Berita Samarinda Terkini
Diduga Aktivitas Tambang Ilegal di Lempake Samarinda, Ketua RT Akui tak Tahu
Ketua RT 42, Paino saat dikonfirmasi awak media mengatakan bahwa tidak mengetahui aktivitas penambangan ilegal di kawasannya.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
"Awalnya tidak banyak, tapi dia berubah nda lama dan ambil banyak. Katanya rugi kalau ambil sedikit-sedikit. Jadi langsung sekali banyak, hanya resikonya keliatan orang. Cuma kalau sedikit katakanlah 20 truk. Awalnya mereka ini pakai karung, karena jumlahnya sedikit, tapi lama kelamaan mereka pakai dump truk," sambung Hery menceritakan.
Mengenai lalu lalangnya, ketika menyinggung berapa kali dalam seminggu, Hery menyebut tidak menentu.
Tetapi jika batu bara menumpuk, dalam seminggu pasti ada melintas dan aktivitasnya berlangsung pada malam hari.
Baca juga: Marak Tambang Ilegal di Kalimantan Timur, Dinas ESDM Kaltim Bentuk Satgas Tambang dengan Kejati
Baca juga: Dugaan Tambang Ilegal di Area Pemakaman hingga Sambutan Samarinda, Lurah dan Camat Angkat Suara
"Nggak pasti sih mas. Tapi kalau sudah numpuk pasti diangkut. Seminggu pasti ada dan malam aktivitasnya. Kalau siang gini tidak ada lalu lalang. Kalau malam baru ada, siang cuman mengeruk. Lewat senja sudah mulai biasanya. Seminggu sekali saja biasanya, kalau sudah bersihkan jalanan berarti habis ngangkut," jelasnya.
Terkait kepemilikan tanah ia mengetahui bahwa milik warga Sukorejo.
Rata rata warga disini yang punya tanah tersebut.
"Sistemnya semau mereka. Kadang mereka dapat ya dikeruk, kalau orang yang punya lahan tahu baru lobi-lobi," sebutnya.
Hery saat ditanya siapa yang mengerjakan penambangan disekitar Sukorejo, dia mengetahui seseorang bernama Antoni.
Untuk pekerja, dia tidak banyak tahu terkait siapa yang mempekerjakan.
"Yang disini Antoni, banyak pekerjanya. Nginapnya disitu (dilokasi pengerukan), ada yang dari luar juga. Taunya pas dia nabrak lahan saya, dan dikasih nomor namanya ya itu pak Antoni," timpal Hery.
Apakah warga disini menolak?
Saat ditanyakan perihal pertanyaan ini, Hery menegaskan warga disini banyak yang ikut-ikut menerima saja karena diberikan sejumlah uang.
"Kalau warga disini kan iya-iya saja karena di seberang dampaknya. Pertama itu bukan punya dia, kedua dampaknya tidak terlalu kena. Terus dapat uang debu, saya tidak tahu besarannya berapa. Saya tidak terima uang debu, karena tidak berani mereka dengan saya, karena saya menolak," tandasnya.
Hery membeberkan, lokasi penambangan pernah didatangi oleh Kepala Dinas ESDM Provinsi Kaltim.
Ia berpendapat, harusnya Dinas Lingkungan Hidup dan Polisi bertindak tegas dengan aktivitas ini.
"Harusnya DLH atau polisi karena statusnya ilegal. Kalau DLH yang datang mungkin berpengaruh dari sisi lingkungan, kedua polisi, karena dia memang bisa menindak tambang ilegal," pungkasnya.