Berita Balikpapan Terkini

Redakan Trauma Korban Pasca Alami Pelecehan, KPAI Sebut Keluarga Ikut Berperan dalam Upaya Pemulihan

Pasca menerima perbuatan berupa pelecehan, tak menutup kemungkinan menyisakan trauma bagi korban. Seperti yang tengah ramai diperbincangkan belakanga

HO/PUTU ELVINA
Komisioner KPAI, Putu Elvina. Ia menjelaskan, peran keluarga dirasa penting untuk memastikan trauma atau tidaknya sang korban pelecehan. HO/PUTU ELVINA 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pasca menerima perbuatan berupa pelecehan, tak menutup kemungkinan menyisakan trauma bagi korban.

Seperti yang tengah ramai diperbincangkan belakangan. Dimana seorang pelajar SMP asal PPU berinisial PD (14) menerima kejahatan asusila oleh seorang oknum dosen di Balikpapan.

Demi menekan tingkat trauma atau stres tersebut, peran dari orangtua, keluarga, bahkan masyarakat setempat dinilai penting, terutama orangtua.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina menjelaskan, peran keluarga dirasa penting untuk memastikan trauma atau tidaknya sang korban.

Pihak keluarga, lanjut Putu, bisa mengajak korban untuk bertemu atau mendapatkan pelayanan trauma healing dari segi psikososial atau psikologis di Pemda.

Baca juga: Saipul Jamil dan Pelecehan di KPI jadi Sorotan Mata Najwa Pekan Ini, Live Trans7

Baca juga: Diiming-imingi Main Game Online, Lima Bocah di Sungai Kunjang Samarinda Jadi Korban Pelecehan

Baca juga: Saipul Jamil Kembali ke Dunia Hiburan, Kritik Najwa Shihab: Orang Bisa Nggak Malu Lakukan Pelecehan

"Misalnya di Kaltim. Ada Dinas PTP2A-nya mungkin, Dinas Sosial, atau Dinas Kesehatan yang memberikan layanan terhadap korban kejahatan seksual," urainya, Selasa (17/9/2021).

Sehingga, korban bisa mendapatkan bantuan, setidaknya berupa edukasi cara untuk menanggulangi persoalan traumanya.

Di samping itu, kata Putu, edukasi juga perlu menyasar pihak keluarga agar mereka memahami langkah yang harus ditempuh dalam mendampingi selama korban masih dalam fase trauma.

"Bantuan itu disiapkan oleh Dinas atau Pemda, karena memang tugas dari pemerintah salah satunya adalah penanganan atau memberikan layanan untuk trauma healing terhadap korban anak dari kejahatan yang mereka alami," jelas Putu.

Proses Pemilihan Tak Bisa Dikalkulasi

Putu Elvina selalu Komisioner KPAI menyatakan bahwa pemulihan korban atas kejahatan asusila yang menimpanya, tak memiliki tolak ukur tertentu.

Ia menjelaskan, masing-masing korban memiliki kadar trauma yang berbeda.

Sehingga proses penyembuhan cepat atau lambat, menurut Putu, tidak bisa dipastikan.

"Tergantung tingkat trauma dan bagaimana kemudian cara korban untuk mengeliminir trauma tersebut," jelas Putu.

Semakin berat dampak atau efek yang diterima, bisa jadi proses pemulihan membutuhkan waktu yang lama.

Sehingga, menurut Putu, waktu yang dibutuhkan tak bisa dikalkulasikan.

Hanya saja, kata Putu, jika korban diedukasi cara untuk memanajemen stres pasca peristiwa, maka pemulihan dimungkinkan akan selesai lebih cepat.

"Apalagi kalau kemudian keluarga juga mendorong atau membantu dengan optimal untuk proses tersebut," tutur Putu.

Kendati demikian, proses pemulihan perlu berjalan dengan disiplin.

Sebab, jika korban tidak punya niat untuk pulih, maka proses pemulihan tak menutup kemungkinan akan terkesan rumit dan memakan waktu.

"Tapi kalau korbannya juga tidak melakukan instruksi atau terapi tertentu yang diberikan, maka healing-nya itu berlangsung lama," jelas Putu.

Tidak Ada Batas Aman, 1 Kasus Tetap Tergolong Mengkhawatirkan

Disinggung soal kondisi kejahatan asusila terhadap anak, Putu menjelaskan, selama masih ada kasus, bisa diartikan kondisinya mengkhawatirkan.

"Jangankan KPAI, orang-orang semua harus wajib khawatir. Makanya kemudian pencegahan itu menjadi prioritas untuk menurunkan angka seperti ini," ucap Putu.

Selain itu, Putu juga mengungkapkan 2 poin penting dalam meredakan kasus semacam kejahatan asusila terhadap anak di bawah umur, misalnya, penegakan hukum.

Menurut Putu, hal demikian wajib berjalan optimal. Sebab jika penegakan hukum bisa memberi efek jera, bagi Putu, diharapkan angka kasus kejahatan asusila dapat menurun.

"Yang ketiga, edukasi kepada masyarakat. Baik itu kepada anak, maupun kepada orang dewasa. Karena anak adalah subjek yang wajib dilindungi," ujar Putu Elvina.

Bahkan, lanjutnya, edukasi pada masyarakat dan orangtua pada khususnya, harus lebih intens dan masif.

"Agar mereka tahu tanggung jawab mereka sebagai pelindung anak, harus menjadi prioritas," jelasnya.

Pihak Keluarga Bisa Tangani Sendiri Korban Kekerasan Asusila, Asal Begini

Pihak KPAI menyatakan korban kekerasan asusila perlu mendapatkan penanganan yang optimal supaya trauma yang ditinggalkan, tidak berkelanjutan hingga jauh hari.

Peran keluarga sendiri dianggap penting, terutama untuk mendukung proses pemulihan korban terkait trauma yang dialami.

Hanya saja, pihak keluarga perlu mencari bantuan terhadap Pemerintah Daerah maupun dinas terkait untuk menyokong pemulihan tersebut.

Namun bukan berarti pihak keluarga tak bisa menangani sendiri.

Menurut Putu, pihak keluarga boleh saja menangani trauma korban jika memiliki kapasitas atau kemampuan.

"Silakan saja. Karena kan orang yang paling mudah untuk melakukan intervensi terhadap korban kan keluarga terdekat," ujarnya.

Meski begitu, dirinya mengimbau agar pihak keluarga tak bekerja sendiri. Karena untuk mengetahui apa yang dibutuhkan selama proses pemulihan, perlu mencari tahu.

"Alangkah baiknya keluarga juga mencari tahu, apa yang terbaik menjadi kebutuhan untuk proses menghilangkan trauma tersebut. Nah itu harus kemudian mencari bantuan," tukasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved