Berita Nasional Terkini

Jokowi Ingin Pilkada 2024, Pengamat: Pemerintah Sedang Dijangkiti Amnesia, Ingatkan Bahaya Besar Ini

Menurut saya pemerintah sedang dijangkiti penyakit amnesia, mengapa dengan begitu cepat melupakan argumentasi yang pernah

TRIBUNNEWS.COM
Pangi Syarwi Chaniago, dan Presiden Joko Widodo (Tribunnews/Kompas.com) 

TRIBUNKALTIM.CO - Sikap Presiden Joko Widodo menginginkan agar pelaksanaan pilkada tetap tahun 2024 dianggap berbeda pada Pilkada 2020. Pada saat itu, pemerintah ngotot dan beralasan menjaga hak konstitusi rakyat meski pandemi covid-19 masih berlangsung.

Sekarang, dengan dalih bahwa tahun 2024 itu sudah diatur dalam UU No 10 Tahun 2916 tentang Pilkada. Kata lain adalah pemerintah tidak ingin ada perubahan waktu dalam pelaksanaan pilkada.

Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mempertayakan beda sikap Presiden Jokowi pada pilkada 2020 dengan usulan perubahan pelaksanaan pilkada 2022 dan 2023 pasal 731 draft RUU Pemilu

Sejumlah partai menginginkan pilkada serentak dilaksanakan pada 2022 dan 2023 dengan merevisi UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Presiden Jokowi menghendaki Pilkada Serentak 2024 yang diatur dalam Undang-undang Pilkada dijalankan terlebih dahulu. Ia tak ingin ketentuan di dalam undang-undang yang belum dijalani sudah direvisi terlebih dahulu tanpa mengetahui hasil pelaksanaannya.

Terlebih menurut Jokowi revisi Undang-undang Pemilu membutuhkan energi yang besar. Ia menilai energi yang besar tersebut semestinya difokuskan untuk menangani pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai.

Mendukung Pilkada 2020

Sikap Jokowi yang tak mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak 2022 dan 2023 karena alasan tersebut, khususnya alasan pandemi Covid-19 pun dipertanyakan.

Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mempertanyakan alasan pemerintah menggunakan Covid-19 sebagai dalih untuk menolak pembahasan revisi Undang-undang Pemilu yang berujung pada pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023.

Sebabnya pada 2020, pemerintah bersikukuh tetap melaksanakan pilkada serentak meskipun pandemi Covid-19 juga masih berlangsung. Saat itu pemerintah beralasan Pilkada 2020 tetap harus digelar untuk menjaga hak konstitusi masyarakat.

Selain itu pemerintah juga beralasan tak ingin daerah terlalu lama dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah Pilkada 2020 ditunda.

Pangi pun mempertanyakan mengapa alasan yang sama tak digunakan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 melalui revisi Undang-undang Pemilu. Sebabnya akan ada banyak Plt kepala daerah yang menjabat jika pilkada diadakan serentak pada 2024 sebagaimana merujuk Undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Hal itu terjadi lantaran sejumlah daerah yang semestinya menggelar Pilkada 2022 dan 2023 tidak akan menggelarnya dan jabatan kepala daerah akan diisi oleh Plt hingga 2024.

“Menurut saya pemerintah sedang dijangkiti penyakit amnesia, mengapa dengan begitu cepat melupakan argumentasi yang pernah mereka gunakan untuk tetap ngotot melaksanakan pilkada tahun lalu?” kata Pangi kepada Kompas.com, Senin (1/2/2021).

“Apa karena anak mantu Presiden sudah selesai mengikuti perhelatan pesta pilkada, dan memenangkan pilkada Solo dan Medan sehingga Presiden tidak mendukung all out perhelatan pilkada serentak di tahun 2022-2023,” lanjut Pangi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved