Berita Nasional Terkini

INILAH Pernyataan dr Lois Owien soal Corona yang Buat Heboh & Nasibnya Kini, Akan Dipanggil IDI

dr Lois Owien dipanggil IDI, inilah pernyataan dr Lois Owien soal Corona atau covid-19 yang membuat heboh.

Editor: Doan Pardede
Instagram Dr.Tirta
DIPANGGIL IDI - dr Lois Owen dipanggil IDI (Ikatan Dokter Indonesia). dr Lois Owen membuat heboh dunia maya karena menyebarkan informasi bahwa Covid-19 bukanlah disebabkan virus. Lihat pernyataan dr Lois Owien soal Corona atau covid-19 yang membuatnya akan dipanggi IDI. 

TRIBUNKALTIM.CO  - Inilah pernyataan dr Lois Owien soal Corona atau covid-19 yang membuatnya akan dipanggil Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Saat ini, dunia maya sedang dihebohkan dengan pengakuan seorang dokter di Indonesia, yakni dr Lois Owien.

Dokter Lois Owien mengatakan, bahwa virus corona atau Covid -19 tidak menular seperti yang digembor-gemborkan selama ini.

Dokter Lois Owien. dokter Lois Owien merupakan dokter asal Indonesia dan berbakti di Indonesia.

Baca juga: Viral Keluhan Dokter Tak Boleh Lewat Saat Penyekatan PPKM Darurat, Begini Reaksi Polisi & dr Tirta

Bahkan di media-media, dokter Lois Owien menentang keras penggunaan masker.

Secara keilmuwan juga, banyak yang begitu mempercayai ucapan dokter dari kalangan wanita itu.

dr. Louis Owien
DIPANGGIL IDI -  dr. Louis Owien dipanggil IDI. Inilah pernyataan dr Lois Owien soal Corona atau covid-19 yang membuatnya akan dipanggil Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (Tangkapan Layar Video)

Adapun unggahan dokter Lois dalam media sosialnya beberapa di antaranya sebagai berikut:

"Tidak tahu bahwa obat antivirus, azithromycin, metformin, obat TB dapat menyebabkan asidosis laktat???

Double dosis dan interaksi antar obat menyebabkan mortalitas asidosis laktat??

Jangan protes tentang obat ke saya kalau ilmunya gak nyampe!!"

Baca juga: Wanita Ini Ungkap Pengalamannya Minum Susu Beruang 3 Kaleng Sehari, dr Tirta Beber Fakta Mengejutkan

"Cuma karena kurng vitamin dan mineral, lansia diperlakukan seperti penjahat??

Covid19 bukan virus dan tidak menular!!!!" seperti dilansir TribunBatam.id dalam artikel yang berjudul Tak Percaya Corona Menular dan Sebut Vaksin Cari Untung, Dokter Lois Owien akan Dipanggil IDI

Akibat unggahannya itu, dokter Lois menjadi perbincangan. Dalam sebuah talkshow yang dipandu Hotman Paris, sang dokter tak mengubah sikapnya.

Saat ditanya Hotman Paris, apakah orang-orang yang dikubur dengan tata cara atau protokol kesehatan itu meninggal dunia karena virus corona, dr Lois menjawab bukan karena virus.

"Interaksi antar obat. Kalau buka data di rumah sakit, itu pemberian obatnya lebih dari enam macam," kata dokter Lois.

Melihat hal tersebut, Daeng mengungkapkan bahwa tidak ada laporan terkait kondisi pasien yang memburuk akibat interaksi obat.

"Tidak ada laporan pasien dengan Covid meninggal karena interaksi obat," ujar dia.

Unggahan dokter Tirta
Unggahan dokter Tirta.  dr Lois Owien dipanggil IDI, Simak pernyataan dr Lois Owien soal Corona atau covid-19 yang membuat heboh di dalam artikel. (Instagram @dr.tirta)

dr Lois Owien dipanggil IDI

Meski banyak hal yang masuk di akal sehat penjelasan dr Lois, namun Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia ( MKEK IDI) angkat bicara.

MKEK IDI segera mengambil tindakan untuk dokter Lois Owien terkait pernyataanya tentang Covid -19.

Pernyataan dokter Lois viral terkait Covid-19 setelah dirinya mengunggah pandanganya di beberapa media sosial miliknya.

