Virus Corona

Jokowi Dapat Vaksin Pertama, Herdiansyah Hamzah Keras Menanggapi Ancaman Sanksi dari Wamenkum HAM

Herdiansyah Hamzah (Castro) menanggapi ancaman bagi yang menolak disuntuik vaksin yang disampaikan Wamenkum HAM Edward Omar Sharif

KOMPAS.COM/TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNKALTIM.CO
Presiden RI Joko Widodo merupakan orang pertama di Indonesia yang mendapatkan dosis vaksin Covid-19 di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (13/1/2021) pagi. Ini sekaligus menandai pelaksanaan vaksin bagi ratusan juta rakyat di seluruh Indonesia. Insert adalah Herdiansyah Hanafiah dari FH Unmul, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif. 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden RI Joko Widodo mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19 di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (13/1/2021) pukul 10.00 WIB. Ia menjadi orang pertama yang disuntik vaksin produksi Sinovac itu. Ini sekaligus menandai dimulainya vaksinasi bagi ratusan juta rakyat Indonesia.

Dilansir dari Kompas TV yang melakukan siaran langsung atas peristiwa itu, pihak Istana telah menunjuk dokter kepresidenan untuk menyuntikkan vaksin tersebut. Ia adalah Prof Dr Abdul Mutalib (FKUI) yang juga Wakil Ketua Dokter Kepresidenan.

Presiden Jokowi menerima suntikan vaksin pertama Covid-19 buatan Sinovac pada Rabu (13/1/2021) di Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden Jokowi menerima suntikan vaksin pertama Covid-19 buatan Sinovac pada Rabu (13/1/2021) di Istana Merdeka, Jakarta. (tangkap layar Youtube Sekretariat Presiden)

Presiden pun mengikuti prosedur yang berlaku. Antara lain data diri guna mencocokan identitas, dicek tekanan darahnya, dan ditanya riwayat kesehatannya seperti jantung, ginjal, dan diabetes. Setelah itu vaksin disuntikkan di bahu kirinya.

Pemeriksaan tekanan darah dilakukan guna memastikan keamanan dalam vaksinasi. Presiden juga mendapatkan kartu tanda vaksinasi. Kartu ini akan diperlihatka ketika dilakukan pemberian dosis vaksin kedua, 14 hari setelah pemberian dosis pertama.

Setelah proses vaksinasi, Presiden menuju ruang tunggu untuk peninjauan selama 30 menit. Dalam masa itu akan dilihat bila terdapat Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Sejauh itu, tidak menunjukkan gejalan kejadian pasca-imunisasi.

Sebelum menjalani vaksin perdana, Jokowi juga menyebut pemerintah menyiapkan vaksin bagi 182 juta rakyat Indonesia. Mengingat vaksin perlu dilakukan dua kali, maka pemeritah menyediakan dosis dua kali lipat atau 364 juta dosis vaksin.

Selain Jokowi, terdapat pula Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang akan divaksinasi hari ini. Selain Budi ada pula Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Idham Azis yang mendapatkan vaksinasi. Ada pula tokoh yang ikut mendapatkan vaksiansi perdana dari asosiasi profesi dan tokoh agama. Antara lain adalah Ketua PB IDI Daeng M Faqih, Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, dan tokoh dari PB NU.

Ancaman Sanksi

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej. (TRIBUNNEWS.COM)

Namun sebagian orang selama ini merasa was-was dengan keamnan vaksin, sehingga mereka menolak divaksin.

Padahal, ada ancaman hukuman pidana dan denda bagi masyarakat yang menolaknya. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej. (TRIBUNNEWS.COM)
"Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Edward dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI sebagaimana dikutip Kompas.com, Sabtu (9/1/2021).

Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.

Pernyataan Wamen Hukum dan HAM ini seketika menuai kontroversi di media sosial. Banyak yang bertanya-tanya apakah benar akan dijatuhi hukuman dan atau denda jika menolaknya. Bagaimana pengamat hukum melihat hal ini?

