Berita Nasional Terkini
Tak Tinggal Diam Mahfud MD Sindir Jusuf Kalla, Singgung Saracen, MCA, Piyungan & Ferdinand Hutahaean
Tak tinggal diam Mahfud MD sindir Jusuf Kalla, singgung Saracen, Muslim Cyber Army, Piyungan & Ferdinand Hutahaean
TRIBUNKALTIM.CO - Menkopolhukam Mahfud MD mengingatkan era di mana Jusuf Kalla masih menjabat Wapres mendapingi Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Hal tersebut diungkapkan Mahfud MD merespon pertanyaan Jusuf Kalla bagaimana caranya mengkritik Pemerintah Jokowi tanpa berurusan dengan polisi.
Di era itu, menurut Mahfud MD ada kelompok Saracen, Muslim Cyber Army serta Piyungan.
Tak hanya itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menyinggung soal pelaporan keluarga Jusuf Kalla kepada Ferdinand Hutahaean.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD menanggapi pernyataan Wakil Presiden ke-12, Jusuf Kalla.
Diketahui Jusuf Kalla yang bertanya soal bagaimana caranya agar tidak dipanggil polisi ketika mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo.
• Refly Harun Sarankan GAR ITB Sorot Dosen Sendiri Dibanding Beri Label Radikal ke Din Syamsuddin
• Akhirnya Mahfud MD Balas Komentar Jusuf Kalla Soal Cara Kritik Pemerintah Tanpa Dipanggil Polisi
Mahfud MD menyinggung suasana demokrasi pada zaman pemerintahan Jokowi-Kalla periode 2014-2019.
Saat itu, kritik kepada pemerintah banyak mengalir.
"Zaman Pak JK itu, kita masih ingat ada misalnya Saracen, Muslim Cyber Army, ada Piyungan yang hampir setiap hari menyerang pemerintah," kata Mahfud MD dalam rekaman video Humas Kemenko Polhukam, Minggu (14/2/2021).
"Kan ada di zaman Pak JK juga, ketika mau ditindak orang ribut, ketika tidak ditindak juga orang ribut. Inilah demokrasi," kata dia lagi.
Oleh karena itu, menurut Mahfud, pemerintah menyerap masukan yang sifatnya kritik saja untuk kemudian dipertimbangkan dalam kebijakan-kebijakan yang diambil.
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga mengatakan, pihaknya tak bisa melarang orang melapor ke polisi.
Ia lantas mencontohkan laporan polisi yag dilayangkan keluarga Jusuf Kalla.
"Bahkan juga keluarga Pak JK melapor ke polisi. Siapa itu? Ferdinand Hutahaean dilaporkan ke polisi karena nyebut apa?" ujar Mahfud MD.
Laporan yang dimaksud yakni laporan dari putri kedua Kalla, Muswirah Jusuf Kalla.
Muswirah melaporkan eks kader Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean serta pemerhati sosial dan politik, Rudi S Kamri ke Bareskrim Polri pada awal Desember 2020.
Keduanya dilaporkan putri Kalla atas dugaan pencemaran nama melalui media sosial.
• Wasiat Ustadz Maaher untuk Nikita Mirzani Sebelum Wafat Terungkap, Ustadz Derry Berharap Nyai Nonton
Kendati demikian, Mahfud MD juga menilai, pernyataan Jusuf Kalla tersebut bukan bermaksud setiap kritik yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah akan berujung pelaporan.
"Konteksnya pernyataan Pak Jusuf Kalla, bukan Pak Jusuf Kalla, itu ingin mengatakan sekarang ini kalau ngritik takut dipanggil polisi.
Nyatanya juga tidak gitu," ujar Mahfud MD.
Dikutip dari pemberitaan Tribunnews.com, pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut agar masyarakat menyampaikan kritik kepada pemerintahannya mendapat respons dari banyak pihak, salah satunya dari Kalla.
Mulanya, Jusuf Kalla mengulas tentang kualitas demokrasi di Indonesia saat ini.
Jusuf Kalla menilai, masalah utama dalam demokrasi disebabkan mahalnya demokrasi itu sendiri.
Alhasil, demokrasi tidak berjalan baik.
"Pertama, demokrasi kita terlalu mahal. Akhirnya, demokrasi tidak berjalan dengan baik.
Untuk menjadi anggota DPR saja butuh berapa, menjadi bupati dan menjadi calon pun butuh biaya, " kata Jusuf Kalla dalam acara yang digelar PKS.
"Karena demokrasi mahal, maka kemudian menimbulkan kebutuhan untuk pengembalian investasi.
Maka di situlah terjadinya menurunnya demokrasi.
Kalau demokrasi menurun, maka korupsi juga naik. Itulah yang terjadi," kata dia.
• Wanita Muda Hamil Akibat Masuk Angin, Keluarga Ungkap Hasil Tes Kehamilan Mengejutkan, Panggil Kyai
Kedua, Jusuf Kalla pun menegaskan pentingnya check and balance dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, perlu ada kritik dalam pelaksanaan sebuah demokrasi.
"Harus ada check and balance, ada kritik dalam pelaksanaanya.
Walaupun mendapat berbagai kritik beberapa hari lalu, Presiden mengumumkan ‘Silakan kritik pemerintah.’
Tentu banyak pertanyaan, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi.
Ini tentu menjadi bagian dari upaya kita," ujar dia.
Selain itu, Jusuf Kalla menekankan pentingnya profesionalisme dalam pelaksanaan pemerintah demi terwujudnya manfaat demokrasi.
Dalam hal tersebut, keberadaan partai oposisi penting untuk menjaga keberlangsungan demokrasi.
Penjelasan Fadjroel Rachman
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman merespons sindiran mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mempertanyakan bagaimana cara mengkritik pemerintah tanpa dipanggil Polisi dalam sebuah diskusi yang digelar PKS.
Dalam menyampaikan kritik pada Pemerintah, Fadjroel mengatakan bahwa masyarakat perlu mempelajari secara seksama sejumlah peraturan.
• LENGKAP Jadwal, Syarat, Tahapan Pendaftaran SNMPTN 2021 dari LTMPT, Cek Batasan Jumlah Pilihan Prodi
Menurutnya, menyatakan pendapat atau pun mengkritik memang dijamin konstitusi sesuai dengan UUD 1945 pasal 28E ayat 3 yang berbunyi
"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Namun kebebasan tersebut wajib tunduk pada pembatasan yang telah ditetapkan UU sesuai yang tercantum dalam pasal 28J.
"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," kata Fadjroel Rachman kepada wartawan, Sabtu, (13/2/2021).
Lebih lanjut Fadjroel Rachman mengatakan bahwa apabila pendapat disampaikan dalam media digital maka harus memperhatikan UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Perhatikan baik-baik ketentuan pidana pasal 45 ayat (1) tentang muatan yang melanggar kesusilaan; ayat (2) tentang muatan perjudian; ayat (3) tentang muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; ayat (4) tentang muatan pemerasan dan/atau pengancaman," kata dia.
Belum lagi kata dia pasal 45a ayat 1 UU ITE tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen; ayat (2) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA.
"Lalu pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi," katanya.
Apabila kritikan disampaikan melalui unjukrasa, menurutnya sebaiknya memperhatikan UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
• Rocky Gerung Tuduh GAR ITB Disogok untuk Kudeta Din Syamsuddin, Bongkar Buzzer Kehabisan Istilah
Fadjroel Rachman menegaskan bahwa apabila kritikan yang dilontarkan sesuai dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang ia paparkan di atas, maka tidak akan ada masalah.
Karena menurutnya kewajiban pemerintah atau negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI yang merupakan Hak Asasi Manusia tanpa kecuali.
"Presiden Jokowi tegak lurus dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku," pungkasnya.
(*)
Artikel ini telah tayang dengan judul "Singgung Balik Kalla, Mahfud MD: Zaman Pak JK Itu Ada Saracen, Muslim Cyber Army, Piyungan...", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/09233251/singgung-balik-kalla-mahfud-md-zaman-pak-jk-itu-ada-saracen-muslim-cyber?page=all#page2.
Artikel ini telah tayang dengan judul Tanggapan Istana setelah Jusuf Kalla Sindir Jokowi soal Kritik terhadap Pemerintah, https://wow.tribunnews.com/2021/02/13/tanggapan-istana-setelah-jusuf-kalla-sindir-jokowi-soal-kritik-terhadap-pemerintah?page=all.