Virus Corona

Harga Eceran Tertinggi 11 Obat Terapi Covid-19, Ivermectin tak Sampai Rp 10 Ribu

Fakta tersebut membuat pemerintah membuat aturan tentang harga eceran tertinggi (HET) untuk obat terapi Covid-19.  

(Sumber: Instagram/@erickthohir) via Kompas TV
Ivermectin, obat yang disebut Erick Thohir sebagai terapi Covid-19, pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi 11 obat terapi Covid-19 termasuk Ivermectin 

TRIBUNKALTIM.CO - Lonjakan kasus Covid-19 meningkat cukup tinggi dalam beberapa pekan terakhir.

Hal tersebut mengakibatkan sejumlah obat yang biasa digunakan untuk terapi Covid-19 langka di pasaran.

Jikapun tersedia harga obat untuk terapi pasien Virus Corona dijual cukup tinggi.

Fakta tersebut membuat pemerintah membuat aturan tentang harga eceran tertinggi (HET) untuk obat terapi Covid-19.  

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat terapi Covid-19.

Aturan itu tercantum dalam Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19.

Baca juga: LENGKAP CARA Mengecek Sertifikat Vaksin Covid 19 & Download Sertifikat, Klik pedulilindungi.id/login

Aturan ini dibuat agar tingginya kebutuhan obat itu tidak dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha untuk menaikkan harga jual obat yang merugikan masyarakat.

"Harga eceran tertinggi ini merupakan harga jual tertinggi obat di apotek, instalasi farmasi, RS, klinik, dan fasilitas kesehatan (faskes) yang berlaku di seluruh Indonesia," ujar Budi, dalam keterangan persnya, Sabtu (3/7/2021), dikutip dari kemkes.go.id.

da sebelas obat yang ditetapkan harga eceran tertinggi sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes tersebut, yaitu:

1. Favipiravir 200 mg (tablet) Rp 22.500 per tablet

2. Remdesivir 100 mg (injeksi) Rp 510.000 per vial

3. Oseltamivir 75 mg (kapsul) Rp 26.000 per kapsul

4. Intravenous Immunoglobulin 5 persen 50 ml (infus) Rp 3.262.300 per vial

5. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml (infus) Rp 3.965.000 per vial

6. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 50 ml (infus) Rp 6.174.900 per vial

7. Ivermectin 12 mg (tablet) Rp 7.500 per tablet

8. Tocilizumab 400 mg/20 ml (infus) Rp 5.710.600 per vial

9. Tocilizumab 80 mg/4 ml (infus) Rp 1.162.200 per vial

10. Azithromycin 500 mg (tablet) Rp 1.700 per tablet

11. Azithromycin 500 mg (infus) Rp 95.400 per vial

"Jadi 11 obat yang sering digunakan dalam masa pandemi Covid-19 ini kita sudah atur harga eceran tertingginya."

"Saya tegaskan di sini, saya sangat tegaskan di sini kami harap aturan harga obat itu agar dipatuhi," tegas Budi.

Budi mengaku prihatin, masih ada kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi dengan menimbun dan menaikan harga obat di pasaran saat krisis kesehatan.

Saat ini ditemukan di berbagai platform belanja daring, obat tersebut dijual bebas bahkan dengan harga jauh di atas yang telah ditetapkan.

"Diharapkan tidak ada pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan yang tidak wajar saat pandemi seperti sekarang yang merugikan kepentingan masyarakat," ungkapnya.

Kementerian Kesehatan akan dibantu oleh Polri untuk dalam menegakkan aturan ini.

Baca juga: Kemenkes Bolehkan Anak-Anak Disuntik Vaksin Covid-19, Satgas Kaltara Serahkan pada Kabupaten/Kota

Penggunaan Obat Sesuai Kondisi

Sementara itu penggunaan 11 obat tersebut harus sesuai kebutuhan pasien.

Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto menyebut, 11 obat itu adalah pedoman, bukan Standar Prosedur Operasional (SPO) atau Pedoman Praktik Klinis (PPK).

"Prinsip pedoman itu memberi acuan mana yang dapat digunakan atau dilakukan. Tapi itu tidak berarti semua harus digunakan pada semua pasien," ungkap Tonang saat dikonfirmasi Tribunnews, Senin (5/7/2021).

Penggunaannya, lanjut Tonang, disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.

"Justru karena itulah harus ada koodinasi dan pemeriksaan oleh Dokter saat dinyatakan konfirmasi."

"Jadi memang tidak boleh pasien membeli sendiri untuk yang sifatnya memang harus dengan resep Dokter," ungkapnya.

Bahkan untuk obat yang bisa dibeli sendiri pun, Tonang menyebut tidak berarti semua yang dalam daftar itu harus dibeli dan dikonsumsi.

Cara kerja Ivermectin

Nama obat Ivermectin belakangan cukup populer di tengah masa pendemi Covid-19.

Obat ini disebut-sebut sebagai obat terapi Covid-19.

Menteri BUMN, Erick Thohir bahkan menyebut PT Indofarma Tbk (Persero) akan memproduksi produk generik dari Ivermectin 12 mg atau obat terapi Covid-19 secara massal.

Bagaimana kemudian Ivermectin yang sebelumnya dikenal sebagi obat cacing ini bisa digunakan sebagai obat terapi Covid-19.

Lantas berapa banyak penelitian yang menunjukkan Ivermectin efektif untuk obat Covid-19.

Simak sejumlah fakta mengenai Ivermectin ini.

Obat Ivermectin beberapa waktu terakhir ini kerap disebut obat terapi Covid-19. Padahal, obat ini terdaftar sebagai obat cacing.

Dari mana kesimpulan ini diambil? Jika benar, layakkah diproduksi masal seperti dikatakan Menteri BUMN Erick Thohir?

Bagaimana sebenarnya obat ini bisa bekerja dan diklaim sebagai obat Covid-19.

Ketua Satuan Gugus Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban mengatakan, awal Ivermectin menjadi populer disebut-sebut sebagai obat yang dapat menghambat perkembangan SARS-CoV-2.

Semua bermula dari studi di Australia yang mengklaim bahwa obat ini bekerja dengan cara menghambat protein yang membawa virus penyebab Covid-19 ke dalam inti tubuh manusia.

"Hal ini yang kemudian diyakini bahwa Ivermectin mencegah penambahan jumlah virus di tubuh sehingga infeksi tidak makin parah.

Persoalannya studi ini baru dilakukan terhadap sel-sel yang diekstraksi di laboratorium. Uji coba Ivermectin pada tubuh manusia belum dilakukan," jelas Guru Besar FKUI ini.

Kemudian, studi berikutnya adalah di Bangladesh, yang juga mengklaim Ivermectin dapat mempercepat proses pemulihan pasien Covid-19.

Tapi penelitinya pun menyatakan terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ivermectin efektif untuk pengobatan Covid-19.

"Lalu bagaimana Ivermectin di Eropa dan Amerika? Yang jelas, European Medicines Agency (EMA) dan Food and Drug Administration (FDA) belum mengizinkan Ivermectin digunakan untuk mengobati Covid-19," kata Zubairi.

Baca juga: Covid-19 Varian Delta Tak Pandang Kelompok Usia, Epidemiolog Sebut Rawan Bagi yang Miliki Komorbid

EMA atau BPOM-nya Eropa telah meninjau beberapa studi terkait penggunaan Ivermectin.

"Mereka menemukan kalau obat ini memang dapat memblokir replikasi SARS-CoV-2. Tapi pada konsentrasi Ivermectin yang jauh lebih tinggi daripada yang dicapai dengan dosis yang diizinkan saat ini," ungkapnya.

Pada kesimpulannya, EMA menyatakan bahwa sebagian besar studi yang ditinjau memiliki keterbatasan.

Mereka belum menemukan bukti cukup untuk mendukung penggunaan Ivermectin pada Covid-19 di luar uji klinis.

Kalau FDA, pada beberapa pernyataannya mengingatkan bahwa dosis besar dari Ivermectin itu berbahaya.

Apalagi jika berinteraksi dengan obat lain seperti pengencer darah, dan bisa menyebabkan overdosis.

"Prinsipnya, studi Ivermectin sebagai obat Covid-19 masih sangat terbatas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Pun, bisa saja nanti Ivermectin digunakan ketika studi terbaru menemukan bukti yang cukup. Kan tidak menutup kemungkinan itu juga," terang Prof.Zubairi.

Mengutip artikel Kompas.com berjudul "Benarkah Obat Cacing Ivermectin Bisa Mengobati COVID-19?",

Ivermectin pertama kali dikembangkan pada 1970-an dari bakteri dalam sampel tanah yang dikumpulkan dari hutan di sepanjang lapangan golf di Jepang.

Dalam tahun-tahun berikutnya, efektivitas ivermectin dan turunannya dalam mengobati infeksi cacing parasit mengubah kedokteran manusia dan hewan, yang mengarah ke Hadiah Nobel untuk penemunya, William C Campbell dan Satoshi Ömura.

Merangkum dari Gavi, pada manusia, ivermectin saat ini diresepkan dalam bentuk tablet untuk mengobati infeksi cacing gelang tertentu yang menyebabkan penyakit seperti Onchocerciasis atau yang dikenal sebagai river blindness.

Obat ini juga dapat diterapkan sebagai krim untuk mengontrol kondisi kulit yang mengalami inflamasi, seperti rosacea papulopustular.

Namun, ivermectin paling sering digunakan untuk penyakit parasit hewan, terutama infestasi cacing gastrointestinal.

Akibatnya, itu mudah tersedia dan relatif murah.

Lalu, bagaimana obat ini bisa diklaim dapat mengatasi pasien COVID-19?

Pada awal 2020, sebuah makalah berjudul “The FDA-approved drug ivermectin inhibits the replication of SARS-CoV-2 in vitro” dipublikasikan.

Makalah tersebut menunjukkan bahwa ivermectin dapat menekan replikasi virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19, dalam penelitian laboratorium.

Penelitian ini merupakan salah satu dari banyak penelitian selama 50 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa obat antiparisit juga dapat memiliki kegunaan antivirus.

Ada dua cara ivermectin dapat mencegah replikasi virus corona.

Pertama, mencegah virus dengan menekan respons antivirus alami sel manusia.

Kedua, ada kemungkinan obat tersebut mencegah “lonjakan” protein pada permukaan virus untuk mengikat reseptor yang memungkinkannya memasuki sel manusia.

Oleh karena sifat anti-inflamasi yang terlihat dari respons ivermectin terhadap rosacea, ini mungkin menunjukkan efek yang berguna pada penyakit virus yang menyebabkan peradangan signifikan.

Temuan awal ini digunakan sebagai dasar dari banyak rekomendasi untuk penggunaan ivermectin untuk mengobati COVID-19, terutama di Amerika Latin, yang kemudian ditarik kembali.

Sejak itu, ada banyak penelitian tentang ivermectin sebagai pengobatan potensial untuk COVID-19.

Pada akhir tahun 2020, sebuah kelompok penelitian di India mampu merangkum hasil dari empat penelitian kecil tentang ivermectin berjudul “Therapeutic potential of ivermectin as add-on treatment in COVID 19: A systematic review and meta-analysis”.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Terbatas, Walikota Balikpapan Rahmad Masud Tinjau Vaksinasi Bagi Masyarakat Umum

Dalam studi tersebut, ivermectin digunakan sebagai pengobatan tambahan pada pasien COVID-19.

Ulasan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam kelangsungan hidup di antara pasien yang menerima ivermectin di samping pengobatan lain.

Tetapi penulis menyatakan dengan jelas bahwa kualitas buktinya rendah dan bahwa temuannya harus diperlakukan dengan hati-hati.

Seperti yang sering terjadi pada tinjauan beberapa penelitian kecil, makalah tersebut menyarankan bahwa percobaan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah ivermectin memang efektif secara klinis.

(*)

Berita tentang Virus Corona

Berita ini telah tayang di Tribunnews dengan judul Daftar Harga Eceran Tertinggi 11 Obat Terapi Covid-19, Ahli: Gunakan Sesuai Kondisi

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved