Berita Nasional Terkini
NASIB Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Diduga Langgar Kode Etik, ICW Desak Dewas Jatuhkan Sanksi Berat
ICW mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tak segan menjatuhkan sanksi berat kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli
TRIBUNKALTIM.CO - Kabar mengejutkan datang dari wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar diduga melanggar kode etik.
Laporan dugaan pelanggaran etik itu dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi PJKAKI KPK Sujanarko serta dua penyidik lembaga antirasuah Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Sujanarko saat itu menyatakan terdapat dua dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan.
Baca juga: Respon KPK Menyoal Polemik Honor Pemakaman Jenazah Covid-19 untuk Pejabat di Kabupaten Jember
Pertama Lili diduga menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Syahrial.
Atas dugaan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal itu menyebutkan, “Insan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung”.
Kedua, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK, untuk menekan Syahrial terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai.
Atas dugaan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal itu menyatakan, “Insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi”.
Atas dasar tersebut Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tak segan menjatuhkan sanksi berat kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar apabila dugaan pelanggaran etik yang bersangkutan terbukti.
Baca juga: Dua Pejabat Kutim Dijebloskan di Lapas Tenggarong, Giliran Ismunandar dan Encek Dieksekusi KPK
Adapun Lili Pintauli dilaporkan ke Dewas KPK lantaran diduga melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang beperkara di KPK.
Dilansir dari Tribunnews.com dengan judul artikel ICW Rekomendasikan Dewas KPK Bawa Kasus Lili Pintauli ke Polisi Jika Terbukti Langgar Etik, ICW juga turut merekomendasikan Dewas meneruskan hasil putusan pelanggaran etik serta melaporkan Lili ke polisi jika terbukti bersalah.
"Tidak hanya itu, pasca-terbongkarnya pelanggaran etik tersebut, ICW juga turut merekomendasikan agar Dewan Pengawas segera membawa hasil putusan dan melaporkan Lili Pintauli Siregar ke Kepolisian dengan sangkaan melanggar Pasal 65 UU KPK dengan ancaman pidana penjara selama lima tahun," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Sabtu (28/8/2021).

Bagi Kurnia, hal lain yang juga penting dilakukan oleh Dewas KPK adalah menyerahkan hasil pemeriksaan etik ke Kedeputian Penindakan agar dapat segera diterbitkan surat perintah penyelidikan untuk menelusuri potensi korupsi di balik komunikasi tersebut.
"Atas dasar betapa problematiknya kondisi KPK saat ini, maka hal tersebut semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa Komisioner KPK bukan benar-benar ingin memberantas korupsi, namun justru memberantas citra lembaga pemberantasan korupsi," kata dia.
Dewas KPK direncanakan bakal menggelar sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik Lili pada Senin (30/8/2021).
"Senin tanggal 30 Agustus," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (26/8/2021).
Sebelumnya, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menegaskan pihaknya menerapkan prinsip zero tolerance terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh seluruh insan lembaga antirasuah.
Baca juga: BW Ungkap Keanehan di Balik Klaim KPK Temukan Lokasi Harun Masiku, Sebut Berbahaya dan Menyesatkan
Termasuk soal dugaan adanya komunikasi antara Lili dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait penanganan perkara.
"Sejak awal Dewan Pengawas KPK berkomitmen menegakkan prinsip zero toleransi untuk pelanggar kode etik KPK. Siapapun insan KPK, entah pegawai, pimpinan, atau bahkan anggota Dewas sendiri bisa dikenai pasal etik," kata Haris, Selasa (27/7/2021).
Tersangka Korupsi Harun Masiku belum ditangkap
Kabar baru Harun Masiku tersangka korupsi belum ditangkap, kini jadi buronan Internasional dan keberadaanya sudah di ketahui.
Harun Masiku merupakan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap PAW calon anggota DPR periode 2019-2024.
Ia dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, supaya bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Harun Masiku diduga menyiapkan uang sekira Rp 850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Harun Masiku sudah menghilang sejak operasi tangkap tangan (OTT) kasus ini berlangsung pada Januari 2020.
Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
KPK lantas memasukkan Harun sebagai daftar buronan pada 29 Januari.
Hingga kini, penangkapan Harun juga belum berhasil dilakukan sehingga Interpol sudah terbitkan Red Notice
Kabar terbaru lokasi Harun Masiku telah diketahui oleh KPK.
Hal itu disampaikan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto
Dilansir dari Tribunnews.com dengan judul artikel KPK Tahu Keberadaan Harun Masiku, Mengapa Belum Ditangkap? ia mengklaim tahu lokasi mantan caleg PDIP Harun Masiku yang menjadi buronan perkara suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Baca juga: Soal Rencana Rekrut Mantan Koruptor Jadi Penyuluh Antikorupsi, KPK Tuai Kritikan dan Sindiran
Bahkan, Karyoto mengaku sangat bernafsu untuk menangkap buronan Interpol tersebut.
"Hanya saja karena tempatnya tidak di dalam (negeri). Kita mau ke sana juga bingung. Pandemi sudah berapa tahun. Saya sangat nafsu sekali ingin menangkapnya. Kalau dulu Pak Ketua (Firli Bahuri) sudah perintahkan, saya berangkat," ucap Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/8/2021).
Karyoto menyatakan, sudah mendapat informasi mengenai keberadaan Harun Masiku sebelum salah seorang Kasatgas nonaktif KPK Harun Al Rasyid menyebut buronan tersebut terdeteksi berada di Indonesia.
Informasi yang diperoleh Karyoto mengenai lokasi Harun Masiku sama dengan informasi yang diterima Harun Al Rasyid.
"Memang kemarin sebenarnya sudah masuk ya. Sebelum Harun Al Rasyid teriak-teriak saya tahu tempatnya, saya tahu tempatnya hampir sama informasi yang disampaikan rekan kami Harun dengan kami punya informasi sama," katanya.
Namun, kata Karyoto, hingga saat ini pihaknya belum berkesempatan menangkap Harun Masiku.
Apalagi, saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
"Kesempatannya yang belum ada," kata Karyoto.
Untuk itu, Karyoto membantah anggapan yang menyebut KPK enggan menangkap Harun Masiku.
"Tidak ada sama sekali mau menginikan mengitukan selama yang bersangkutan ada dan bisa dipastikan A1 keberadaannya, saya siap berangkat, kalau memang tempatnya bisa kita jangkau ya. Nggak etis dan nggak patut kita buka di sini. Kalau dia tahu kita sedang cari dimana, nanti dia geser lagi, bingung lagi kita," kata dia.
Seperti diketahui, KPK mendapat informasi bahwa Interpol telah mengeluarkan red notice bagi penyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu.
Sehingga, Harun kini resmi menjadi buronan internasional.
“Informasi terbaru yang kami terima, bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan Red Notice atas nama DPO Harun Masiku,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/7/2021).
KPK pun tak segan menjerat pihak-pihak yang sengaja merintangi pencarian dan penangkapan dengan pasal perintangan penyidikan.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), diatur ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
"Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Ali.
Baca juga: Dinilai Terbukti Langgar HAM dalam Tes TWK, Presiden Jokowi Didesak Pecat Pimpinan KPK
Harun Masiku dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, supaya bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Harun diduga menyiapkan uang sekira Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Harun sudah menghilang sejak operasi tangkap tangan (OTT) kasus ini berlangsung pada Januari 2020.
Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
KPK lantas memasukkan Harun sebagai daftar buronan pada 29 Januari. (*)