Mestinya Optional

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah atau Castro
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah atau Castro (TribunKaltim.co/HO Castro)

Herdiansyah Hamzah dalam akun facebooknya mendapat mention dari netizen, Isal Wardhana. "Aku agak gagal paham dengan "statement" Wamenkumham ini, yang kupelajari itu Hukum Lingkungan. Kira-kira bisakah aku diberi pencerahan kamerad Herdiansyah Hamzah? Sebagai salah satu pakar hukum progresif di Kaltim..." Castro -- begitu Herdiansyah biasa disapa -- sehari-hari adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda.

Isal juga menyertakan gambar Wamen dengan kutipan: Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: "Jika ada warga negara tidak mau divaksin bisa kena sanksi piana. Bisa denda. Bisa penjara. Bisa juga kedua-keduanya". 

Menurut Castro, pernyataan Wamen itu bisa dipastikan berdasarkan norma dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal itu menyebut, "Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya 1 juta".

"Tapi pak wamen lupa kalau terdapat norma lain yang mestinya jadi pertimbangan. Cilakanya, kedua norma tersebut saling bertentangan (conflict of norm). Pasal 5 ayat (3) UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya," kata Castro.

Jadi semestinya, lanjutnya, vaksin itu sifatnya opsional karena dikualifikasikan sebagai hak. Ia melihat ada dua hal yang bisa dicermati dari polemik ini.

"Pertama, norma yang saling bertentangan ini pertanda adanya problem pada kualitas legislasi kita. Hal macam ini mestinya sudah bisa diprediksi saat UU disusun."

"Kedua, kalau kita mengkualifikasikan vaksin itu sebagai hak dasar yang melekat pada diri seseorang, maka semestinya itu tidak bersifat imperatif, tapi fakultatif selayaknya makna dasar hak, bisa diambil bisa tidak," jelas Castro.

Karena itu Castro menyatakan ketidaksetujuannya dengan ancaman pidana tersebut. Ada dua alasan yang ia soorkan. Pertama, hukumtidak boleh dilihat sebatas kacamata kuda yag enggan meilhat lainnya.

"Kita jangan lupa ada norma lain yang mestinya jadi pertimbangan. Pasal 5 ayat (3) UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya."

Kedua, Castro minta pemerintah melihat ke hulu persoalannya kenapa muncul isu penolakan vaksin ini. Karena tidak ada rasa aman yang mampu dihadirkan pemerintah terhadap vaksin tersebut. Jadi wajar kalau kemudian masyarakat menjadi ragu. 

"Akar persoalan inilah yang mestiya diselesaikan," tandasnya.

Mending Saya Bayar Sanksi

Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning di Gedung DPR.
Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning di Gedung DPR. (TRIBUNNEWS.COM)

Meski ada ancama sanksi macam itu, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning tetap tegas menolak divaksin Covid-19. Penegasannya itu disampaikan langsung dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1/2021).

Menurut Ribka, belum ada satupun pihak yang dapat memastikan keamanan vaksin Covid-19 asal perusahaan China, Sinovac. Ribka pun rela membayar jika ada sanksi bagi para pihak yang menolak untuk divaksin.

"Kalau persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin, mau pun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 nih, mau semua usia boleh tetap (saya tolak). Misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi 5 juta mending saya bayar, saya jual mobil kek," kata Ribka di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.

"Bagaimana orang Bio Farma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain," lanjutnya.

Lalu, Ribka membandingkan vaksin Covid-19 dengan vaksin untuk penyakit lain yang sudah ada di Indonesia sebelumnya. Dia mendesak pemerintah untuk tidak bermain-main masalah vaksin.

"Ini pengalaman saya saudara menteri (Budi Gunadi Sadikin) vaksin polio untuk antipolio malah lumpuh di Sukabumi, terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12 karena di India ditolak, dia di Afrika ditolak. Masuk di Indonesia dengan 1,3 triliun waktu saya ketua komisi," ujarnya.

"Saya ingat betul itu, jangan main-main vaksin ini. Saya pertama yang bilang saya menolak vaksin, kalau dipaksa pelanggaran HAM, gak boleh maksa gitu," lanjutnya.(*)
 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ribka Tjiptaning Tegas Tolak Divaksin Covid-19: Mending Saya Bayar Sanksi, dan Kompas.com dengan judul LIVE STREAMING Jokowi Divaksin Covid-19 Vaksinasi Perdana Dimulai"

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved