Berita Nasional Terkini
Apa Itu Aphelion? Fenomena Antariksa yang Terjadi Hari Ini, Simak Dampaknya Bagi Wilayah Indonesia
Fenomena antariksa kembali terjadi, kali ini terjadi fenomena Aphelion, yang terjadi pada Selasa (6/7/2021) hari ini
TRIBUNKALTIM.CO - Fenomena antariksa kembali terjadi, kali ini terjadi fenomena Aphelion.
Fenomena Aphelion sendiri bakal terjadi pada Selasa (6/7/2021) hari ini.
Fenomena Aphelion menyebabkan bumi akan berada di titik paling jauh dari Matahari, yakni 152,1 Juta Kilometer (Km).
Sedangkan jarak terdekat terjadi di bulan Januari, yakni 147,1 Juta Km.
Fenomena bumi berada di titik terjauh dari Matahari disebut dengan fenomena Aphelion.
Baca juga: Gerhana Matahari Cincin 10 Juni 2021, tidak Terlihat di Indonesia
Aphelion sebenarnya bukanlah fenomena langka, melainkan fenomena tahunan.
Dilansir dari Britannica Encyclopedia, secara mudah, Aphelion adalah saat bumi berada pada titik terjauh dari Matahari.
Karena jauh dari Matahari yang merupakan sumber panas, maka tak heran jika suhu bumi menjadi lebih dingin.
Untuk wilayah Indonesia, puncak Aphelion tahun ini terjadi pada 6 Juli pukul 05.27 WIB atau 06.27 WITA atau 07.27 WIT.
Tahun ini jarak bumi dan Matahari pada saat Aphelion adalah 152,095,566 km.
Baca juga: Usai Fenomena Gerhana, BMKG Samarinda Peringatkan Potensi Banjir Rob hingga Awal Juni
Bentuk lintasan atau orbit dari bumi adalah oval, sehingga bumi memiliki satu titik terjauh dan satu titik terdekat.
Titik terdekat dengan Matahari disebut dengan perihelion, biasanya terjadi pada 2 minggu setelah soltis Desember.
Sedang Aphelion terjadi pada 2 minggu setelah soltis Juni.
Jarak ini juga tidak selalu pasti setiap tahunnya.
Hal ini terjadi karena adanya pengaruh gravitasi dan aktivitas objek luar angkasa lainnya, termasuk bulan.
Baca juga: Gerhana Bulan Total Super Blood Moon di Samarinda, Maulana: Ini Fenomena Langka Ya
Pada saat terjadi Aphelion, sementara belahan bumi selatan merasakan dingin, belahan bumi utara merasakan hangatnya musim panas.
Indonesia, Argentina, Cili termasuk pada belahan bumi selatan merasakan dingin.
Sementara Rusia, Kanada, AS, dan beberapa negara lain di belahan bumi utara terasa hangat.
Kata Aphelion dan periholion diambil dari bahasa Yunani.
Peri berarti dekat, sedang apo berarti jauh, dan helios berarti sang Matahari.
Baca juga: Prakiraan Cuaca Hari ini Selasa 6 Juli 2021, Bandung Cerah Berawan dan Tarakan Terjadi Hujan Petir
Dijelaskan lebih lanjut, Aphelion tidak bisa dilihat secara langsung, karena bukan fenomena kenampakan obyek langit.
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyebutkan, Aphelion adalah fenomena ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari.
Lantas, apakah Aphelion berdampak pada kehidupan manusia di Bumi?
Dilansir dari Kompas.com, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengatakan, Aphelion tidak berdampak langsung pada kehidupan manusia di Bumi.
Dia menyebutkan, Aphelion adalah fenomena antariksa yang biasa terjadi setiap tahun.
Baca juga: Gerhana Bulan Total Picu Aktivitas Tektonik, Warga Pesisir Diimbau Waspada
"Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari," kata Sungging saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/7/2021).
Sungging juga mengatakan, suhu dingin yang belakangan ini dirasakan bukan karena Matahari sedang berada di titik terjauh.
Menurut Sungging, suhu dingin itu lebih disebabkan oleh dinamika atmosfer yang terjadi.
"Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer," katanya lagi.
Sementara itu, mengutip laman Edukasi Sains Antariksa Lapan, suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau.
Baca juga: Planetarium Siapkan 2 Teropong, Warga Saksikan Langsung Puncak Gerhana Bulan Total di Langit Kukar
Lapan menjelaskan, permukaan Bumi menyerap cahaya Matahari pada siang hari, dan kemudian melepaskan panas yang diserap itu pada malam hari.
Lepasan panas itu seharusnya dipantulkan kembali oleh awan ke permukaan Bumi.
Namun, karena tutupan awan yang sedikit pada musim kemarau, maka tidak ada panas yang dipantulkan ke permukaan Bumi.
Ditambah lagi, posisi Matahari saat ini berada di belahan Utara, yang menyebabkan tekanan udara di belahan Utara lebih rendah dibanding belahan Selatan.
Karena tekanan udara di Utara lebih rendah, maka udara bergerak dari arah Selatan menuju Utara.
Baca juga: Usai Salat Magrib, Ratusan Umat Islam di Tarakan Gelar Salat Gerhana Bulan
Pada saat bersamaan, benua Australia yang berada di Selatan sedang mengalami musim dingin, sehingga angin yang bertiup ke Utara bersuhu dingin.
Menurut Lapan, dampak yang ditimbulkan dari fenomena itu adalah penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang terletak di selatan khatulistiwa, seperti yang saat ini terjadi. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/ilustrasi-matahari.jpg)