Kasus Kekerasan Anak Meningkat Tajam di PPU, Begini Kata Pemerhati Perempuan dan Anak

Kekerasan anak di bawah umur di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) cukup meningkat tajam. Data sejak Januari hingga November 2020 yang dihimpun mela

TRIBUNKALTIM.CO/DIAN MULIA SARI
Dyah, salah satu pemerhati perempuan dan anak di PPU. Ia mengaku prihatin terhadap kasus kekerasan terhadap anak di PPU yang naik tajam. TRIBUNKALTIM.CO/DIAN MULIA SARI 

TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM- Kekerasan anak di bawah umur di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) cukup meningkat tajam.

Data sejak Januari hingga November 2020 yang dihimpun melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DP3AP2KB PPU mencatat sebanyak 25 kasus.

Menurut informasi bahwa hal tersebut banyak menimpa anak di bawah umur dengan kasus pelecehan seksual.

Bahkan dari informasi dari dinas tersebut pelaku kebanyakan merupakan orang terdekat seperti ayah tiri, teman dekat atau pacar.

Menanggapi hal tersebut Dyah, salah satu pemerhati Perempuan dan Anak di PPU mengungkapkan, bahwa kondisi tersebut cukup memprihatinkan dan harus segera ditindaklanjuti.

"Ada peningkatan dari tahun sebelumnya untuk tahun 2019 hanya 14 kasus dan di tahun 2020 sejak Januari hingga November sudah mencapai 25 kasus, untuk para korban pemerintah harus mulai mempersiapkan cara yang paling tepat untuk rehabilitasi korban pelecehan atau kekerasan perempuan dan anak dalam mengatasi rasa trauma," kata Dyah, Selasa (15/12/2020).

Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bentuk pelecehan, bahwa pelecehan bukan hanya berbentuk nonverbal (fisik) tapi pelecehan verbal juga sering terjadi namun tidak menyadari sehingga menjadi kebiasaan buruk yang dimaklumi.

"Ini harus menjadi atensi pemerintah dan kepolisian, untuk betul-betul fokus dengan masalah satu ini, Pemerintah dan kepolisian juga harus melakukan sosialiasi tentang bahayanya pelecehan dan kekerasan, dan siapapun yang menjadi korban segera melapor untuk diproses, jangan hanya diam karena takut dikucilkan masyarakat," tuturnya.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa dengan banyaknya kasus, para orang tua harus lebih fokus memberikan edukasi dini yang berkelanjutan terhadap anak dan membuat rumah menjadi tempat ternyaman sehingga anak-anak bisa terbuka tentang semua aktifitas diluar rumah.

Baca juga: Kasus masih Tinggi di Kota Samarinda, Pelecehan Seksual jadi Perhatian Zairin-Sarwono

Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual di Samarinda Tertinggi se-Kaltim, Tiap Paslon Punya Kiat Turunkan Angka

"Bahaya itu selalu mengintai, semua punya peran dan peran terbesar adalah orang di sekeliling untuk bisa menjaga anak-anak yang rentan," ujar Dyah yang pernah menjabat Ketua Kohati Himpunan Mahasiswa Islam Kota Samarinda.

Tidak hanya itu, Dyah juga mengatakan bahwa pergaulan bebas dan kurangnya pengetahuan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual yang saat ini terkesan menjadi efek penyumbang jumlah kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur dan perempuan.

"Kembali lagi anak-anak harus terkontrol, namun tidak dikekang dan berikan batasan yang semestinya. Perlindungan dini adalah orang tua kandung dan anak itu sendiri. Karena anak adalah harapan dan investasi masa depan, sehingga perlu dijaga.

Butuh penjelasan yang terperinci dan bisa dipahami anak-anak mana yang boleh dan tidak boleh. Dan kita semua punya peran untuk menjaga itu," imbuhnya.

(TribunKaltim.co/Dian Mulia Sari)

*caption : Dyah salah satu pemerhati Perempuan dan Anak di PPU

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved