Berita Balikpapan Terkini
Pedagang di Balikpapan Keluhkan Harga Cabai, Naik Sejak Awal Tahun 2021
Mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu per kilogramnya. Nilai ini, diakui pedagang sudah berlangsung sejak awal tahun 2021 lalu
Penulis: Heriani AM | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Harga cabai rawit di pasar tradisional Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, masih tinggi.
Mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu per kilogramnya. Nilai ini, diakui pedagang sudah berlangsung sejak awal tahun 2021 lalu.
Menurut Sarini, pedagang di pasar Klandasan Balikpapan harga cabai mulai naik sejak akhir tahun 2020. Makin membumbung di awal tahun ini.
Baca juga: Cara Bikin Brokoli Cabai Kering Super Enak, Kreasi Makan Siang, Bikin Keluarga Suka Makan Sayur
Baca juga: Kelompok Tani Karya Mandiri Simpang Pasir Akui Akan Bantu Stok Cabai di Kota Samarinda
Faktor cuaca, diakui merupakan penyebab fenomena ini.
"(Harga cabai) naik terus. Belum turun-turun. Kualitas bagus Rp 120 ribu per kilogram. Ada yang Rp 100 ribu, tapi kualitasnya kurang bagus," ujarnya, Rabu (31/3/2021).
Cabai merah keriting pun turut mengalami kenaikan harga. Yakni Rp 50 ribu per kilogram dimana sebelumnya hanya Rp 30 ribu.
Diakui perempuan berhijab ini, harga cabai yang se pedas rasanya itu cukup mengkhawatirkan pedagang. Apalagi dalam waktu dekat, bulan Ramadhan akan berlangsung. "Apalagi ini mau puasa," tambahnya.
Sudah menjadi hal klasik, bila mana menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, harga melambung akibat naiknya permintaan.
Baca juga: Panen Cabai di Palaran, Wakil Walikota Samarinda Harapkan Tak Bergantung Pasokan dari Luar Daerah
Baca juga: Sempat Rp 120.000 per Kg, Harga Cabai di Pasar Induk Sangatta Utara Kutim Mulai Turun
Ditambahkan Sarini, hanya cabai yang mengalami kenaikan. Komoditi lain seperti bawang merah, turut naik, namun hanya sebesar Rp 2 ribu per kilogram. Yang mana tidak terlalu merusak ekosistem harga.
Pun dengan harga jahe, tomat, bawang putih dan lainnya. Meski turun, yang menjadi kendala adalah pembeli yang berkurang.
"Pembeli tidak ada. Warung banyak yang tutup atau mengurangi buat (porsi produksi)," jelasnya.
Hal ini membuat ia mengurangi kuantitas barang yang dia ambil dari tengkulak. Ia mengaku tak berani menyetok, khawatir barang tak laku.
"Jadi kita beli sesuai kebutuhan saja. Mengira untuk dijual sehari dua hari ke depan," tandasnya.
DP3 Beber Alasan Cabai Mahal
Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DP3) kota Balikpapan menjaga harga pangan hasil petani lokal. Utamanya cabai.
Tentu nantinya kebutuhan dalam daerah bisa terpenuhi secara mandiri.
Menurut Kepala DP3 Balikpapan Heria Prisni, pihaknya punya program jualan online melalui media sosial.
Ini untuk menghubungkan petani dan pemasok, hingga konsumen lebih mudah dalam mendapatkan barang.
Diakui Heria, saat ini harga cabai dari petani sudah mulai turun, yakni Rp 80 sampai Rp 95 ribu per kilogram.
Dia mengakui harga cabai memang cukup pedas beberapa bulan belakangan.
"Banyak kendala. 0ertama hama penyakit, gagal pembungaan. Dia berbunga, tapi karena hujan lebat jadi mati," ujar Heria, Rabu (31/3/2021).
Ia menyebut, saat ini untuk produksi cabai hanya sekitar 12 hektare yang produktif. Dimana biasanya, jika dalam cuaca baik sekitar 50 hektare.

Karena gagal tumbuh, kemudian gagal panen. Sebelumnya ada 50 hektare. Seharusnya berbuah tetapi tidak berbuah, kemudian hama penyakit.
"Akibat dari cuaca ekstrem, bukan hanya di Balikpapan saja semua daerah mengalami," urainya.
Untuk satu hektare, biasanya menghasilkan sekira 20 ton cabai. Sekarang, produksi cabai bahkan tak lebih dari 10 ton.
Untuk sekali panen, membutuhkan waktu 4 bulan. Hal ini membuat banyak daerah terkena imbas mahalnya harga cabai, termasuk Balikpapan. Apalagi jika melihat jumlah kebutuhan daerah.
Baca juga: Sempat Rp 120.000 per Kg, Harga Cabai di Pasar Induk Sangatta Utara Kutim Mulai Turun
Baca juga: Komoditas Bawang Merah dan Cabai Rawit Dorong Inflasi di Kaltara
Kebutuhan cabai satu orang 1,8 kilogram pertahun. Dikalikan dengan jumlah penduduk 720 ribu.
"Kebutuhan 1256 ton setahun. Jadi 108 ton perbulan, 3,6 ton perhari," terangnya.
Untuk mencukupi kebutuhan yang banyak tersebut, Balikpapan biasanya memasok barang dari Sulawesi dan Jawa.
"Kami prediksinya di puasa cukup. Hanya saja karena cuaca ekstrem jadinya hanya 20 hektare saja luas tanam kita," pungkasnya.
Penulis Heriani | Editor: Budi Susilo