Virus Corona
Terpapar Virus Corona Setelah Vaksinasi Tahap Pertama, Perlukah Vaksin Covid-19 Tahap Kedua?
Bagaimana jika saat telah mendapat suntukan vaksin pertama lalu terpapar Covid-19? Apakah vaksinasi tahap kedua perlu dilanjutkan? Ini penjelasannya.
TRIBUNKALTIM.CO - Program vaksinasi Covid-19 telah dijalankan pemerintah dalam rangka mencegah masyarakat tertular Covid-19.
Namun bagaimana jika saat telah mendapat suntukan vaksin pertama lalu terpapar Covid-19? Apakah vaksinasi tahap kedua perlu dilanjutkan?
Berikut penjelasan para ahli.
Pemberian vaksin Covid-19 umumnya punya rentang waktu yang telah ditentukan.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksinasi dosis keduanya harus ditunda.
Baca juga: PPKM Mikro Diperketat di Kukar, Sejumlah Akses Jalan Masuk Dijaga dan Tiap Pengendara Diperiksa
Seseorang baru dapat melanjutkan vaksinasi dosis keduanya setelah 3 bulan dinyatakan sembuh.
"Tunda dulu. 3 bulan setelah sembuh baru dilanjutkan dosis kedua, tidak perlu ulang dari awal," ujar Nadia saat saat dikonfirmasi, Sabtu (10/7/2021) via Tribunnews.com
Sebelummya, Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan Satari mengatakan bahwa kekebalan tubuh tidak langsung tercipta pasca penyuntikan pertama, kalaupun ada sangatlah rendah.
Kekebalan baru akan tercipta sepenuhnya dalam kurun waktu 28 hari pasca penyuntikan kedua.
''Meskipun sudah divaksinasi, dalam dua minggu kedepan sangat amat rawan terpapar,'' tuturnya.
Prof Hindra menambahkan vaksin COVID-19 membutuhkan dua kali dosis penyuntikan.
Suntikan pertama ditujukan memicu respons kekebalan awal.
Baca juga: Meski Rentan Terpapar Virus Corona, Peneliti Sebut Anak Punya Risiko Kematian Rendah karena Covid-19
Sedangkan suntikan kedua untuk menguatkan respons imun yang terbentuk.
''Oleh karena itu setelah diimunisasi tetap harus menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, dan menjauhi kerumunan, karena masih rawan, kalau kita lengah bisa saja terjadi hal yang tidak kita inginkan,'' terangnya.
Vaksinasi Tahap Ketiga untuk Tenaga Kesehatan Pakai Vaksin Moderna
Pemerintah memutuskan akan memberikan vaksinasi ketiga untuk tenaga kesehatan.
Vaksinasi ketiga ini diberikan khusus kepada mereka yang berjuang di garis depan penanganan Covid-19 di Indonesia.
Untuk vaksinasi ketiga ini diputuskan pemerintah akan menggunakan vaksin Moderna.
Vaksinasi ketiga ini atau booster akan mulai dilakukan mulai pekan depan untuk 1,47 juta tenaga kesehatan.
Keputusan pemerintah itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual, Jumat (9/7/2021).
"Vaksinasi ketiga booster untuk tenaga kesehatan ini juga akan segera diatur oleh pak Menteri Kesehatan,oleh Kemenkes, dan ini diharapkan booster ini bisa dilakukan untuk 1,47 tenaga kesehatan yang tentunya diharapkan bisa meningkatkan tenaga kesehatan kita yang berada di front line," ujar Airlangga sebagiman dilansir dari Tribunnews.com.
Baca juga: Angka Kematian Covid-19 Pecah Rekor, Sebaran 34 Ribu Kasus Baru Virus Corona Indonesia 7 Juli 2021
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dikesempatan yang sama menuturkan, pihaknya telah melakukan diskusi dengan Badan POM dan ITAGI terkait program vaksinasi ketiga dan menghasilkan keputusa vaksinasi ketiga khusus nakes ini menggunakan vaksin Moderna.
"Kami juga sudah berdiskusi dengan BPOM dan ITAGI sebagai penasehat independen mengenai program vaksinasi ini dan sudah menyetujui vaksin ketiga akan diberikan menggunakan vaksin Moderna sehingga bisa memberikan kekebalan maksimal terhadap variasi-variasi mutasi yang ada," jelas Menkes Budi.
