Berita Nasional Terkini
Peneliti LIPI Ingatkan Dampak Negatif, Ajak Berpikir Rasional Tak Satukan Pilkada-Pileg-Pilpres 2024
Yang lalu sudah borongan 5 kotak (suara), jangan ditambah lagi dengan dua kotak. 5 kotak saja sudah luar biasa ampun-ampun,
Selain itu dengan disatukannya Pilkada ke 2022 maka partai politik memiliki waktu untuk melakukan kaderisasi. Partai Politik tidak hanya memikirkan manuver atau taktik agar memenangkan Pemilu atau Pilkada.
"Menurut saya ajarilah masyarakat Indonesia ini berpikir rasional, berpikir logis gitu ya, berpikir kritis karena itu yang akan membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sangat terhormat," pungkasnya.
Sebelumnya Siti Zuhro menilai bahwa Pemilu dan Pilkada Serentak tidak perlu disatukan pada tahun 2024 atau istilahnya Pemilu borongan. Menurut dia, menyatukan Pilkada dengan Pileg dan Pilpres sangat besar biayanya.
"Yang lalu sudah borongan 5 kotak (suara), jangan ditambah lagi dengan dua kotak. 5 kotak saja sudah luar biasa ampun-ampun, kita sudah membuktikan bahwa terlalu berat, terlalu besar costnya, terlalu mahal biaya yang harus kita tanggung, baik itu biaya yang bersifat mental maupun biaya fisik, biaya dampak dampak terhadap bangsa dan masyarakat," kata Siti.
Ia mengatakan menyatukan Pemilu dan Pilkada sangat tidak realistis. Selain itu menyatukan pemilu dan Pilkada tampak hanya untuk sekedar uji coba saja.
"Uji coba yang tak mempertimbangkan dampak dampak negatif," kata dia.
Selain itu menurutnya menyatukan Pemilu dan Pilkada juga bertentangan dengan mindset dan culturset new normal yang didengungkan Presiden Jokowi. Mindset tersebut yakni, bangsa Indonesia dihadapkan pada kondisi tidak menentu.
"Kita memasuki era disrupsi yang real, yang disitu kita dihadapkan pada satu realitas atau kenyataan, ketidakpastian yang sangat menyeruak," katanya.
Seharusnya kata dia, Mindset dalam menyelenggarakan pesta demokrasi harus berubah. Menurutnya tidak bisa mindset pesta demokrasi hanya politik praktis yang berdurasi pendek seperti selama ini terjadi.
Desain Pemilu dan Pilkada seharusnya rasional, berkualitas dan berdampak positif terhadap pemerintahan.
"Jangan sampai ada bad governace, pemerintah yang buruk sehingga menimbulkan tadi itu yang saya sebutkan, seperti divide governance. Jadi kita tidak mau, terpuruk. Kita ini sedang berkompetisi, berkontestasi dengan negara-negara ASEAN dan lebih luas lagi ke Asia Pasifik," pungkasnya.
Sikap PDI-P
Menurut draft RUU Pemilu itu, jadwal pilkada 2022 bisa ditunda dengan catatan jika terjadi bencana nonalam seperti yang termaktub di Pasal 732. Saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nonalam.
PDI-P telah menegaskan sikapnya menolak usulan Pilkada 2022 itu. Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, sikap partainya tidak ada kaitannya dengan upaya untuk menghambat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan kepala daerah lainnya.
Dalam draf RUU Pemilu memang dimuat ketentuan bahwa Pilkada digelar 2022 dan 2023. Namun dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 disebutkan Pilkada serentak ditetapkan pada November 2024.