamatan Muara Kaman.
"Akan tetapi nilai besi, COD dan nitrit tergolong tinggi di banyak titik sampling. Untuk ancaman, selain kematian dan polusi kimia, tekanan terhadap habitat Pesut semakin meningkat termasuk polusi suara bawah air," ujarnya.
Selain itu, juga persaingan untuk sumber daya perikanan yang semakin menurun akibat alih fungsi lahan rawa sebagai tempat memijah ikan menjadi kebun sawit, penyetruman dan penggunaan racun secara ilegal.
Dikarenakan 92 persen dari semua pertemuan kelompok Pesut Mahakam berada di dalam calon kawasan konservasi perairan di wilayah Kutai Kartanegara.
Menanggapi hal ini, Pemkab Kukar pun telah melakukan workshop Pembahasan Tata Cara Penetapan Cadangan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam.
Hal ini dilakukan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI didampingi Direktur Konservasi dan Keanekaragamaan Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kepala Bappeda Kabupaten Kukar Wiyono mengatakan, ikan endemik yang khas di Kalimantan Timur, yaitu Pesut Mahakam.
Habitat pesut Mahakam ini berada di Sungai Mahakam bagian tengah dan anak–anak sungainya, serta Danau Semayang, Danau Melintang, dan sekitarnya.
Baca juga: Tinggal 81 Ekor, Habitat Pesut Mahakam Kian Terancam, Pemkab Usulkan Penetapan Kawasan Konservasi
Baca juga: Pemkab Kukar Berencana Usulkan Penerapan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam
"Atas inisiatif dan usulan dari Yayasan RASI bekerja sama dengan tim teknis lintas perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten Kukar disusunlah suatu kawasan perlindungan pesut Mahakam melalui pencadangan kawasan konservasi perairan," kata dia.
Direktur KKHL KKP Andi Rusandi pun memaparkan penetapan kawasan berdasarkan kajian ilmiah dan berbasis kemasyarakatan bagi lumba–lumba air tawar pesut Mahakam ini, bertujuan untuk memperoleh perlindungan habitat yang efisien melalui peningkatan kualitas habitat.
"Caranya menghindari polusi bahan kimia dan suara bawah air serta mengurangi risiko kematian yang disebabkan rengge, racun dan tertabrak kapal.
Hal ini terafiliasi dalam sistem pemantauan perkembangan dan ancaman terhadap pesut Mahakam, sumber daya perikanan dan kualitas air serta terbangunnya ekowisata yang berbasis kemasyarakatan dan alam di daerah habitat Pesut Mahakam," ucapnya.
(TribunKaltim.co/Sapri Maulana)