Berita Penajam Terkini
Soal Ucapan Bupati PPU AGM, Plt Sekda: Bupati Hanya Menyindir Keras Penegakan Hukum
Beberapa hari lalu, pernyataan sikap Bupati Abdul Gafur Mas'ud (AGM) membuat gempar masyarakat Penajam Paser Utara (PPU) bahkan nasional.
TRIBUNKALTIM.CO,PENAJAM - Beberapa hari lalu, pernyataan sikap Bupati Abdul Gafur Mas'ud (AGM) membuat gempar masyarakat Penajam Paser Utara (PPU) bahkan nasional.
Karena dirinya menyatakan mundur dalam menangani permasalahan pandemi di PPU.
Meski begitu percepatan penanggulangan penanganan Covid-19 di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yang akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) yang baru ini tetap dilaksanakan seperti sedia kala.
"Tetap berjalan seperti biasa. Penanganan Covid-19 Delta Pemkab PPU tetap serius laksanakan. Begitupun dengan Prokes (protokol kesehatan) juga tetap berjalan," ujar Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Muliadi, Minggu (4/7/2021).
Baca juga: Lapor ke Kejati Kaltim, Mahasiswa Adukan Bilik Sterilisasi yang Diduga Ada Permainan Mark Up
Saat dimintai keterangan terkait dengan status Bupati AGM sebagai ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, Muliadi menyebut, bupati masih tetap sebagai Ketua Gugus.
Sebab AGM beberapa haru lalu menyatakan sikap bahwa dirinya tidak mau mengurusi masalah Covid-19 lagi.
"Beliau AGM masih Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19," jelasnya.
Ditambahkan Plt. Sekda, meminta masyarakat tidak mengartikan langsung terkait dengan pernyataan sikap AGM tersebut.
Dikatakannya, pernyataan AGM beberapa hari lalu hanya menyindir para penegak hukum.
"Pernyataan pak Bupati jangan diartikan langsung. Beliau hanya menyindir keras para penegak hukum soal harga yang memang tidak terkendali awal pandemi Covid-19," ujarnya.
Harga yang dimaksud Muliadi adalah pengadaan chamber bilik roda empat pada Maret 2020 lalu.
Pengadaan barang dan jasa tersebut dinilai masyarakat tidak wajar.
Baca juga: BPKP Audit Chamber Bilik Disinfektan Covid-19 Roda Empat Milik Pemkab PPU, Per Unit Rp 200 Juta
Chamber kendaraan roda empat bernilai Rp 2 miliar dan dibayarkan uang muka Rp500 juta.
Namun sebelumnya pengadaan bilik sterililasi tersebut telah disepakati dengan nilai kontrak Rp 2,7 miliar untuk 100 unit.
Kemudian, setalah melalui tahap audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut, bahwa harga per unit bilik disenfektan tersebut dinilai tidak wajar dari harga normal.