Berita Nasional Terkini
Bantu Moeldoko Gugat AD/ART Partai Demokrat, Kubu AHY Langsung Bereaksi Serang Yusril Ihza Mahendra
Bantu Moeldoko gugat AD/ART Partai Demokrat, kubu AHY langsung bereaksi serang Yusril Ihza Mahendra
TRIBUNKALTIM.CO - Elit Partai Demokrat langsung ramai-ramai menyerang lawyer Yusril Ihza Mahendra.
Diketahui, kubu Moeldoko menggunakan jasa Yusril Ihza Mahendra untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat milik kubu Agus Harimurti Yudhoyono.
Gugatan tersebut bakal didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi.
Aksi Yusril Ihza Mahendra tersebut langsung menuai respon dari elit-elit Partai Demokrat.
Rachland Nashidik misalnya, langsung mengungkit dukungan Partai Demokrat kepada anak Yusril Ihza Mahendra yang maju di Pilkada.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menolak pendaftaran Partai Demokrat kubu Moeldoko.
Baca juga: INI SISI UNIK Yusril Ihza Mahendra yang Digandeng Kubu Moeldoko Gugat AD/ART Partai Demokrat Era AHY
Baca juga: Soal Wacana Masa Jabatan Presiden Maksimal 3 Periode, Waketum Demokrat Sebut Tak Beralasan
Baca juga: Politikus Demokrat Usul Pesawat Presiden Dijual Saja Sekalian, Jansen: Durhaka Kalian Sama Pak SBY
Hal ini membuat Pemerintah mengakui kubu AHY sebagai Partai Demokrat yang sah.
Namun, kubu Moeldoko tak menyerah, dan kini menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai upaya hukum.
Dilansir dari Kompas.com,
Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik mengomentari sikap advokat Yusril Ihza Mahendra yang dinilainya memihak kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang dengan menjadi kuasa hukum kelompok tersebut.
Rachland heran terhadap Yusril yang mengaku netral terkait kisruh Partai Demokrat yang diakibatkan Gerakan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) awal tahun 2021.
"Yusril mengaku netral dalam skandal pembegalan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Ia mengaku menjadi kuasa hukum Moeldoko hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik," kata Rachland dalam keterangannya, Jumat (24/9/2021).
"Tapi, skandal hina pengambilalihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik," kata dia.
Padalah, menurut Rachland, orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral justru sedang memihak pada si kuat.
Ia menyindir pendapat Yusril yang menilai ada kekosongan hukum berupa ketiadaan otoritas negara untuk menguji kesesuaian anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai politik dengan undang-undang.
Terkait hal itu, kata Rachland, Yusril mendesak Mahkamah Agung (MA) agar mengeklaim kewenangan tersebut dan menguji AD/ART Partai Demokrat.
Rachland mempertanyakan mengapa Yusril secara spesifik menyoal AD/ART hanya kepada Partai Demokrat.
"Melewatkan secara sengaja AD/ART partai-partai politik anggota koalisi pemerintah.
Padahal, faktanya ada partai anggota koalisi pemerintah yang memiliki struktur majelis tinggi namun dengan kekuasaan yang bahkan jauh lebih besar, yakni berwenang membatalkan semua keputusan dewan pengurus," kata dia.
"Yusril, bila meneliti, pasti juga akan menemukan AD/ART partai lain pendukung Jokowi yang mengatur KLB hanya bisa diselenggarakan atas persetujuan ketua dewan pembina," ucap dia.
Ia pun kembali mempertanyakan netralitas Yusril dalam kisruh internal Partai Demokrat.
Sebaliknya, menurut Rachland, atas penilaian-penilaian itu, justru Yusril tidak netral.
Baca juga: Andi Arief Sebut Ruhut Sitompul Ingin Kudeta Moeldoko, Minta Tolong Demokrat Sampaikan Jokowi
Rachland berpandangan, Yusril memihak kubu Moeldoko dengan cara mempersoalkan dan mendesak pengujian materi hanya AD/ART milik Partai Demokrat. "Jadi kenapa hanya Demokrat?
Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktik politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat," kata dia.
"Padahal, sebagai advokat, Yusril sebenarnya bisa menolak menjadi kuasa hukum Moeldoko tanpa berakibat pupusnya akses Moeldoko pada keadilan," ucap dia.
Menurut Rachland, Moeldoko bukan orang yang tidak punya harta kekayaan.
Moeldoko, kata dia, masih mampu membeli jasa advokat selain Yusril.
Atas penilaian itu, Rachland melihat netralitas Yusril yang justru memihak kubu KLB Deli Serdang layaknya tabir asap yang sia-sia.
"Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktek politik yang menindas," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, advokat Yusril Ihza Mahendra mendampingi empat anggota Partai Demokrat kubu KLB Deli Serdang mengajukan judicial review (JR) atau uji materi terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat Tahun 2020 ke MA.
Yusril mengatakan, JR tersebut meliputi pengujian formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat dengan termohon Menteri Hukum dan HAM selaku pihak yang mengesahkan AD/ART partai politik.
"Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan pertanyaan media bahwa kantor hukum mereka Ihza & Ihza Law Firm SCBD-Bali Office mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis (23/9/2021).
Dalam keterangan yang sama, Yusril juga mengaku tak mencampuri adanya kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai.
"Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani," kata dia.
Alasan Yusril Ihza Mahendra
Dilansir dari Wartakota.com, konflik perebutan kursi ketua umum Partai Demokrat memasuki episode baru setelah kubu Moeldoko mengajukan judicial review (JR) terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
Empat mantan anggota Partai Demokrat yang merapat ke kubu Moeldoko menggandeng advokat ternama, Yusril Ihza Mahendra, sebagai kuasa hukum dalam JR dengan termohon Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly selaku pihak yang mengesahkan AD/ART tersebut.
"Judicial review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis (23/9/2021).
Baca juga: Partai Politik Ramai-Ramai Protes Rektor UI Rangkap Jabatan, PDIP dan Demokrat Lagi Kompak
Yusril mengakui, langkah menguji formil dan materil AD/ART partai politik merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.
Ia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik karena AD/ART dibuat oleh sebuah partai atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai Politik.
"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril.
Ia berpandangan, mahkamah partai yang merupakan peradilan internal partai tidak berwenang menguji AD/ART.
Begitu pula pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa putusan tata usaha negara.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu mengaku telah menyusun argumen yang meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai UU atau tidak.
"Sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," kata dia.
Yusril melanjutkan, partai politik memiliki peran besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraaan negara, sehingga partai tidak bisa sesuka hatinya membuat AD/ART.
"Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola 'suka-suka' oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ARTnya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," ujar Yusril.
Oleh karena itu, Yusril mengatakan, MA mesti melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan UU atau tidak.
Ia pun membeberkan sejumlah hal yang perlu diuji misalnya soal kewenangan Majelis Tinggi Partai serta ketentuan soal syarat menggelar kongres luar biasa (KLB) yang harus disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.
Yusril berpendapat, pengujian AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung ini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di Indonesia.
Baca juga: AHY Telpon Yansen Tipa Padan saat Pembukaan Musda II Partai Demokrat Kaltara Berlangsung
"Bisa saja esok lusa akan ada anggota partai lain yang tidak puas dengan AD/ART-nya yang mengajukan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung. Silahkan saja," ujar Yusril.
Yusril mengaku, ia bekerja secara profesional sebagai salah satu unsur penegak hukum di Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang Advokat.
Menurut Yusril, keterlibatannya dalam menangani JR ini merupakan tanggung jawab kepada negara dalam membangun hukum dan demokrasi.
"Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani," kata dia. (*)