Berita Balikpapan Terkini
Raih Omzet Ratusan Juta Rupiah, Bisnis Tempe di Balikpapan Jadi Sarana Kebebasan Finansial
Mampu hasilkan juta rupiah setiap hari, bisnis tempe ciptakan peluang kerja dan kebebasan finansial.
Keputusannya tersebut dianggap tepat, karena Musthafa sendiri mengaku melalui koperasi tersebut ia bisa mendapatkan jatah 2 ton kedelai setiap 5 hari sekali dengan harga yang lebih menguntungkan.
Musthafa melanjutkan, dari 400 kilogram kedelai tersebut dirinya mampu memproduksi 1600 batang tempe yang dipasarkan di beberapa wilayah seperti Pasar Subuh Samboja, Pasar Sepinggan, Manggar, pasar Teritip, jalan Soekarno Hatta, Kampung Timur, hingga pasar Klandasan.
Dengan kemampuan menghasilkan ribuan batang tempe setiap kali produksi, pria tersebut mengatakan jika dirinya mampu meraih omzet hingga 6 juta rupiah setiap hari.
"Masih banyak orang yang menganggap bahwa tempe merupakan makanan kelas bawah, tapi sesungguhnya bisnis tempe merupakan salah satu bisnis dengan peluang keuntungan besar, mengingat proses pembuatannya yang sederhana dan tidak membutuhkan banyak biaya," terangnya.
Kendati sederhana, Musthafa mengatakan jika proses pembuatan tempe membutuhkan waktu yang cukup lama.
Mulai dari proses perendaman yang memakan waktu 6 jam, perebusan 10 jam, pengelupasan kulit ari, pendinginan, pengemasan hingga fermentasi, tempe tersebut baru dapat dipasarkan setelah 4 hari.
"Proses perebusan pun harus hati-hati, karena jika terlalu matang, tempe akan cepat basi atau jika kurang matang, tempe akan panas dan mempengaruhi tekstur serta rasa," ujarnya.
Terkait pandemi covid-19, Musthafa mengatakan jika bisnisnya pun turut terkena imbas. Menurutnya selama pandemi, bisnis ini mengalami penurunan dan merosot hingga 30%.
Selain pandemi, ia juga menerangkan jika omzetnya terjun bebas selama beberapa bulan terakhir dikarenakan harga kedelai melonjak hingga 10.500 rupiah per kilo dari yang sebelumnya hanya 7000 rupiah per kilo.
Berdasarkan keterangannya, hal ini disebabkan oleh badai yang mengakibatkan kondisi gagal panen di Amerika, tempat asal kedelai tersebut diimpor.
Musthafa melanjutkan, jika kemungkinan besar harga bahan baku tersebut baru akan normal pada pertengahan Juni atau Juli tahun ini.
Lebih lanjut, ia pun menerangkan jika penjualannya selama bulan Ramadhan ini justru mengalami penurunan.
Baca Juga: Kobarkan Semangat Kartini, ShopeePay Ajak Perempuan Maju Raih Kesuksesan Bisnis dengan Melek Digital
"Tempe sendiri bukan makanan yang umumnya dikonsumsi saat berbuka atau sahur seperti daging sapi atau daging ayam. Sehingga permintaan cenderung menurun selama bulan Ramadhan dan baru akan normal H+3 lebaran nanti," jelasnya.
Ditanya terkait dengan optimismenya terhadap bisnis tempe dan UMKM, pria tersebut yakin jika bisnis di bidang kuliner akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya populasi masyarakat.