Rencananya vaksin asal produsen Amerika Serikat itu akan tiba di Tanah Air pada hari Minggu ini
"Vaksin Moderna ini rencananya akan datang di hari Minggu, dan diharapkan mulai minggu depan sudah bisa kita mulai," ucap mantan wamen BUMN ini.
Hasil studi vaksin Moderna dapat berikan perlindungan seumur hidup
Sebuah studi terbaru menunjukkan vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna dapat memberikan perlindungan seumur hidup terhadap Covid-19.
Melansir Daily Mail, para peneliti menemukan bahwa orang yang menerima satu di antara dua dosis suntikan yang menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA) memiliki respons kekebalan yang kuat dan terus menerus.
Terlebih lagi, vaksin menghasilkan antibodi penetralisir tingkat tinggi terhadap dua varian virus.
Artinya, penerima Pfizer dan Moderna dapat memiliki kekebalan yang bertahan lama, selama bertahun-tahun atau berpotensi seumur hidup mereka, dan bahkan mungkin tidak memerlukan booster.
Hal ini pertama kali dilaporkan oleh The New York Times.
Baca juga: Virus Corona Menyebar Makin Cepat, Bupati Tangerang: Daripada Banyak Korban, Lebih Baik Tindak Tegas
"Ini pertanda baik terkati sebara tahan lama kekebalan kita dari vaksin ini," kata penulis utama Dr Ali Ellebedy, seorang ahli imunologi di Universitas Washington di St Louis kepada surat kabar itu.
Untuk penelitian yang diterbitkan pada Senin (28/6/2021) di jurnal Nature, tim merekrut 14 orang yang menerima kedua dosis vaksin Pfizer.
Di antara mereka, delapan orang sebelumnya telah terinfeksi Covid-19.
Para peneliti mengamati kelenjar getah bening, yang menghasilkan sejenis sel sistem kekebalan yang dikenal sebagai sel B memori.
Sel B memori mengunci permukaan patogen yang menyerang dan menandainya untuk dihancurkan oleh sel imun lainnya.
Mereka juga dapat beredar dalam aliran darah selama bertahun-tahun - bahkan puluhan tahun - dan sistem kekebalan dapat memanggil mereka jika ada infeksi lain.
Setelah seseorang terinfeksi Covid-19 atau divaksinasi, pusat germinal terbentuk di kelenjar getah bening, yang bertindak semacam 'kamp pelatihan' untuk sel B memori, menurut The Times.
Baca juga: SIMAK! Gejala Awal Covid-19 Varian Delta, Varian Virus Corona yang Telah Menyebar Ke-92 Negara
Pusat ini membantu melatih sel B untuk mengenali urutan genetik virus serta varian apa pun dalam urutan ini.
Tim mengambil sampel dari kelenjar getah bening lima kali - pada tiga minggu, empat minggu, lima minggu, tujuh minggu dan 15 minggu setelah dosis pertama.
Hasil menunjukkan bahwa bahkan empat bulan, penerima memiliki pusat germinal yang sangat aktif dan jumlah sel B memori yang mengenali virus tidak berkurang.
Survei pejantan menemukan bahwa peserta juga mengembangkan antibodi penetralisir tingkat tinggi terhadap dua varian: varian Alpha, yang berasal dari Kent, dan varian Beta, yang berasal dari Afrika Selatan.
Para peneliti tidak meneliti efek vaksin terhadap varian Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India, dan lebih menular daripada varian sebelumnya.
Baca juga: Covid-19 Varian Kappa Ditemukan di Jakarta, Ganasnya Virus Corona Baru tak Pandang Umur & Komorbid
Meskipun penelitian ini hanya mengamati orang yang divaksinasi dengan Pfizer, Ellebedy mengatakan temuan tersebut dapat diterapkan pada Moderna karena kedua vaksin menggunakan teknologi yang sama.
Studi ini tidak melihat vaksin virus corona yang diproduksi oleh Johnson & Johnson, tetapi Ellebedy mengatakan kepada The Times bahwa dia tidak berpikir respons imun akan sekuat itu karena menggunakan teknologi yang berbeda.
Jika suntikan booster diperlukan untuk penerima J&J, dosis tambahan dapat menghasilkan efek yang sama seperti yang terlihat pada penyintas Covid-19 yang kemudian diimunisasi, yang berarti tingkat antibodi yang tinggi.
"Jika Anda memberi (sel memori B) kesempatan lain untuk terlibat, mereka akan memiliki respons besar-besaran," kata Ellebedy kepada The Times. (*)