Merespons pernyataan yang tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan, IDI bertindak cepat dengan memanggil dokter Lois.

"MKEK sedang panggil yang bersangkutan," ucap Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Daeng M Faqih kepada Kompas.com, Minggu (11/7/2021).

Dalam pernyataanya dokter Lois yang dikutip dari Instagram @dr.tirta mengatakan bahwa beberapa pasien yang diberikan antivirus, Azithromycin, Metmorfin, dan obat TB dapat menyebabkan Asidosis Laktat.

Asidosis laktat atau lactate acidosis sendiri merupakan kondisi tubuh yang memproduksi asam laktat yang berlebihan.

Kondisi ini terjadi saat tubuh melakukan metabolisme anaerob (kadar oksigen rendah).

Asidosis laktat dapat disebabkan oleh kanker, konsumsi alkohol yang berlebihan, gagal hati, gagal jantung, hipoglikemia dalam jangka waktu lama, sepsis, dan kelainan genetik, seperti MELAS.

Kapan interaksi obat bisa merugikan?

Lebih lanjut, Prof Zullies mengatakan interaksi obat dapat merugikan apabila suatu obat menyebabkan obat lain tidak berefek saat digunakan bersama, atau memiliki efek samping yang sama.

Seperti obat hidroksiklorokuin yang sempat diajukan sebagai terapi pengobatan pasien Covid-19.

Efek samping obat ini dapat memengaruhi ritme jantung, jika digunakan dan dikombinasikan dengan obat yang juga sama-sama memiliki efek serupa, maka itu akan merugikan.

"Ada juga obat yang memberi interaksi dengan meningkatkan efek dari obat lain. Itu bagus, tetapi kalau peningkatan efeknya berlebihan, maka itu akan berbahaya," imbuh Prof Zullies.

Demikian juga obat untuk pasien Covid-19. Pada pasien Covid-19 dengan sakit ringan, biasanya akan diberikan obat antivirus, vitamin atau obat anti gejala.

"Akan tetapi, interaksi obat-obat ini bisa dihindari dengan mengatur cara penggunaan, misal diminum pagi dan sore, atau mengurangi dosis. Masing-masing interaksi obat itu ada mekanismenya sendiri-sendiri," jelas Prof Zullies.

Penjelasan ahli

Apakah benar interaksi obat, seperti disampaikan dr Lois, dapat menyebabkan kematian pada pasien Covid-19?

Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/7/2021).

Prof Zullies menjelaskan bahwa interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain, ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.

"Interaksi obat itu memang sangat mungkin dijumpai. Bahkan, orang dengan satu penyakit saja, rata-rata ada yang membutuhkan lebih dari satu macam obat," kata Prof Zullies.

Terkait pernyataan dr Lois yang menyebut interaksi obat menjadi penyebab kematian pasien Covid-19, Prof Zullies menekankan bahwa tidak semua interaksi obat itu berbahaya atau merugikan.

Karena sifat interaksi itu bisa bersifat sinergis atau antagonis, bisa meningkatkan, atau mengurangi efek obat lain.

"Interaksi obat juga ada yang menguntungkan, dan ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," ucap Prof Zullies.

Pada pasien dengan hipertensi, misalnya.

Meski merupakan satu jenis penyakit, namun terkadang membutuhkan lebih dari satu obat, apabila satu obat tidak dapat memberi efek kontrol pada penyakit tersebut. Seringkali penderita hipertensi menerima dua atau tiga jenis obat anti hipertensi.

"Artinya, ini ada interaksi obat yang terjadi, tetapi yang terjadi itu adalah interaksi obat yang menguntungkan. Tapi tentu, pilihan obat yang akan dikombinasikan juga ada dasarnya, paling tidak mekanismenya mungkin berbeda," papar Prof Zullies.

Kendati demikian, Prof Zullies mengatakan bahwa ketika tambahan obat yang diberikan semakin banyak, maka masing-masing akan memiliki risiko efek samping obat.

Sehingga, hal ini pun akan selalu menjadi pertimbangan dokter dalam meresepkan obat pada pasiennya. Artinya, bahwa dengan semakin banyak obat, maka akan semakin meningkat juga risiko efek sampingnya. (*)

Berita Nasional Terkini Lainnya

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved