Berita Nasional Terkini
Tarif Sekali Live Tanpa Busana, Selebgram RR Si Kuda Poni Bisa Raup Keuntungan Hingga Rp 50 Juta
Belum lama ini jagat dunia maya dibuat heboh dengan konten asusila yang dilakukan oleh selebgram di Bali
TRIBUNKALTIM.CO - Belum lama ini jagat dunia maya dibuat heboh dengan konten asusila yang dilakukan oleh selebgram di Bali.
Kasus itu sendiri telah ditangani kepolisian setempat, bahkan si pelaku terancam hukuman belasan tahun penjara.
Lantas, bagaimana pelaku menjalankan aksinya, dan berapa tarif yang dipatok pelaku selama melakukan aksi live bugil?
Untuk diketahui, selebgram insial RR (32) alias Kuda Poni live di media sosial tanpa busana.
Pelaku akhirnya ditangkap polisi saat tengah beraksi.
Melalui pekerjaan tersebut, RR bisa meraup uang hingga Rp 50 juta per bulan.
Baca juga: NEWS VIDEO Selebgram RR Ditangkap saat Live Tanpa Busana, Terancam 12 Tahun Bui
Baca juga: TERBARU KASUS Selebgram RR: Terkuak Sudah Siapa RR yang Ditangkap Polisi, Biasa Pakai Nama Kuda Poni
Baca juga: TERJAWAB Siapakah Nama Selebgram Inisial RR? Polisi Bongkar Identitasnya: Dikenal sebagai Kuda Poni
Polresta Denpasar berhasil mengamankan seorang selebgram berinisial RR alias Kuda Poni alias Bintang Live.
RR terlibat dalam kasus pornografi setelah membuat konten tanpa busana di media sosialnya.
RR merupakan warga Cianjur, Jawa Barat yang tinggal di Sidakarya, Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Penangkapan RR bermula dari adanya laporan aksi bugil yang dilakukan secara live di aplikasi Mango.
"Jadi modusnya pelaku sebagai selebgram, dikenal bernama KP alias Kuda Poni alias Bintang live.”
“Dia melalui media sosial mempertontonkan aurat, telanjang bulat secara live pada media sosial Mango," kata Kapolresta Denpasar Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan, Senin (20/9/2021), dilansir dari Tirbunnews.com berjudul Selebgram Kuda Poni Live Tanpa Busana, Raup Uang hingga Rp 50 Juta per Bulan, Ditangkap saat Beraksi.
Baca juga: Deretan Selebgram yang Terima Ujaran Kebencian di Detik Forum, Ada yang Sempat Pingsan
Ditangkap saat beraksi
Jansen menyebut, RR diamankan di Apartemen Kubu Residence di Jalan Taman Pancing, Denpasar sekira pukul 02.00 Wita.
Petugas kepolisian bergerak cepat setelah mengetahui adanya informasi live secara vulgar.
Polisi pun mencari keberadaan RR alias Kuda Poni.

Beberapa saat kemudian, petugas kepolisian mendapati R tengah live saat penggerebekan.
"Saat si pelaku live, langsung kita lakukan penangkapan dalam keadaan telanjang bulat atau bugil di medsos Mango tersebut," tambah Jansen.
Kepada polisi, RR mengaku melakukan aksi pornografi terebut untuk mencari keuntungan.
Baca juga: Apa Reaksi Ahok Saat Putranya Nicholas Sean Dilaporkan Polisi? Dituduh Aniaya Selebgram Ayu Thalia
Aksi bugil pelaku secara live di medsos telah dilakukan pelaku selama kurang lebih 9 bulan.
Dalam satu bulan, RR bisa memperoleh uang Rp 25 juta hingga Rp 50 juta.
Jansen menyebut, uang tersebut dipakai pelaku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
RR merupakan janda satu anak dan menjadi tulang punggung keluarganya.
Mengutip dari Tribun Bali, dalam seminggu pelaku bisa melakukan live tanpa busana hingga empat kali.
Sempat jadi LC
RR yang berasal dari Cianjur ini ternyata telah tinggal di Bali selama kurang lebih empat tahun.
Baca juga: Arti Ikoy-Ikoyan Ala Arief Muhammad yang Diikuti Banyak Artis dan Selebgram, Peran Asisten
Mengutip Tribun Bali, sebelum membuat konten pornografi, RR bekerja sebagai ladies companion (LC) di sebuah tempat karaoke.
Tempat kerjanya sepi dan sempat tutup lantaran adanya pandemic Covid-19.
RR lalu terjun ke dunia pornografi tersebut.
Sejumlah barang bukti turut diamankan polisi.
Kini pelaku dikenakan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
RR alias Kuda Poni terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Baca juga: Kata Satgas Soal Selebgram yang Gagal Terbang karena tak Bisa Tunjukkan Surat Keterangan RT/RW
Kata Sosiolog
Seperti diwartakan, jagat media digemparkan dengan ditangkapnya selebgram RR oleh kepolisian di Kota Denpasar, Bali, karena tayangan asusila yang disiarkan secara langsung melalui aplikasi media sosial.
Tak tanggung-tanggung dari aksi mengumbar tubuh molek dan kecantikannya mempertontonkan bagian intim kewanitaan secara live di aplikasi tersebut, RR mampu meraup pundi-pundi hingga puluhan juta rupiah per bulannya.
Peristiwa ini kemudian mendapat sorotan dari Sosiolog Universitas Udayana Bali, Wahyu Budi Nugroho yang menilai bahwa masyarakat dunia telah melalui tiga revolusi besar dalam sejarah, yaitu revolusi pertanian, revolusi industri, dan kini yang sedang terjadi: revolusi ekonomi-informasi.
"Era ekonomi-informasi saat ini memang memberikan kemudahan dalam transaksi ekonomi. Hal inilah yang turut mendorong munculnya berbagai usaha ekonomi secara digital (e-commerce)," ujar Wahyu kepada Tribun Bali, Sabtu 18 September 2021.
Namun demikian, lanjut Wahyu, era ekonomi-informasi ini juga menyimpan berbagai sisi negatif, salah satunya adalah kerentanan pihak-pihak yang memanfaatkan kemudahan transaksi untuk memperoleh keuntungan dengan cara-cara yang menyalahi nilai, norma, dan budaya sosial, dengan kasus RR contohnya.
Dalam kajian sosiologis, dijelaskan Wahyu, kasus ini menunjukkan betapa teknologi kehilangan sentuhan kemanusiaan, sehingga justru berdampak pada degradasi atau menurunnya nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga: Kata Satgas Soal Selebgram yang Gagal Terbang karena tak Bisa Tunjukkan Surat Keterangan RT/RW
"Seperti penggunaan dunia maya untuk menyebarkan berikut mempertontonkan hal-hal berbau p*rn*grafi dan p*rn*aksi misalnya," tuturnya.
Bagi masyarakat Barat, pekerjaan yang dilakoni RR mungkin tak dipersoalkan, karena memang masyarakat Barat bercorak liberal dan individualis.

"Artinya, selama pekerjaan individu itu tidak mengganggu dan merugikan pihak lain, maka itu tak jadi soal. Tetapi bagi masyarakat kita yang masih memegang teguh nilai, norma, dan budaya sosial, tentu ini menjadi persoalan," kata dia.
Di sisi lain, penilaian moralitas kita seyogyanya tidak hanya tertuju pada RR, tetapi juga pada para laki-laki yang sengaja menggunakan dunia maya untuk hiburan semacam itu—berbau pornografi dan pornoaksi.
"Kasus RR ini kiranya menjadi cermin tantangan nilai, norma, dan budaya sosial yang tengah kita hadapi saat ini. Apabila dahulu sosialisasi atau pewarisan nilai, norma, dan budaya sosial cenderung bersifat liniear, dalam arti dari kakek-nenek, orangtua, lalu ke anak cenderung berada dalam lingkup keluarga," ucap Wahyu.
Dosen Sosiologi itu menyambung, di era globalisasi, wujud sosialisasi cenderung “meloncat” di mana keluarga dan masyarakat tak lagi menjadi satu-satunya sumber sosialisasi nilai, norma, dan budaya sosial melainkan pula, dan terutama kini bahkan, media dari berbagai belahan dunia.
"Inilah yang seringkali menyebabkan keterbelahan identitas sosial, yang juga berpengaruh pada cara individu bersikap atau bertindak," lanjutnya. (*)