Berita Samarinda Terkini

Saksi Ahli dalam Persidangan PT AKU di Samarinda, Dua Terdakwa Korupsi Timbulkan Kerugian Negara

Persidangan dugaan korupsi PT AKU kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidanan Korupsi Kota Samarinda, Senin (8/2/2021)

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
VIRTUAL - Sidang lanjutan Perusda PT AKU pada dua terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jalan M. Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Senin (8/2/2021).  TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Persidangan dugaan korupsi PT AKU kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kota Samarinda, Senin (8/2/2021). 

Dalam persidangan lanjutan kasus dugaan rasuah yang dilakukan dua terdakwa Yanuar dan Nuriyanto, selaku mantan pucuk pimpinan Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama atau PT AKU.

Persidangan tersebut beragenda pemeriksaan keterangan saksi.

Persidangan sendiri dilangsungkan secara virtual, menghadirkan dua terdakwa yang sedang ditahan di Rutan Klas IIA Samarinda.

Baca Juga: Kaltim Steril Sabtu Minggu akan Dievaluasi, Gubernur Isran Noor Panggil Bupati dan Walikota

JPU Zaenurofiq menghadirkan satu orang saksi terakhir didalam persidangan.

Yakni pemeriksaan dari keterangan saksi ahli atas nama Muhammad Agus Shofie dari Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Kaltim.

Dari awal dibuka persidangan oleh Ketua Majelis Hakim, saksi langsung dimintai keterangan terkait kapasitasnya menjadi pengawas keungan dan pembangunan dilingkup Pemprov Kaltim

"Di persidangan saksi ahli mengungkapkan tindak lanjut dari pemeriksaan berkas sebelumnya dari tingkat penyidikan lalu dilakukan audit dan kemudian BAP. Jadi, keterangan ahli tersebut menyimpulkan bahwa, penyertaan modal dari PT AKU yang bersumber dari Pemprov Kaltim, mulai 2003, 2008 dan 2010 yang bertotal 27 Milyar dan kemudian ada laba disitu," jelas JPU Rofiq, sapaan akrabnya, ditemui usai persidangan, Senin (8/2/2021).

Lalu dari laba yang diperoleh dari dana penyertaan modal tersebut, digunakan sebagai kerjasama dengan pihak ketiga atau tujuh perusahaan yang notabene dibentuk oleh dua terdakwa sendiri.

Namun di dalam kerjasamanya melanggar ketentuan. 

Yaitu Investasi bodong terdakwa, yang dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

"Sehingga saksi ahli menyimpulkan adanya kerugian negara sebesar total penyertaan modal dari Pemprov Kaltim Rp 27 Milyar ditambah dengan Rp 2 Milyar lebih menjadi total Rp 29 Milyar lebih. Jadi, dihitung dari uang yang berada di tujuh perusahaan yang tidak tertagih," jelas JPU Rofiq. 

Dari saksi ahli, didalam persidangan tetap berkeyakinan bahwa perbuatan kedua terdakwa menyebabkan kerugian negara, karena ketika PT AKU melakukan kerjasama kepada pihak ketiga atau tujuh perusahaan tersebut dengan cara melanggar prosedur atau aturan yang ada. 

Baca Juga: Kaltim Steril Sabtu Minggu di Bontang, Pedagang Pasar Tamrin Rugi Rp 2 Juta, Barang Jualan Busuk

Dari sembilan perusahaan yang diajak bekerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan diantaranya palsu. 

Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar.

Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris.

Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. 

Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar.

Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. 

PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah (PAD), justru ikut berakhir pailit (bangkrut).

Negara Mengalami Kerugian 

Akibat perbuatan kedua terdakwa, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar.

"Antara lain tadi khusus PT Dwi Palma Lestari yang diketahui bahwa kedua terdakwa ini juga sebagai Direktur PT AKU," sebut JPU.

"Mereka berdua menjabat Direktur dikedua perusahaan dan mendirikan perusahaan tersebut, sehingga menjadikan konflik kepentingan. Jadi seolah-olah menjadi modus untuk menampung uang dari PT AKU." tegas JPU lagi.

"Kemudian PT lainnya juga ada yang fiktif dan didalam perjanjian tidak disebutkan nominalnya, karena muncul angka yang Rp 27 Milyar itu di laporan keuangan PT AKU yang dibuat oleh akuntan publik dari pihak mereka. Baru muncul bahwa uang sebesar Rp 27 Milyar itu dipakai untuk kerjasama menyandang dana dari tujuh perusahaan mereka," sambung JPU Rofiq.

Pada dasarnya dua terdakwa didalam persidangan, lanjut JPU Rofiq, mendukung dan hanya mempertanyakan di dalam persidangan melalui Kuasa Hukumnya bahwa PT AKU sudah pernah menyetorkan PAD sebesar Rp 2 Milyar pada Pemprov Kaltim. 

Bahwa Kuasa Hukum mempertanyakan, apakah itu tidak dihitung oleh saksi ahli dari BPKP dana yang pernah di setorkan, untuk membayarkan piutang PT AKU, yang seharusnya dikurangi dari situ yang didapat. 

Namun saksi ahli tetap berkeyakinan bahwa itu kewajiban dari PT AKU yang harus dilaksanakan, untuk menyetorkan PAD kepada Pemprov Kaltim.

"Diluar itu dengan adanya perjanjian penyandang dana dari pihak ketiga yaitu tujuh perusahaan fiktif, dengan cara melawan hukum tadi (tidak sesuai RUPS). Saksi ahli berkeyakinan bahwa itu merupakan kerugian negara, meskipun bahasanya utang-piutang tetapi melaksanakan perjanjian dengan cara melawan hukum dianggap menjadikan kerugian negara, disamping itu ada perusahaan fiktif tadi," tegas JPU Rofiq.

Hongkun Ottoh selaku Ketua Majelis Hakim didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota usai mendengar keterangan dari saksi ahli, kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (15/2/2021) mendatang.

"Agenda selanjutnya adalah pemeriksaan. Terdakwa akan menghadirkan saksi meringankan atau ahli yang meringankan," ucap Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu.

Anggaran Disetorkan 3 Tahap

Diberitakan sebelumnya, seperti yang telah terungkap didalam rentetan persidangan. 

Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. 

Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap.  Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. 

Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar. 

Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya Nuriyanto, selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. 

Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. 

Kedua terdakwa membuat PT AKU seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. 

Namun kesembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri. 

Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. 

Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut. 

Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar. 

Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. 

Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. 

Cara mark-up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. 

Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar.

Kedua terdakwa pun dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Penulis Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved